25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tingkatkan Amal Saleh di Bulan Allah

Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala. Ia termasuk bulan-bulan haram yang memiliki keistimewaan tersendiri disisi Allah Ta’ala.

Berkaitan dengan ini Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan Bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” (QS. At-Taubah [9]:36)

Disebutkan bahwasanya empat bulan haram adalah sebagaimana yang dimaksudkan dalam sebuah hadits Nabi.

Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi úý bersabda: “Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadits Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Menarik, kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama: pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan/peperangan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Dan kedua: pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”

Ibnu ’Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci. Melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan Saleh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”

Bulan Muharram juga disebut syahrullah (bulan Allah). Hal ini berdasar Hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam:

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara Salat yang paling utama setelah Salat wajib adalah Salat malam.” (HR. Muslim)

Al-’Iraqiy pernah berkata: “Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?” Beliau rahimahullah menjawab, “Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan. Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun.”

Inilah salah satu keistimewaan bulan Muharram karena ia disebut syahrullah yaitu bulan Allah. Dengan ia disandarkan pada lafazh jalalah Allah maka inilah yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya. Dan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Muharram.

Mengingat begitu besarnya kemuliaan dan keistimewaan bulan Muharram, maka hendaknya setiap Muslim menyambut dengan sungguh-sungguh untuk beramal Saleh. Serta tidak lupa menjadikan bulan Muharram sebagai momentum terbaik untuk bermuhasabah.

Maka ada beberapa hal yang harus dilakukan umat muslim agar tidak terluput dari kebaikannya.

Pertama: Memperbanyak amal sholeh.

Amal Saleh yang dimaksudkan adalah amal Saleh apa saja, baik itu memperbanyak Salat sunnah, puasa sunnah, dzikir, baca Al-Qur’an, berinfak, dan lain sebagainya.

Terkhusus pada tanggal 10 Muharram hendaknya umat Muslim melakukan puasa Asyuro sebagaimana hadits Nabi:

“Sebaik-baik puasa/shaum setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram…” (HR. Muslim)

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wasallam melakukan puasa hari Asyura dan memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata:

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani.” Lantas beliau mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –jika Allah menghendaki– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim)

Dalam syarah Muslim, Imam Syafi’i dan beberapa ulama mazhab Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) puasa/shaum pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ’alaihi wasallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.

Adapun fadhilah puasa Asyuro adalah bisa menghapus dosa setahun yang lalu. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“…Beliau (Nabi) juga ditanya mengenai keistimewaan puasa Asyura? Beliau menjawab, “Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).

Kedua: Sebagai momen muhasabah dan instropeksi diri. Semestinya seorang Muslim tiap saat selalu melakukan muhasabah. Kalau tidak bisa maka dalam sehari hendaknya dia bermuhasabah walaupun sekali. Kalau masih berat, muhasabah tiap pekan. Jikalau tidak bisa juga maka tiap bulan.

Nah, kalau juga masih berat melakukannya, maka paling tidak ia hendaknya muhasabah setahun sekali. Maka inilah momen terbaik dalam bulan Muharram untuk bermuhasabah dan instropeksi diri.

Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr [59]: 18)

Umar bin Khatthab radhiyallahu ’anhu berkata: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang nanti dan bersiap-siaplah untuk hari menghadap yang paling besar (hari menghadap Allah).”

Maimun bin Mahran rahimahullah berkata:

“Tidaklah seorang hamba menjadi bertaqwa sampai dia melakukan muhasabah atas dirinya lebih keras daripada seorang teman kerja yang pelit yang membuat perhitungan dengan temannya”.

Ketiga: Bulan Muharram mengingatkan kita pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Berhijrah memiliki makna yang luas, selain hijrah dalam artian fisik, hijrah juga bisa dimaknai meninggalkan atau menjauhi perkara buruk menuju kebaikan.

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Dan Al-Muhaajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Pentingnya hijrah maka ia banyak disebutkan dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah akan mendapatkan rahmat Allah sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 218)

Terakhir, menyambut bulan Muharram atau tahun baru Hijriyah ini tidaklah perlu dengan berhura-hura atau melakukan ritual tertentu. Mari kita praktekkan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi yang kita cintai yakni Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan memperbanyak amal Saleh.

Dan mari kita jadikan bulan Muharram ini sebagai momen terbaik untuk kita bermuhasabah dan instropeksi diri serta mengambil spirit hijrah Rasulullah dan para Sahabatnya. Wallahu a’lam bishshowab. (hidayatulla/ram)

Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala. Ia termasuk bulan-bulan haram yang memiliki keistimewaan tersendiri disisi Allah Ta’ala.

