25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Zakat Fitrah, Penyelamat Kehidupan di Akhirat

Bangsa ini sedang dibelit segudang masalah. Sekian banyak masalah ini berurat akar pada masalah ekonomi yang sampai hari ini belum mencapai keadaan yang setimbang.

Ekonomi adalah nyawa sebuah komunitas dan isu yang sangat sensitif bagi publik. Kondisi berbalik diametral, seperti kaya-miskin, atau kurang-lebih, adalah petunjuk bahwa memang Allah swt adalah Dzat yang Maha adil dan Maha Menguji. Setiap kondisi adalah ujian bagi manusia yang kelak akan diperhitungkan dan bisa berubah sewaktu-waktu menurut takdir-Nya.
Menjadi orang yang berkecukupan secara material memiliki sejumlah konsekuensi yang harus dipenuhi. Selain beribadah ritual secara pribadi, orang-orang yang diberi kelebihan harta juga harus beribadah secara sosial.

Di dalam harta yang kita terima, ada sebagian hak orang lain yang dititipkan, yang harus dipisahkan. Dalam konsep kehartabendaan dalam Islam, sebagian hak orang lain itulah yang lazim kita sebut sebagai zakat. Hukumnya adalah wajib fardhu ‘ain (wajib atas setiap individu yang memenuhi kriteria).
Untuk apa kita mengeluarkan zakat? Jawabannya karena kita memiliki harta yang cukup dan memenuhi syarat. Kaum dhuafa, mereka tidak wajib berzakat, dan sebaliknya bahkan pihak yang wajib diberi zakat. Dalam putaran kehidupan manusia, kewajiban yang melekat pada kita tergantung pada kondisi yang ditakdirkan. Seseorang misalnya, selama sekian tahun dalam kemiskinan, dia tidak wajib berzakat. Namun ketika beranjak mapan, maka dia menjadi wajib berzakat.

Secara jelas, Allah swt berfirman bahwa zakat yang dibayarkan adalah faktor pensuci jiwa, dan pembersih harta. Dengan berzakat, mata kita tidak lagi bebal dengan kondisi sekitar dan otak kita menjadi peka saat melihat kesenjangan sosial.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat kamu membersihkan dan menyucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu menjadi ketenteraman jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.At-taubah: 103)
Besaran zakat bermacam-macam tergantung tipenya. Bagi orang yang berlebih dari hasil pertanian, besarnya zakat adalah sepersepuluh (10 persen) dari hasil bersih jika menggunakan murni air hujan, atau seperduapuluh (5 persen) jika dia menggunakan teknologi dan peralatan tambahan di dalam pertaniannya.

Bagi mereka yang mendapatkan harta dari jalur niaga, besaran zakatnya adalah seperempatpuluh (2,5 persen) dari laba yang didapatkan, begitu juga bagi mereka yang bergaji. Dan mereka yang mendapatkan dari perternakan, juga ada besaran zakat yang harus dikeluarkan. Banyak ulama sudah membahas soal ini di antaranya Syaikh Yusuf Qardawi dalam kitab Fikih Zakat.

Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat wajib dikeluarkan ketika jumlah harta yang ada melampaui batas minimal kekayaan atau yang disebut nishab dan kepemilikan sudah mencapai setahun (haul). Jumlah nishab bervariasi tergantung tipe zakatnya, namun untuk zakat niaga atau profesi, nishabnya adalah 85 gram emas. Jadi jika seseorang memiliki harta yang dihitung lalu mencapai nilai setara dengan 85 gram emas, maka dia wajib berzakat.
Sumber: Kumpulan artikel
selebaran media jum’at

Berjamaah secara ekonomi
Dalam Islam, menjadi kaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan, agar bisa beramal dengan harta sebanyak-banyaknya dan menjadi jalan kemudahan bagi orang lain. Allah swt tidak pernah menurunkan uang dari langit untuk membantu hamba-Nya yang sedang kesusahan, tapi Dia menyuruh hamba-Nya yang berkecukupan untuk bersikap peduli pada sesamanya yang sedang kesusahan.

Berbuat baik dengan berzakat bukanlah untuk siapa-siapa, melainkan untuk kebaikan diri sendiri. Tidak akan berkurang kemuliaan-Nya ketika kita mencoba menipu diri dengan tidak mematuhi aturan-Nya. Yang ada justru adalah bencana yang bertubi-tubi yang akan menimpa.

Zakat kita akan menjadi penyelamat bangsa yang sedang resah karena himpitan ekonomi. Kita tidak hanya berjamaah dalam salat sebagai ibadah ritual, namun berjamaah dalam ekonomi dengan cara berbagi. Dengan begitu, insya Allah, akan lebih memaknai hidup kita. Wallahu ‘alam.

