Tatkala kita melakukan pe renungan atau muhasabah diri dengan melihat keadaan di sekitar, maka yang akan dirasakan adalah sebuah kepiluan dan kepedihan hati yang amat dalam yang seakan tidak percaya. Tetapi sungguh nyata, bahwa negeri elok yang buminya dipijaki oleh kerumunan manusia yang santun, berbudi dan memiliki jati diri ini, kini menjadi sebuah negeri yang hampa seperti tak bertuan.
Oleh: Drs H Hasan Maksum Nasution SH, S.PdI, MA
Karena paroh benar anak-anak bangsanya tak tahu harus mengadu kemana dan kepada siapa untuk sekedar melaporkan kalau dirinya sedang lara, lapar dan dahaga akibat tak ada lagi sesuatu yang didapat dari perut bumi yang tanah kelahirannya ini tergadai lantaran kesalahan orang-orang yang tak paham mengemban amanah yang sempat dipikulkan kepada mereka, hingga rintihan demi rintihan terus masuk ke dalam relung dengar ini yang pada gilirannya membuat hati nurani terbawa jadi linglung.
Taman yang luas dari kaya yang digambarkan sebagai gemah ripah loh jinawi, kini seakan jadi sempit yang menyebabkan rakyatnya terjepit hidup dalam kemiskinan, kemiskinan itu ditambah lagi dengan kesemrautan tatanan, sehingga hidup pun jadi tak berkepastian.
Tanda-tanda Kebesaran Allah SWT
Allah menjelaskan tanda-tanda kebesaranNya yang tersebar di alam semesta, bahkan di dalam diri manusia itu sendiri. Hingga manusia menjadi tahu, sadar dan insaf atau yakin, bahwa Allah SWT. sumber otoritas-legalitas dan loyalitas, Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana sebagai bukti tasdiq bi qalbi.
Membenarkan dalam hati atau menanamkan dalam akan sebuah keyakinan, dalam hal ini Allah SWT. sebagai sumber otoritas-legalitas dan loyalitas, firman Allah dalam surah Al-A’la ayat 14: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)”, dan “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (Surah Asy-Syam ayat 9). Oleh karena itu, membersihkan diri menjadi kewajiban dalam rangka mencapai kebenaran dalam hidup.
Allah SWT Sebagai Sumber Otoritas
Yang dimaksudkan adalah menjadikan Allah SWT. sebagai satu-satunya penguasa langit dan bumi yang memberikan otoritasNya kepada Ulil Amri, sehingga terbangun sikap berjama’ah 100 persen. Dengan terbangunnya sikap berjama’ah yang utuh semacam itu, maka dengan sendirinya terbangun pula sikap jihad 100 % sebagai ketundukan yang total terhadap otoritas Allah SWT. “Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan.” (QS.Al-Kahfi ayat 44).
Dan juga surat An-Nisa’ ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasuINya dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan RasulNya (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Allah SWT Sebagai Sumber Legalitas
Yang dimaksud adalah menjadikan Allah SWT. dengan hukum dan ketetapanNya sebagai sumber aturan/UU/hukum atau tidak menjadikan yang selain dari Allah swt. yang diperdapat dari sunnah atau teladan Rasulullah, sehingga terbangun sikap keberislaman 100 persen atau totalitas dalam Islam.
Firman Allah dalam surah Al-An’am: 57:”Katakanlah: “Sesungguhnya aku (berada) di atas hujjah yang nyata (Alquran) dari Tuhanku sedang kamu mendustainya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menegakan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan dia yang memberi keputusan yang paling baik”.
Allah SWT Sebagai Sumber Loyalitas
Yang dimaksud adalah menjadikan Allah SWT. sebagai satu satunya Ilah atau tidak menjadikan Ilah-Ilah lain selain Allah SWT., sehingga terbangun sikap ke-berserah diri-an terhadap Allah swt. secara 100 persen (totalitas) atau sikap loyal yang sepenuh-penuhnya terhadap Allah SWT., firmanNya dalam surah Al-Ahzab ayat 4: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah SWT. mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukan jalan yang benar”.
Insan muttaqin akan senantiasa memiliki cara pikir dan cara pandang yang Islami mereka telah mematrikan dan mematokan hati dan pikiuran untuk menyadarkan pada kontek keIslaman, sehingga gagasan-gagasan, buah pikiran, perkataan dan apa yang dilakukannya tidak bergeser atau melenceng dari nilai-nilai Islam. Islam menjadi ideologi bagi dirinva, karena yang dituju hanyalah satu “Mardhatillah”, keridhaan Allah SWT. Kalau aqidah tauhid itu diutamakan kenderaan, maka ideologi Islam ini adalah jalan/shiratnya, bahwa keridhaan Allah SWT. itu adalah sesuatu yang pasti, maka setiap muttaqin harus tahu dimana sekarang keridhaan Allah SWT. berada dan kesitulah potensi diri diarahkannya, firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 207: “Dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah, dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya”.
Akhirnya Allah menjelaskan, bahwa hati nurani yang mendorong kepada kebaikan dan melarang dari kejahatan, senantiasa mengawasi diri seseorang, karena sangat menginginkan keridhaan, adalah hati nurani yang berilmu yang waspada dan hati nurani yang mendapat hidayah dari Allah.
Penulis Dosen STAI Sumatera, PTI Al Hikmah, PGSD Hikmatul Fadhillah, STAI Batangkuis.