27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Selamat dari Kebakaran, Dikunjungi Banyak Pejabat

Eksistensi Masjid Amal Silaturahim di Lingkungan Tionghoa

Jumlah masjid di Kota Medan memang cukup banyak. Namun, tak sedikit pula yang luput dari perhatian pemerintah dalam pembangunannya. Tak pelak, rumah ibadah bagi umat Muslim ini hanya dibangun sekadarnya. Tapi, tetap saja masjid menjadi pilihan warga sekitar sebagai tempat teraman dari bahaya bencana alam. Subhanallah…!

Rahmat Sazaly Munthe, Medan

Termasuk Masjid Amal Silaturrahim yang berada di Jalan Timah Putih No 2 Medan ini. Masjid yang telah berdiri sekitar 1950-an ini, hingga kini masih dalam renovasi dan belum rampung bagian bangunan pendukungnya.

Rencananya, masjid ini akan dibangun dua lantai untuk memberikan fasilitas kepada anak-anak sebagai tempat pengajian dan ruang serbaguna di lantai dasar.

Awal berdirinya, masjid yang memiliki luas bangunan 8 x 20 meter ini hanya dibangun dengan dinding papan dan atap rumbia. Kemudian dilakukan pemugaran jadi bangunan semi permanen berdinding setengah batu dan papan, serta tetap beratapkan daun rumbia.

Ada histori mencengangkan mengenai masjid yang kini berdiri di atas tanah seluas 1.000 meter ini. Pasalnya, pada 1979 lalu, daerah yang dulunya pemukiman warga dengan rumah-rumah kumuh itu terbakar hebat seluas 11 hektar. Tak pelak api membakar dan meluluh-lantakkan banyak rumah warga.  Namun, bangunan Masjid Amal Silaturrahim yang juga berada di lokasi tersebut, selamat dari amukan si jago merah.

“Hanya sedikit atap yang terbakar. Bangunan yang lain sama sekali tak terjamah api,” tutur Nazir Masjid Amal Silaturrahim H Darmansyah, Kamis (26/1).
Hingga 1987, bangunan masjid ini masih kokoh. Sampai kontraktor perumahan nasional yang dikomandoi pemerintah kota berniat membangun rumah susun di daerah tersebut. Saat itu, Darmansyah bersama warga meminta pemerintah untuk mengganti rugi bangunan masjid yang bakal digusur itu.
“Hingga rumah susun itu selesai dibangun pada 1989, masjid masih dipertahankan. Sekitar 1994 baru masjid ini direlokasi ke tempat sekarang ini (berjarak sekitar seratus meter dari tempat semula) oleh developer. Dengan ganti rugi Rp13 juta, dan bangunan masjid yang baru menghabiskan dana Rp51 juta. Dan pada 1995, baru diresmikan Wali Kota Medan saat itu Bachtiar Djafar,” tuturnya.

Pada 2004 lalu, saat bencana Tsunami Aceh, juga terjadi hal lucu menurut Darmansyah. Pasalnya, kejadian bencana alam yang fenomenal tersebut memang sangat terasa hingga ke Medan. “Pada saat itu gempa sangat terasa di sini. Dan lucunya, seluruh warga yang mayoritas Tinghoa berlarian ke masjid. Padahal sudah tentu bangunan rumah susun itu lebih kokoh dari bangunan masjid ini,” tuturnya.

Lantas ia menyeletuk kepada warga yang beramai-ramai datang ke masjid sambil ketakutan akan gempa tersebut dengan mengatakan, “Itulah, masuk Islam saja kalian,” ujarnya sambil tersenyum.

Karena kejadian tersebut pula, seluruh warga sekitar Masjid Amal Silaturrahim kini sangat menghormati keberadaan masjid berumur lebih setengah abad itu.

Saat ini, lokasi masjid dikelilingi rumah susun yang mayoritas diisi warga etnis Tionghoa. Menurut Darmansyah, tak sedikit juga warga Tionghoa yang tinggal di sekitar lokasi masjid menjadi mualaf.

“Alhamdulillah, mereka mendapatkan hidayah. Mereka memang perempuan dan terlihat turut hadir mengisi pengajian ibu-ibu yang dilaksanakan setiap Jumat siang di masjid ini,” paparnya.