Berkaitan dengan ini Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan Bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” (QS. At-Taubah [9]:36)

Disebutkan bahwasanya empat bulan haram adalah sebagaimana yang dimaksudkan dalam sebuah hadits Nabi.

Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi úý bersabda: “Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadits Tsani dan Sya’ban.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Menarik, kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama: pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan/peperangan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Dan kedua: pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”

Ibnu ’Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci. Melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan Saleh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”

Bulan Muharram juga disebut syahrullah (bulan Allah). Hal ini berdasar Hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam:

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara Salat yang paling utama setelah Salat wajib adalah Salat malam.” (HR. Muslim)

Al-’Iraqiy pernah berkata: “Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?” Beliau rahimahullah menjawab, “Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan. Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun.”

Inilah salah satu keistimewaan bulan Muharram karena ia disebut syahrullah yaitu bulan Allah. Dengan ia disandarkan pada lafazh jalalah Allah maka inilah yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya. Dan Nabi shallallahu ’alaihi wasallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Muharram.

Mengingat begitu besarnya kemuliaan dan keistimewaan bulan Muharram, maka hendaknya setiap Muslim menyambut dengan sungguh-sungguh untuk beramal Saleh. Serta tidak lupa menjadikan bulan Muharram sebagai momentum terbaik untuk bermuhasabah.

Maka ada beberapa hal yang harus dilakukan umat muslim agar tidak terluput dari kebaikannya.

Pertama: Memperbanyak amal sholeh.

Amal Saleh yang dimaksudkan adalah amal Saleh apa saja, baik itu memperbanyak Salat sunnah, puasa sunnah, dzikir, baca Al-Qur’an, berinfak, dan lain sebagainya.

Terkhusus pada tanggal 10 Muharram hendaknya umat Muslim melakukan puasa Asyuro sebagaimana hadits Nabi:

“Sebaik-baik puasa/shaum setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram…” (HR. Muslim)

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wasallam melakukan puasa hari Asyura dan memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata:

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani.” Lantas beliau mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –jika Allah menghendaki– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim)

Dalam syarah Muslim, Imam Syafi’i dan beberapa ulama mazhab Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) puasa/shaum pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ’alaihi wasallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.

Adapun fadhilah puasa Asyuro adalah bisa menghapus dosa setahun yang lalu. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“…Beliau (Nabi) juga ditanya mengenai keistimewaan puasa Asyura? Beliau menjawab, “Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).

Kedua: Sebagai momen muhasabah dan instropeksi diri. Semestinya seorang Muslim tiap saat selalu melakukan muhasabah. Kalau tidak bisa maka dalam sehari hendaknya dia bermuhasabah walaupun sekali. Kalau masih berat, muhasabah tiap pekan. Jikalau tidak bisa juga maka tiap bulan.

Nah, kalau juga masih berat melakukannya, maka paling tidak ia hendaknya muhasabah setahun sekali. Maka inilah momen terbaik dalam bulan Muharram untuk bermuhasabah dan instropeksi diri.

Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr [59]: 18)

Umar bin Khatthab radhiyallahu ’anhu berkata: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang nanti dan bersiap-siaplah untuk hari menghadap yang paling besar (hari menghadap Allah).”

Maimun bin Mahran rahimahullah berkata:

“Tidaklah seorang hamba menjadi bertaqwa sampai dia melakukan muhasabah atas dirinya lebih keras daripada seorang teman kerja yang pelit yang membuat perhitungan dengan temannya”.

Ketiga: Bulan Muharram mengingatkan kita pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Berhijrah memiliki makna yang luas, selain hijrah dalam artian fisik, hijrah juga bisa dimaknai meninggalkan atau menjauhi perkara buruk menuju kebaikan.

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Dan Al-Muhaajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Pentingnya hijrah maka ia banyak disebutkan dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah akan mendapatkan rahmat Allah sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 218)

Terakhir, menyambut bulan Muharram atau tahun baru Hijriyah ini tidaklah perlu dengan berhura-hura atau melakukan ritual tertentu. Mari kita praktekkan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi yang kita cintai yakni Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan memperbanyak amal Saleh.

Dan mari kita jadikan bulan Muharram ini sebagai momen terbaik untuk kita bermuhasabah dan instropeksi diri serta mengambil spirit hijrah Rasulullah dan para Sahabatnya. Wallahu a’lam bishshowab. (hidayatulla/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/