26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pelayanan Tak Sebanding, Masyarakat Keberatan Iuran BPJS Kesehatan Naik

Rencana pemerintah menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam waktu dekat ini, langusung mendapatkan reaksi dari masyarakat. Beberapa peserta BPJS Kesehatan mengaku keberatan dengan rencana kenaikan itu. Alasannya, selain memberatkan, pelayanan yang diberikan juga masih buruk.

DITEMUI Sumut Pos di Rumah Sakit Umum (RSU) dr Pirngadi Medan, Anton mengaku keberatan dengan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat di semua kelas.

“Seperti kami kan kelas II, biasanya bayar Rp51 ribu perbulan satu orangnya. Satu keluarga kami ada lima orang, jadi selama ini total kami bayar Rp255.000 per bulan. Kalau iuran perbulannya naik jadi Rp110 ribu per orang, jadinya kami harus bayar Rp550 ribu? Setengah juta lebih sebulan?.

Ya jelas tak sangguplah,” ucap Anton, warga Jalan Letda Sujono, yang ditemui Sumut Pos saat menjaga seorang keluarganya opname di rumah sakit milik Pemko Medan itu, Jumat (30/8).

Anton menyebutkan, iuran saat ini saja sudah tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan BPJS. Apalagi bila harus dinaikkan iurannya, hal itu dinilainya justru semakin tidak sebanding antara pengeluaran dengan fasilitas yang didapat. “Kalau kita berobat jalan, lihatlah obat-obat yang diberi mereka.

Obat-obat generik yang murah-murah itunya yang diberikan, bukan obat-obat ‘berkelas’. Terus kalau dinaikkan lah iurannya, seperti apa rupanya pelayanan yang mau mereka berikan? Kalau obat-obatnya tetap yang generik juganya yang di kasih, ya mending tak usah jadi peserta BPJS lagi,” tandasnya.

Hal senada disampaikan peserta BPJS mandiri kelas I, Dedi Syahputra. Dia juga mengaku sangat keberatan dengan rencana kenaikan iuran BPJS ini. “Saya tidak setuju, karena menaikkan iuran dua kali lipat ini memberatkan saya yang harus membayar untuk tiga orang,” ujarnya.

Setidaknya, dia mengaku harus merogoh kocek hingga Rp480.000 per bulan untuk membayar iuran BPJS kesehatan untuk dirinya, istri dan seorang anaknya. Karenanya, dia berharap pemerintah membatalkan kebijakan yang tidak popular tersebut.

Menanggapi hal itu, Komisi II DPRD Kota Medan yang mengawasi masalah kesehatan menyebutkan, keputusan itu sudah tentu akan menjadi beban berat bagi masyarakat, khususnya warga yang berkemampuan terbatas. “Kita sama-sama tahu, dengan iuran yang saat ini saja, warga di Kota Medan baru 82 persen yang ‘dicover’ BPJS.

Lantas kalau iurannya naik setinggi itu, berapa persen lah warga Medan yang dicover BPJS Kesehatan? Yang mampu saja mungkin masih pikir-pikir dengan iuran yang sebesar itu, bagaiman pula dengan mereka yang tak mampu? Tentu harus kehilangan Jaminan Sosialnya itu,” kata Ketua Komisi II DPRD Medan, HT Bahrumsyah kepada Sumut Pos, Jumat (30/8).

Dengan naiknya iuran BPJS hingga dua kali lipat, sebut Bahrum, akan membuat warga Kota Medan semakin jauh dari fasilitas jaminan kesehatan. “Padahal Pemko Medan sudah mengatakan, kesehatan akan menjadi salah satu prioritas pembangunan di Kota Medan selain pendidikan dan infrastruktur. Tapi kalau begini, tentu itu sulit terwujud,” jelasnya.

Untuk itu, Bahrum menyebutkan, pihaknya berharap agar pemerintah mau mengkaji kembali rencana tersebut. Ia menambahkan, pihaknya bukan menolak kenaikan iuran yanh disebut-sebut akan menutupi defisit BPJS Kesehatan yang sudah terlalu besar.

Akan tetapi, kenaikan iuran itu harusnya tidak setinggi yang ditetapkan tersebut. “Silahkan dinaikkan kalau memang harus dinaikkan, tapi ya tidak sebesar itu juga, masyarakat jelas banyak yang tidak mampu untuk membayarnya,” tutupnya.

BELUM FINAL

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyebuytkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini bakal diterapkan pada 1 September 2019. Langkah ini dilakukan untuk menuntaskan masalah defisit BPJS Kesehatan yang terus-terusan menggerogoti lembaga jaminan sosial kesehatan ini.

“Sudah,” ujar Puan singkat saat dikonfirmasi wartawan soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sudah berlaku per 1 September 2019.