Masjid yang kini memiliki luas bangunan 12×12 meter ini juga kerap menjadi tempat kunjungan para calon pemimpin daerah. “Tak dimungkiri, mereka memang datang untuk kampanye. Karena banyak warga etnis Tionghoa di sini. Namun sepertinya, ada sedikit keramat di masjid ini. Karena calon kepala daerah yang tak mau menginjakkan kaki ke masjid ini, rata-rata tak terpilih. Seperti Gatot Pudjo Nugroho, Rahudmnan Harahap dan Djulmi Eldin semua sempat mendatangi masjid ini. Gatot duduk di teras masjid, Eldin masuk ke dalam masjid, Rahudman di pelataran masjid,” tutur Darmansyah.
Namun, sesal Darmansyah, setelah mereka terpilih, mereka seperti melupakan janji-janji yang sempat mereka ucapkan untuk memperhatikan pembangunan Masjid Amal Silaturrahim ini.

“Hanya Abdillah yang sempat memberikan bantuan untuk pembangunan tempat pengajian anak-anak dan ruang serbaguna sebesar Rp50 juta. Namun, bangunan itu kini terkendala dan tak terselesaikan. Eldin juga sempat berinfak untuk pembangunan masjid ini,” ujar nya

Ia berharap ada donatur yang berbaik hati untuk merampungkan pembangunan bangunan pendukung masjid yang masih terkendala. “Jika ada donatur, kita sangat berharap bisa dibantu. Kalau harus memberikan proposal, saya ini sudah tua, dan pengalamannya dari 20 proposal yang disebar, ke-20-nya tak ada yang kembali,” kata pria berusia 61 tahun ini.

Selama ini pula, biaya operasional masjid berasal dari infaq-infaq salat Jumat. “Mudah-mudahan masih mencukupi. Sangat inginnya warga di sini agar bangunan tempat pengajian anak-anak dan ruang serbaguna itu dirampungkan adalah untuk memenuhi kebutuhan ibadah dan spiritual umat. Jika yang tua-tua ini sudah nggak ada, kita bisa tenang karena sudah ada tempat mereka (anak-anak) benimba ilmu agama di sini,” tutur Darmansyah.(*)

Eksistensi Masjid Amal Silaturahim di Lingkungan Tionghoa

Jumlah masjid di Kota Medan memang cukup banyak. Namun, tak sedikit pula yang luput dari perhatian pemerintah dalam pembangunannya. Tak pelak, rumah ibadah bagi umat Muslim ini hanya dibangun sekadarnya. Tapi, tetap saja masjid menjadi pilihan warga sekitar sebagai tempat teraman dari bahaya bencana alam. Subhanallah…!

Rahmat Sazaly Munthe, Medan

Termasuk Masjid Amal Silaturrahim yang berada di Jalan Timah Putih No 2 Medan ini. Masjid yang telah berdiri sekitar 1950-an ini, hingga kini masih dalam renovasi dan belum rampung bagian bangunan pendukungnya.

Rencananya, masjid ini akan dibangun dua lantai untuk memberikan fasilitas kepada anak-anak sebagai tempat pengajian dan ruang serbaguna di lantai dasar.

Awal berdirinya, masjid yang memiliki luas bangunan 8 x 20 meter ini hanya dibangun dengan dinding papan dan atap rumbia. Kemudian dilakukan pemugaran jadi bangunan semi permanen berdinding setengah batu dan papan, serta tetap beratapkan daun rumbia.

Ada histori mencengangkan mengenai masjid yang kini berdiri di atas tanah seluas 1.000 meter ini. Pasalnya, pada 1979 lalu, daerah yang dulunya pemukiman warga dengan rumah-rumah kumuh itu terbakar hebat seluas 11 hektar. Tak pelak api membakar dan meluluh-lantakkan banyak rumah warga.  Namun, bangunan Masjid Amal Silaturrahim yang juga berada di lokasi tersebut, selamat dari amukan si jago merah.

