25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Mari, Sebarkan Kedamaian

Negara kita pernah dilanda konflik bernuansa agama yang berakibat jatuhnya korban jiwa, hancurnya sejumlah rumah ibadah, serta rusaknya infrastruktur dan tatanan sosial budaya.

Dalam beberapa minggu terakhir, suasana yang hampir sama juga terjadi di negara tetangga kita yang menyebabkan rusaknya beberapa gereja. Untungnya, tidak ada korban jiwa.

Ada satu persamaan mendasar antara kita dan tetangga, yaitu sama-sama mayoritas Muslim. Karena itu, kasus-kasus yang melibatkan kaum Muslim di kedua negara seyogianya kita renungkan bersama untuk dijadikan pelajaran.

Sebagai umat mayoritas, ada kewajiban moral kaum Muslim untuk melindungi umat lainnya. Jika terjadi kesalahpahaman, kaum Muslim hendaknya menghindari cara-cara yang anarkis. Karena, hal itu bertentangan dengan semangat Islam yang menekankan kedamaian.

Menjadikan agama sebagai landasan untuk melakukan perusakan terhadap rumah ibadah agama lain sama saja dengan mengingkari inti sari ajaran Islam yang sangat menekankan keharmonisan.

Berkaitan dengan kasus-kasus di atas, ada dua pelajaran penting yang perlu kita renungkan. Pelajaran pertama terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Saat itu, Umar mengirim pasukan untuk merebut Yerusalem dari tangan pasukan Romawi.

Setelah melalui peperangan yang sengit, pasukan Islam akhirnya berhasil merebut Yerusalem. Namun, patriark tertinggi yang memegang kunci tembok Yerusalem menolak menyerahkan kunci, kecuali langsung kepada Umar. Untuk kepentingan ini, Umar pun datang ke Yerusalem.

Di tanah yang baru direbut itu, belum ada masjid, yang ada hanya gereja-gereja. Ketika Umar hendak melaksanakan salat, ia dipersilahkan oleh sang pendeta agar salat di dalam gereja saja, namun Umar menolaknya.

la lebih memilih salat di atas tanah berpasir. Mengapa? Ternyata, ia takut kalau gereja tersebut suatu ketika diambil alih oleh penerusnya hanya karena Umar pernah salat di situ. Suatu pikiran yang sangat jauh ke depan, yang didasarkan pada penghormatan yang tinggi pada eksistensi penganut agama lain di wilayahnya.

Dalam kasus lain, Rasullah selalu berpesan kepada pasukannya sebelum berangkat ke medan perang agar tidak membunuh perempuan, orang tua, anak-anak, dan tidak merusak rumah ibadah penganut agama lain.

Dalam kondisi perang saja, Rasulullah masih sangat menghormati semua rumah ibadah. Mengapa kita yang dalam kondisi damai saat ini justru merusaknya?
Mari, kita renungkan kembali perilaku dan ajaran Rasullallah kita yang agung. Islam sebagai rahmat bagi semesta alam hanya bisa terwujud jika perilaku umatnya mengedepankan kedamaian dan keharmonisan, bukan sebaliknya.

Sumber Buletin Jumat

Negara kita pernah dilanda konflik bernuansa agama yang berakibat jatuhnya korban jiwa, hancurnya sejumlah rumah ibadah, serta rusaknya infrastruktur dan tatanan sosial budaya.

Dalam beberapa minggu terakhir, suasana yang hampir sama juga terjadi di negara tetangga kita yang menyebabkan rusaknya beberapa gereja. Untungnya, tidak ada korban jiwa.

Ada satu persamaan mendasar antara kita dan tetangga, yaitu sama-sama mayoritas Muslim. Karena itu, kasus-kasus yang melibatkan kaum Muslim di kedua negara seyogianya kita renungkan bersama untuk dijadikan pelajaran.

Sebagai umat mayoritas, ada kewajiban moral kaum Muslim untuk melindungi umat lainnya. Jika terjadi kesalahpahaman, kaum Muslim hendaknya menghindari cara-cara yang anarkis. Karena, hal itu bertentangan dengan semangat Islam yang menekankan kedamaian.

Menjadikan agama sebagai landasan untuk melakukan perusakan terhadap rumah ibadah agama lain sama saja dengan mengingkari inti sari ajaran Islam yang sangat menekankan keharmonisan.

Berkaitan dengan kasus-kasus di atas, ada dua pelajaran penting yang perlu kita renungkan. Pelajaran pertama terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Saat itu, Umar mengirim pasukan untuk merebut Yerusalem dari tangan pasukan Romawi.

Setelah melalui peperangan yang sengit, pasukan Islam akhirnya berhasil merebut Yerusalem. Namun, patriark tertinggi yang memegang kunci tembok Yerusalem menolak menyerahkan kunci, kecuali langsung kepada Umar. Untuk kepentingan ini, Umar pun datang ke Yerusalem.

Di tanah yang baru direbut itu, belum ada masjid, yang ada hanya gereja-gereja. Ketika Umar hendak melaksanakan salat, ia dipersilahkan oleh sang pendeta agar salat di dalam gereja saja, namun Umar menolaknya.

la lebih memilih salat di atas tanah berpasir. Mengapa? Ternyata, ia takut kalau gereja tersebut suatu ketika diambil alih oleh penerusnya hanya karena Umar pernah salat di situ. Suatu pikiran yang sangat jauh ke depan, yang didasarkan pada penghormatan yang tinggi pada eksistensi penganut agama lain di wilayahnya.

Dalam kasus lain, Rasullah selalu berpesan kepada pasukannya sebelum berangkat ke medan perang agar tidak membunuh perempuan, orang tua, anak-anak, dan tidak merusak rumah ibadah penganut agama lain.

Dalam kondisi perang saja, Rasulullah masih sangat menghormati semua rumah ibadah. Mengapa kita yang dalam kondisi damai saat ini justru merusaknya?
Mari, kita renungkan kembali perilaku dan ajaran Rasullallah kita yang agung. Islam sebagai rahmat bagi semesta alam hanya bisa terwujud jika perilaku umatnya mengedepankan kedamaian dan keharmonisan, bukan sebaliknya.

Sumber Buletin Jumat

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/