24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Dibangun Pedagang Muslim Asal Aceh

Perkembangan Islam di Tanah Karo diyakini dari masuknya para pedagang dari luar daerah, khususnya asal Aceh. Hal ini bisa dilihat dari sejarah berdirinya Masjid Lama di Kabanjahe, Kabupaten Karo.

MASJID yang berlokasi di Jalan Masjid, Kelurahan Lau Cimba, Kabanjahe ini dibangun pada 1902 dan selesai pada 1904.

Awalnya, masjid ini dibangun berdasarkan keinginan para pedagang Islam, khususnya yang berasal dari Aceh, yang merantau ke Kabanjahe. Pasalnya, belum ada satupun masjid yang berdiri di daerah ini.

Kemudian, para pedagang Islam ini menemui penguasa adat waktu itu bernama Sibayak Lingga. Mereka pun menyampaikan rencana ingin membangun masjid agar memudahkan pedagang Islam untuk beribadah.

Ternyata, rencana ini disambut baik oleh Sibayak Lingga. Dia lalu mempersilakan para pedagang Muslim ini untuk memilih lahan untuk lokasi pembangunan masjid pertama di Kabanjahe tersebut.

Setelah mendapat izin, para pedagang Muslim mulai mencari dana secara patungan.

Akhirnya, upaya mereka berjalan mulus. Sultan Langkat bersedia menyumbangkan dana sebesar Rp250. Saat itu uang senilai itu sudah cukup untuk membangun masjid.

Setelah dana terkumpul, dilakukanlah pembangunan masjid pada 1902. Proses pembangunan masjid ini memakan waktu hingga dua tahun. Pada 1904, akhirnya masjid yang sebagian besar berbahan dari kayu dan papan ini pun berdiri. Waktu itu, masjid berarsitektur Melayu ini belum diberi nama.

Muazzin yang pertama kali mengumandangkan azan di masjid ini adalah Tengku Katrun, pedagang dari Aceh Selatan. Pada awalnya, selain sebagai tempat beribadah, masjid ini dijadikan sebagai pusat dakwah dan penyebaran Islam di Kabanjahe.

Namun seiring berjalannya waktu, aktivitas keagamaan di Masjid Lama ini perlahan mulai berkurang. Apalagi setelah dibangunnya Masjid Agung Kabanjahe di Jalan Veteran, yang posisinya persis di pintu gerbang pusat kota Kabanjahe. Dibangunnya Masjid Agung atau Masjid Raya Karo Simalem ini karena Masjid Lama sudah tak mampu lagi menampung jemaah yang membeludak, khususnya saat Salat Jumat.

Meski jemaah banyak yang memilih salat di Masjid Agung yang kapasitasnya lebih besar dan lebih megah, namun masih ada juga jemaah yang salat Jumat di Masjid Lama.

Namun setelah Masjid Taqwa dibangun yang letaknya berkisar beberapa ratus meter dari lokasi Masjid Lama, membuat jemaah di masjid lama semakin berkurang dan tak mencukupi untuk melaksanakan salat Jumat.

Dengan kondisi ini, Masjid Lama hanya digunakan untuk ibadah salat lima waktu dan tarawih saat Bulan Ramadan saja.(net/ bbs)

Perkembangan Islam di Tanah Karo diyakini dari masuknya para pedagang dari luar daerah, khususnya asal Aceh. Hal ini bisa dilihat dari sejarah berdirinya Masjid Lama di Kabanjahe, Kabupaten Karo.

MASJID yang berlokasi di Jalan Masjid, Kelurahan Lau Cimba, Kabanjahe ini dibangun pada 1902 dan selesai pada 1904.

Awalnya, masjid ini dibangun berdasarkan keinginan para pedagang Islam, khususnya yang berasal dari Aceh, yang merantau ke Kabanjahe. Pasalnya, belum ada satupun masjid yang berdiri di daerah ini.

Kemudian, para pedagang Islam ini menemui penguasa adat waktu itu bernama Sibayak Lingga. Mereka pun menyampaikan rencana ingin membangun masjid agar memudahkan pedagang Islam untuk beribadah.

Ternyata, rencana ini disambut baik oleh Sibayak Lingga. Dia lalu mempersilakan para pedagang Muslim ini untuk memilih lahan untuk lokasi pembangunan masjid pertama di Kabanjahe tersebut.

Setelah mendapat izin, para pedagang Muslim mulai mencari dana secara patungan.

Akhirnya, upaya mereka berjalan mulus. Sultan Langkat bersedia menyumbangkan dana sebesar Rp250. Saat itu uang senilai itu sudah cukup untuk membangun masjid.

Setelah dana terkumpul, dilakukanlah pembangunan masjid pada 1902. Proses pembangunan masjid ini memakan waktu hingga dua tahun. Pada 1904, akhirnya masjid yang sebagian besar berbahan dari kayu dan papan ini pun berdiri. Waktu itu, masjid berarsitektur Melayu ini belum diberi nama.

Muazzin yang pertama kali mengumandangkan azan di masjid ini adalah Tengku Katrun, pedagang dari Aceh Selatan. Pada awalnya, selain sebagai tempat beribadah, masjid ini dijadikan sebagai pusat dakwah dan penyebaran Islam di Kabanjahe.

Namun seiring berjalannya waktu, aktivitas keagamaan di Masjid Lama ini perlahan mulai berkurang. Apalagi setelah dibangunnya Masjid Agung Kabanjahe di Jalan Veteran, yang posisinya persis di pintu gerbang pusat kota Kabanjahe. Dibangunnya Masjid Agung atau Masjid Raya Karo Simalem ini karena Masjid Lama sudah tak mampu lagi menampung jemaah yang membeludak, khususnya saat Salat Jumat.

Meski jemaah banyak yang memilih salat di Masjid Agung yang kapasitasnya lebih besar dan lebih megah, namun masih ada juga jemaah yang salat Jumat di Masjid Lama.

Namun setelah Masjid Taqwa dibangun yang letaknya berkisar beberapa ratus meter dari lokasi Masjid Lama, membuat jemaah di masjid lama semakin berkurang dan tak mencukupi untuk melaksanakan salat Jumat.

Dengan kondisi ini, Masjid Lama hanya digunakan untuk ibadah salat lima waktu dan tarawih saat Bulan Ramadan saja.(net/ bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/