Sudah menjadi rahasia umum, Penerimaan Siswa Baru (PSB) menjadi ajang pencarian keuntungan bagi sejumlah sekolah negeri pavorit dengan ‘memperjualbelikan kursi’. Padahal, bersasarkan Keputusan Mendiknas No 19 Tahun 2007 dalamn PSB agar mempedomani peringkat hasil UN sebagai syarat masuk ke sekolah-sekolah negeri untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Apa yang sebenarnya terjadi? Berikut wawancara wartawan Sumut Pos Rahmat Sazaly dengan Ketua Dewan Pendidikan Medan Mutsyuhito Solin, Minggu (29/5).
Menurut Anda, mengapa masih ada saja sekolah yang tidak mematuhi Keputusan Mendiknas No 19 Tahun 2007 dalam PSB?
Dapat saya sampaikan, selain Keputusan Mendiknas No 19 Tahun 2007, PSB juga harus didasari PP No 17 Tahun 2010 yang menyatakan, PSB diberlakukan berdasarkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN). Namun jika ada kebutuhan khusus, PSB bisa dilakukan sesuai keinginan pemerintah setempat dalam hal ini dinas pendidikan. Tapi harus lebih dulu dilakukan tes oleh lembaga profesional.
Dengan demikian, dinas pendidikan setempat dalam melakukan PSB harus merujuk kepada PP dan Kepmendiknas tersebut.
Jalur lain seperti penerapan jalur testing, masih saja dilakukan sejumlah sekolah. Siapa yang bertanggung jawab atas hal ini?
Jika masih memberlakukan jalur testing karena ada kebutuhan khusus tanpa melakukan pengetesan terlebih dulu oleh pihak lembaga profesional yang dihunjuk pemerintah, maka dinas pendidikan tersebut melanggar peraturan. Untuk itu perlu peran serta dan pengawasan dari DPRD.
Adakah sistem pendaftaran lain yang bisa ditawarkan kepada kita saat ini?
Kita bisa memberlakukan sistem pendaftaran SKHUN secara online. Pada sistem ini siapa saja bisa mendaftar, sehingga nilai hasil UN akan diketahui secara terbuka. Sistim ini juga diyakini akan lebih tepat, sebab ada aspek transparansi dan akuntabilitasnya yang tinggi serta tidak diskriminasif.
Melalui penerapan SKHUN dengan pendaftaran sistem online pada PSB diyakini dapat meminimalisir praktik jual beli kursi.
Pada sistim ini pula, peserta tak perlu datang ke sekolah, cukup mendaftar dan mengisin formulir secara online.
Namun, Medan belum siap dalam penggunaan sistem tersebut. Tapi, bagaimanapun kita harus berorientasi untuk menggunakan sistem tersebut. Karena beberapa provinsi seperti Surabaya, Yogyakarta dan DKI Jakarta juga sudah jauh hari memberlakukan sistem tersebut.
Siapa yang berkompeten atau memiliki hak untuk menggelar sistem tersebut di setiap daerah?
Hal ini memang merupakan wewenang disdik kabupaten/kota. Namun pada sistem tersebut ada aturan mainnya. Dan diharapkan mempedomani Keputusan Mendiknas tentang PSB untuk menggunakan SKHUN. Sistim ini memang sudah saatnya diterapkan, tinggal disdik kabupaten/kota yang harus mempersiapkan diri.(*)