Menurut Puan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyetujui kenaikan tersebut dan tinggal menunggu tanda tangan di PP tersebut. Namun, putri Ketua Umum PDIP Perjuangan Megawati Soekarnoputri ini tidak memberitahukan besaran kenaikan, apakah mengikuti versi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Rujukannya ada pada hasil rapat dengan Komisi IX dan XI DPR RI.

“Kan, kemarin sudah dibahas oleh Kemenkeu dan sudah dibahas juga dengan Komisi IX dan XI, ya seperti itu ketentuannya. Ini (kenaikan iuran) memberikan penguatan kepada BPJS Kesehatan sehingga, Insyallah nantinya tidak akan deficit,” ungkapnya.

Ia menambahkan, peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) tetap ditanggung negara. “Tapi yang bisa saya pastikan untuk PBI tetap ditanggung oleh negara sehingga memang masyarakat yang namanya terdaftar dalam PBI tidak akan kemudian kesulitan,” tutur Puan.

Sementara, Kantor Staf Presiden (KSP) mengungkapkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 September masih belum final. Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV KSP, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih harus melewati dua tahap lagi sebelum disahkan lewat Peraturan Presiden (perpres). “Iya, tapi kan pembahasannya masih dua tahap lagi,” kata Ngabalin di gedung KSP, Jakarta, Jumat (30/8).

Ngabalin mengaku sudah mengetahui mengenai kabar kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Meski demikian dia belum bisa memastikan penyesuaian berlaku secara menyeluruh pada 1 September 2019. “Tadi saya komunikasi juga dengan Ibu Menteri, cuma kan belum selesai pembahasan. Saya janji, saya akan memberikan informasi pertama kalau sudah selesai,” jelas dia.

Seperti diketahui, upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan terus dilakukan. Pasalnya, setiap tahun, lembaga tersebut terus mengalami defisit dengan nilai yang terus meningkat. Bahkan, hingga akhir tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi bakal defisit hingga Rp32,8 triliun.

Terakhir, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal menaikkan besaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat. Banyak pihak pun keberatan dengan langkah pemerintah tersebut. Pasalnya, besaran kenaikan iuran dinilai terlalu tinggi.

Untuk Kelas I, iuran akan naik seratus persen atau dua kali lipat yakni dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu. Untuk kelas II akan naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu atau naik Rp59 ribu atau lebih dari seratus persen. Sedangkan untuk di kelas ke III, iuran akan naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 atau naik sebesar Rp16.500. (map)

Rencana pemerintah menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam waktu dekat ini, langusung mendapatkan reaksi dari masyarakat. Beberapa peserta BPJS Kesehatan mengaku keberatan dengan rencana kenaikan itu. Alasannya, selain memberatkan, pelayanan yang diberikan juga masih buruk.

DITEMUI Sumut Pos di Rumah Sakit Umum (RSU) dr Pirngadi Medan, Anton mengaku keberatan dengan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat di semua kelas.

“Seperti kami kan kelas II, biasanya bayar Rp51 ribu perbulan satu orangnya. Satu keluarga kami ada lima orang, jadi selama ini total kami bayar Rp255.000 per bulan. Kalau iuran perbulannya naik jadi Rp110 ribu per orang, jadinya kami harus bayar Rp550 ribu? Setengah juta lebih sebulan?.

Ya jelas tak sangguplah,” ucap Anton, warga Jalan Letda Sujono, yang ditemui Sumut Pos saat menjaga seorang keluarganya opname di rumah sakit milik Pemko Medan itu, Jumat (30/8).

Anton menyebutkan, iuran saat ini saja sudah tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan BPJS. Apalagi bila harus dinaikkan iurannya, hal itu dinilainya justru semakin tidak sebanding antara pengeluaran dengan fasilitas yang didapat. “Kalau kita berobat jalan, lihatlah obat-obat yang diberi mereka.

Obat-obat generik yang murah-murah itunya yang diberikan, bukan obat-obat ‘berkelas’. Terus kalau dinaikkan lah iurannya, seperti apa rupanya pelayanan yang mau mereka berikan? Kalau obat-obatnya tetap yang generik juganya yang di kasih, ya mending tak usah jadi peserta BPJS lagi,” tandasnya.

Hal senada disampaikan peserta BPJS mandiri kelas I, Dedi Syahputra. Dia juga mengaku sangat keberatan dengan rencana kenaikan iuran BPJS ini. “Saya tidak setuju, karena menaikkan iuran dua kali lipat ini memberatkan saya yang harus membayar untuk tiga orang,” ujarnya.

Setidaknya, dia mengaku harus merogoh kocek hingga Rp480.000 per bulan untuk membayar iuran BPJS kesehatan untuk dirinya, istri dan seorang anaknya. Karenanya, dia berharap pemerintah membatalkan kebijakan yang tidak popular tersebut.

