Petinggi Mongol Pertama yang Menganut Islam
Kepemimpinan Berke di Golden Horde menandai satu babak baru dalam sejarah Kekaisaran Mongol. Tak lama setelah menjadi Khan di Golden Horde, Berke mengunjungi Bukhara dan memperlakukan para ulama di sana dengan penghormatan yang tinggi. Ia juga memberikan hukuman pada komunitas Kristen di Samarkand karena sikap mereka yang buruk terhadap masyarakat Muslim.
Setelah kematian Mongke pada tahun 1259, kedudukan Great Khan berikutnya jatuh ke tangan adiknya, Kubilai. Namun, keadaan tidak sama lagi seperti sebelumnya. Kekaisaran Mongol mulai terpecah belah dalam perang saudara. Adik bungsu Kubilai, Ariq-Boga, menantang kedudukan kakaknya sebagai Great Khan. Wilayah Turkistan yang dikendalikan oleh Alughu, cucu Jagathai, mulai memisahkan diri dari pusat kekuasaan. Ia juga memusuhi Berke dan mengusir para pejabat dan pendukungnya dari Samarkand dan Bukhara. Berke sendiri kemudian memimpin Golden Horde sebagai pemerintahan yang terpisah dari pusat kekaisaran Mongol.
Sementara itu, Hulagu, adik Kubilai lainnya, yang sejak tahun 1256 menguasai Persia, sibuk dengan upayanya meluaskan kekuasaan hingga ke Iraq dan wilayah Muslim lainnya.
Pada tahun 1258, Hulagu berhasil menguasai Baghdad, menghabisi penduduknya, dan menamatkan riwayat khalifah dunia Islam yang saat itu dipegang oleh al-Musta’sim. Kejadian itu merupakan suatu tragedi yang besar bagi dunia Islam. Namun, itu belum mencukupi bagi Hulagu. Ia berambisi menguasai Suriah yang ketika itu dikendalikan oleh Bani Ayyub dan juga Mesir yang dipimpin oleh Dinasti Mamluk. Hulagu memiliki ibu Kristen, salah satu istrinya beragama Kristen, dan jenderal utamanya, Kitbuga, juga penganut Kristen Nestorian, walaupun ia sendiri tidak menganut agama tersebut. Hal ini menjelaskan sikapnya yang sangat tidak ramah terhadap dunia Islam.
Setelah mengambil semua kekuatan Muslim utama di Asia Barat dan didukung oleh negara-negara bawahan seperti kerajaan Georgia dan Armenia Kilikia, Hulagu mengalihkan perhatiannya ke Kesultanan Mamluk. Dia mengirim utusannya ke Sultan Qutuz dari Mamluk dengan surat berikut:
“Dari Raja Para Raja Timur dan Barat, Khan Agung. Kepada Qutuz, Mamluk, yang melarikan diri untuk menghindari pedang kita. Anda harus memikirkan apa yang terjadi dengan negara lain dan tunduk kepada kami. Anda telah mendengar bagaimana kami telah menaklukkan kekaisaran yang luas dan telah memurnikan bumi dari kekacauan yang menodai itu. Kami telah menaklukkan daerah yang luas, membantai semua orang. Anda tidak dapat melarikan diri dari teror tentara kami. Di mana Anda bisa melarikan diri? Jalan apa yang akan Anda gunakan untuk melarikan diri dari kami? Kuda kita cepat, panah kita tajam, pedang kita seperti petir, hati kita sekeras gunung, prajurit kita sebanyak pasir. Benteng tidak akan menahan kita, atau pasukan menghentikan kita.
Doa Anda kepada Tuhan tidak akan membuahkan hasil bagi kami. Kami tidak tersentuh oleh air mata atau tersentuh oleh ratapan. Hanya mereka yang meminta perlindungan kita yang akan aman. Percepat balasan Anda sebelum api perang dinyalakan. Bertahan dan Anda akan merasakan bencana paling mengerikan. Kami akan menghancurkan masjid Anda dan membuktikan kelemahan Tuhan Anda dan kemudian akan membunuh anak-anak Anda dan orang tua Anda bersama-sama. Saat ini Anda adalah satu-satunya musuh yang harus kami pawai.” (bersambung)