“Hanya sedikit atap yang terbakar. Bangunan yang lain sama sekali tak terjamah api,” tutur Nazir Masjid Amal Silaturrahim H Darmansyah, Kamis (26/1).
Hingga 1987, bangunan masjid ini masih kokoh. Sampai kontraktor perumahan nasional yang dikomandoi pemerintah kota berniat membangun rumah susun di daerah tersebut. Saat itu, Darmansyah bersama warga meminta pemerintah untuk mengganti rugi bangunan masjid yang bakal digusur itu.
“Hingga rumah susun itu selesai dibangun pada 1989, masjid masih dipertahankan. Sekitar 1994 baru masjid ini direlokasi ke tempat sekarang ini (berjarak sekitar seratus meter dari tempat semula) oleh developer. Dengan ganti rugi Rp13 juta, dan bangunan masjid yang baru menghabiskan dana Rp51 juta. Dan pada 1995, baru diresmikan Wali Kota Medan saat itu Bachtiar Djafar,” tuturnya.

Pada 2004 lalu, saat bencana Tsunami Aceh, juga terjadi hal lucu menurut Darmansyah. Pasalnya, kejadian bencana alam yang fenomenal tersebut memang sangat terasa hingga ke Medan. “Pada saat itu gempa sangat terasa di sini. Dan lucunya, seluruh warga yang mayoritas Tinghoa berlarian ke masjid. Padahal sudah tentu bangunan rumah susun itu lebih kokoh dari bangunan masjid ini,” tuturnya.

Lantas ia menyeletuk kepada warga yang beramai-ramai datang ke masjid sambil ketakutan akan gempa tersebut dengan mengatakan, “Itulah, masuk Islam saja kalian,” ujarnya sambil tersenyum.

Karena kejadian tersebut pula, seluruh warga sekitar Masjid Amal Silaturrahim kini sangat menghormati keberadaan masjid berumur lebih setengah abad itu.

Saat ini, lokasi masjid dikelilingi rumah susun yang mayoritas diisi warga etnis Tionghoa. Menurut Darmansyah, tak sedikit juga warga Tionghoa yang tinggal di sekitar lokasi masjid menjadi mualaf.

“Alhamdulillah, mereka mendapatkan hidayah. Mereka memang perempuan dan terlihat turut hadir mengisi pengajian ibu-ibu yang dilaksanakan setiap Jumat siang di masjid ini,” paparnya.

Masjid yang kini memiliki luas bangunan 12×12 meter ini juga kerap menjadi tempat kunjungan para calon pemimpin daerah. “Tak dimungkiri, mereka memang datang untuk kampanye. Karena banyak warga etnis Tionghoa di sini. Namun sepertinya, ada sedikit keramat di masjid ini. Karena calon kepala daerah yang tak mau menginjakkan kaki ke masjid ini, rata-rata tak terpilih. Seperti Gatot Pudjo Nugroho, Rahudmnan Harahap dan Djulmi Eldin semua sempat mendatangi masjid ini. Gatot duduk di teras masjid, Eldin masuk ke dalam masjid, Rahudman di pelataran masjid,” tutur Darmansyah.
Namun, sesal Darmansyah, setelah mereka terpilih, mereka seperti melupakan janji-janji yang sempat mereka ucapkan untuk memperhatikan pembangunan Masjid Amal Silaturrahim ini.

“Hanya Abdillah yang sempat memberikan bantuan untuk pembangunan tempat pengajian anak-anak dan ruang serbaguna sebesar Rp50 juta. Namun, bangunan itu kini terkendala dan tak terselesaikan. Eldin juga sempat berinfak untuk pembangunan masjid ini,” ujar nya

Ia berharap ada donatur yang berbaik hati untuk merampungkan pembangunan bangunan pendukung masjid yang masih terkendala. “Jika ada donatur, kita sangat berharap bisa dibantu. Kalau harus memberikan proposal, saya ini sudah tua, dan pengalamannya dari 20 proposal yang disebar, ke-20-nya tak ada yang kembali,” kata pria berusia 61 tahun ini.

Selama ini pula, biaya operasional masjid berasal dari infaq-infaq salat Jumat. “Mudah-mudahan masih mencukupi. Sangat inginnya warga di sini agar bangunan tempat pengajian anak-anak dan ruang serbaguna itu dirampungkan adalah untuk memenuhi kebutuhan ibadah dan spiritual umat. Jika yang tua-tua ini sudah nggak ada, kita bisa tenang karena sudah ada tempat mereka (anak-anak) benimba ilmu agama di sini,” tutur Darmansyah.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/