25.6 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Dua Jenis Fitnah

Fitnah kian hari kian meraja rela. Bermunculan bagaikan jamur liar yang amat sulit tuk dibasmi.

Kini fitnah tak lagi sesuatu yang “mahal”, maksudnya sulit dijumpai dan tak banyak pula. Tetapi kini, fitnah menjadi sesuatu yang “murah”, jika Anda ingin “menemukan” fitnah, Anda tinggal menyalakan teve saja.

Fitnah ada dua macam, Fitnah syubhat dan ini yang lebih berbahaya serta fitnah syahwat. Kadang-kadang dua-duanya menjangkit pada se-orang hamba, tetapi terkadang hanya salah satunya.

Adapun fitnah syubhat, maka hal itu disebabkan lemahnya bashirah dan sedikitnya ilmu, apalagi jika hal itu dibarengi dengan niat yang rusak dan hawa nafsu, maka akan timbul fitnah yang sangat besar dan maksiat yang keji. Karena itu, katakanlah apa yang kau kehendaki tentang kesesatan orang yang niatnya rusak, yang dipimpin oleh hawa nafsu dan bukan petunjuk.

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka,” (QS An-Najm: 23).

Lalu, Allah mengabarkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan menye-satkan dari jalan Allah. Allah befirman,“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan Hari Perhitungan,” (QS Shad: 26).

Fitnah tersebut akan berakhir dengan kekufuran dan nifaq. Dan itu-lah fitnah orang-orang munafik serta para ahli bid’ah, sesuai dengan tingkat bid’ah mereka. Semua itu muncul karena fitnah syubhat, di mana menjadi samar antara yang haq dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan.

Tidak ada yang bisa menyelamatkan dari fitnah ini dengan memurnikan dalam mengikuti Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, berhukum kepada beliau dalam seluruh persoalan agama, baik persoalan yang sepele maupun yang berat, secara lahir maupun batin, dalam aqidah maupun amal perbuatan, dalam hakikat maupun syariat.

Menerima dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seluruh haki-kat iman dan syariat Islam, menerima apa yang ditetapkan bagi Allah tentang sifat-sifat, perbuatan dan nama-nama-Nya, juga menerima apa yang dinafikan daripada-Nya.

Sebagaimana ia juga menerima sepenuhnya dari beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang wajibnya salat, waktu-waktu dan bilangannya, ukuran-ukuran nisab zakat dan yang berhak me-nerimanya, wajibnya berwudu dan mandi karena jinabat serta wajibnya puasa Ramadan.

Dengan demikian, ia tidak menjadikan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai rasul dalam masalah tertentu dari persoalan agama, tetapi tidak dalam masalah agama yang lain. Sebaliknya, men-jadikan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai rasul dalam segala hal yang dibutuhkan oleh umat, baik dalam ilmu maupun amal, tidak menerima (ajaran agama) kecuali daripadanya, tidak mengambil kecuali daripadanya.

Dan jika ia tidak melakukan sebagian daripadanya, maka ia akan terkena fitnah syubhat tersebut, sesuai dengan tingkat perkara yang ia tinggalkan.

Fitnah-fitnah di atas, terkadang timbul karena pemahaman yang rusak, atau karena periwayatan yang dusta, atau karena kebenaran yang tegak itu tersembunyi dari orang tersebut, sehingga ia tidak bisa mendapatkannya, atau karena tujuan yang rusak dan hawa nafsu yang diikuti.

Dan semua itu karena kebutaan dalam bashirah dan karenanya rusaknya iradah (keinginan).Oleh karena itu, setiap muslim mendekatkan diri pada Allah SWT. (islampos/ram)

Fitnah kian hari kian meraja rela. Bermunculan bagaikan jamur liar yang amat sulit tuk dibasmi.

Kini fitnah tak lagi sesuatu yang “mahal”, maksudnya sulit dijumpai dan tak banyak pula. Tetapi kini, fitnah menjadi sesuatu yang “murah”, jika Anda ingin “menemukan” fitnah, Anda tinggal menyalakan teve saja.

Fitnah ada dua macam, Fitnah syubhat dan ini yang lebih berbahaya serta fitnah syahwat. Kadang-kadang dua-duanya menjangkit pada se-orang hamba, tetapi terkadang hanya salah satunya.

Adapun fitnah syubhat, maka hal itu disebabkan lemahnya bashirah dan sedikitnya ilmu, apalagi jika hal itu dibarengi dengan niat yang rusak dan hawa nafsu, maka akan timbul fitnah yang sangat besar dan maksiat yang keji. Karena itu, katakanlah apa yang kau kehendaki tentang kesesatan orang yang niatnya rusak, yang dipimpin oleh hawa nafsu dan bukan petunjuk.

“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka,” (QS An-Najm: 23).

Lalu, Allah mengabarkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan menye-satkan dari jalan Allah. Allah befirman,“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat adzab yang berat, karena mereka melupakan Hari Perhitungan,” (QS Shad: 26).

Fitnah tersebut akan berakhir dengan kekufuran dan nifaq. Dan itu-lah fitnah orang-orang munafik serta para ahli bid’ah, sesuai dengan tingkat bid’ah mereka. Semua itu muncul karena fitnah syubhat, di mana menjadi samar antara yang haq dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan.

Tidak ada yang bisa menyelamatkan dari fitnah ini dengan memurnikan dalam mengikuti Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, berhukum kepada beliau dalam seluruh persoalan agama, baik persoalan yang sepele maupun yang berat, secara lahir maupun batin, dalam aqidah maupun amal perbuatan, dalam hakikat maupun syariat.

Menerima dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seluruh haki-kat iman dan syariat Islam, menerima apa yang ditetapkan bagi Allah tentang sifat-sifat, perbuatan dan nama-nama-Nya, juga menerima apa yang dinafikan daripada-Nya.

Sebagaimana ia juga menerima sepenuhnya dari beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang wajibnya salat, waktu-waktu dan bilangannya, ukuran-ukuran nisab zakat dan yang berhak me-nerimanya, wajibnya berwudu dan mandi karena jinabat serta wajibnya puasa Ramadan.

Dengan demikian, ia tidak menjadikan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai rasul dalam masalah tertentu dari persoalan agama, tetapi tidak dalam masalah agama yang lain. Sebaliknya, men-jadikan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai rasul dalam segala hal yang dibutuhkan oleh umat, baik dalam ilmu maupun amal, tidak menerima (ajaran agama) kecuali daripadanya, tidak mengambil kecuali daripadanya.

Dan jika ia tidak melakukan sebagian daripadanya, maka ia akan terkena fitnah syubhat tersebut, sesuai dengan tingkat perkara yang ia tinggalkan.

Fitnah-fitnah di atas, terkadang timbul karena pemahaman yang rusak, atau karena periwayatan yang dusta, atau karena kebenaran yang tegak itu tersembunyi dari orang tersebut, sehingga ia tidak bisa mendapatkannya, atau karena tujuan yang rusak dan hawa nafsu yang diikuti.

Dan semua itu karena kebutaan dalam bashirah dan karenanya rusaknya iradah (keinginan).Oleh karena itu, setiap muslim mendekatkan diri pada Allah SWT. (islampos/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/