Menanggapi hal itu, Komisi II DPRD Kota Medan yang mengawasi masalah kesehatan menyebutkan, keputusan itu sudah tentu akan menjadi beban berat bagi masyarakat, khususnya warga yang berkemampuan terbatas. “Kita sama-sama tahu, dengan iuran yang saat ini saja, warga di Kota Medan baru 82 persen yang ‘dicover’ BPJS.

Lantas kalau iurannya naik setinggi itu, berapa persen lah warga Medan yang dicover BPJS Kesehatan? Yang mampu saja mungkin masih pikir-pikir dengan iuran yang sebesar itu, bagaiman pula dengan mereka yang tak mampu? Tentu harus kehilangan Jaminan Sosialnya itu,” kata Ketua Komisi II DPRD Medan, HT Bahrumsyah kepada Sumut Pos, Jumat (30/8).

Dengan naiknya iuran BPJS hingga dua kali lipat, sebut Bahrum, akan membuat warga Kota Medan semakin jauh dari fasilitas jaminan kesehatan. “Padahal Pemko Medan sudah mengatakan, kesehatan akan menjadi salah satu prioritas pembangunan di Kota Medan selain pendidikan dan infrastruktur. Tapi kalau begini, tentu itu sulit terwujud,” jelasnya.

Untuk itu, Bahrum menyebutkan, pihaknya berharap agar pemerintah mau mengkaji kembali rencana tersebut. Ia menambahkan, pihaknya bukan menolak kenaikan iuran yanh disebut-sebut akan menutupi defisit BPJS Kesehatan yang sudah terlalu besar.

Akan tetapi, kenaikan iuran itu harusnya tidak setinggi yang ditetapkan tersebut. “Silahkan dinaikkan kalau memang harus dinaikkan, tapi ya tidak sebesar itu juga, masyarakat jelas banyak yang tidak mampu untuk membayarnya,” tutupnya.

BELUM FINAL

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyebuytkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini bakal diterapkan pada 1 September 2019. Langkah ini dilakukan untuk menuntaskan masalah defisit BPJS Kesehatan yang terus-terusan menggerogoti lembaga jaminan sosial kesehatan ini.

“Sudah,” ujar Puan singkat saat dikonfirmasi wartawan soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sudah berlaku per 1 September 2019.

Menurut Puan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyetujui kenaikan tersebut dan tinggal menunggu tanda tangan di PP tersebut. Namun, putri Ketua Umum PDIP Perjuangan Megawati Soekarnoputri ini tidak memberitahukan besaran kenaikan, apakah mengikuti versi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Rujukannya ada pada hasil rapat dengan Komisi IX dan XI DPR RI.

“Kan, kemarin sudah dibahas oleh Kemenkeu dan sudah dibahas juga dengan Komisi IX dan XI, ya seperti itu ketentuannya. Ini (kenaikan iuran) memberikan penguatan kepada BPJS Kesehatan sehingga, Insyallah nantinya tidak akan deficit,” ungkapnya.

Ia menambahkan, peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) tetap ditanggung negara. “Tapi yang bisa saya pastikan untuk PBI tetap ditanggung oleh negara sehingga memang masyarakat yang namanya terdaftar dalam PBI tidak akan kemudian kesulitan,” tutur Puan.

Sementara, Kantor Staf Presiden (KSP) mengungkapkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 September masih belum final. Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV KSP, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan masih harus melewati dua tahap lagi sebelum disahkan lewat Peraturan Presiden (perpres). “Iya, tapi kan pembahasannya masih dua tahap lagi,” kata Ngabalin di gedung KSP, Jakarta, Jumat (30/8).

Ngabalin mengaku sudah mengetahui mengenai kabar kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Meski demikian dia belum bisa memastikan penyesuaian berlaku secara menyeluruh pada 1 September 2019. “Tadi saya komunikasi juga dengan Ibu Menteri, cuma kan belum selesai pembahasan. Saya janji, saya akan memberikan informasi pertama kalau sudah selesai,” jelas dia.

Seperti diketahui, upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan terus dilakukan. Pasalnya, setiap tahun, lembaga tersebut terus mengalami defisit dengan nilai yang terus meningkat. Bahkan, hingga akhir tahun ini, BPJS Kesehatan diprediksi bakal defisit hingga Rp32,8 triliun.

Terakhir, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal menaikkan besaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat. Banyak pihak pun keberatan dengan langkah pemerintah tersebut. Pasalnya, besaran kenaikan iuran dinilai terlalu tinggi.

Untuk Kelas I, iuran akan naik seratus persen atau dua kali lipat yakni dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu. Untuk kelas II akan naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu atau naik Rp59 ribu atau lebih dari seratus persen. Sedangkan untuk di kelas ke III, iuran akan naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 atau naik sebesar Rp16.500. (map)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/