Sumber: Kumpulan artikel selebaran media jum’at

Bangsa ini sedang dibelit segudang masalah. Sekian banyak masalah ini berurat akar pada masalah ekonomi yang sampai hari ini belum mencapai keadaan yang setimbang.

Ekonomi adalah nyawa sebuah komunitas dan isu yang sangat sensitif bagi publik. Kondisi berbalik diametral, seperti kaya-miskin, atau kurang-lebih, adalah petunjuk bahwa memang Allah swt adalah Dzat yang Maha adil dan Maha Menguji. Setiap kondisi adalah ujian bagi manusia yang kelak akan diperhitungkan dan bisa berubah sewaktu-waktu menurut takdir-Nya.
Menjadi orang yang berkecukupan secara material memiliki sejumlah konsekuensi yang harus dipenuhi. Selain beribadah ritual secara pribadi, orang-orang yang diberi kelebihan harta juga harus beribadah secara sosial.

Di dalam harta yang kita terima, ada sebagian hak orang lain yang dititipkan, yang harus dipisahkan. Dalam konsep kehartabendaan dalam Islam, sebagian hak orang lain itulah yang lazim kita sebut sebagai zakat. Hukumnya adalah wajib fardhu ‘ain (wajib atas setiap individu yang memenuhi kriteria).
Untuk apa kita mengeluarkan zakat? Jawabannya karena kita memiliki harta yang cukup dan memenuhi syarat. Kaum dhuafa, mereka tidak wajib berzakat, dan sebaliknya bahkan pihak yang wajib diberi zakat. Dalam putaran kehidupan manusia, kewajiban yang melekat pada kita tergantung pada kondisi yang ditakdirkan. Seseorang misalnya, selama sekian tahun dalam kemiskinan, dia tidak wajib berzakat. Namun ketika beranjak mapan, maka dia menjadi wajib berzakat.

Secara jelas, Allah swt berfirman bahwa zakat yang dibayarkan adalah faktor pensuci jiwa, dan pembersih harta. Dengan berzakat, mata kita tidak lagi bebal dengan kondisi sekitar dan otak kita menjadi peka saat melihat kesenjangan sosial.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat kamu membersihkan dan menyucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu menjadi ketenteraman jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.At-taubah: 103)
Besaran zakat bermacam-macam tergantung tipenya. Bagi orang yang berlebih dari hasil pertanian, besarnya zakat adalah sepersepuluh (10 persen) dari hasil bersih jika menggunakan murni air hujan, atau seperduapuluh (5 persen) jika dia menggunakan teknologi dan peralatan tambahan di dalam pertaniannya.

Bagi mereka yang mendapatkan harta dari jalur niaga, besaran zakatnya adalah seperempatpuluh (2,5 persen) dari laba yang didapatkan, begitu juga bagi mereka yang bergaji. Dan mereka yang mendapatkan dari perternakan, juga ada besaran zakat yang harus dikeluarkan. Banyak ulama sudah membahas soal ini di antaranya Syaikh Yusuf Qardawi dalam kitab Fikih Zakat.

Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat wajib dikeluarkan ketika jumlah harta yang ada melampaui batas minimal kekayaan atau yang disebut nishab dan kepemilikan sudah mencapai setahun (haul). Jumlah nishab bervariasi tergantung tipe zakatnya, namun untuk zakat niaga atau profesi, nishabnya adalah 85 gram emas. Jadi jika seseorang memiliki harta yang dihitung lalu mencapai nilai setara dengan 85 gram emas, maka dia wajib berzakat.
Sumber: Kumpulan artikel
selebaran media jum’at

Berjamaah secara ekonomi
Dalam Islam, menjadi kaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan, agar bisa beramal dengan harta sebanyak-banyaknya dan menjadi jalan kemudahan bagi orang lain. Allah swt tidak pernah menurunkan uang dari langit untuk membantu hamba-Nya yang sedang kesusahan, tapi Dia menyuruh hamba-Nya yang berkecukupan untuk bersikap peduli pada sesamanya yang sedang kesusahan.

Berbuat baik dengan berzakat bukanlah untuk siapa-siapa, melainkan untuk kebaikan diri sendiri. Tidak akan berkurang kemuliaan-Nya ketika kita mencoba menipu diri dengan tidak mematuhi aturan-Nya. Yang ada justru adalah bencana yang bertubi-tubi yang akan menimpa.

Zakat kita akan menjadi penyelamat bangsa yang sedang resah karena himpitan ekonomi. Kita tidak hanya berjamaah dalam salat sebagai ibadah ritual, namun berjamaah dalam ekonomi dengan cara berbagi. Dengan begitu, insya Allah, akan lebih memaknai hidup kita. Wallahu ‘alam.

Sumber: Kumpulan artikel selebaran media jum’at

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/