31 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Untuk Beli Sepeda

Berbanding terbalik dengan Irjen Djoko yang mampu membeli tanah delapan hektar untuk anaknya, mantan Kepala Korlantas Irjen Polisi Ursinus Medellu cuma mampu membelikan satu sepeda mini untuk kelima anaknya, itupun hasil berhutang ke Koperasi Bhayangkara.

Irjen Ursinus menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas Markas Besar Angkatan Kepolisian tahun 1965-1972. Setelah itu menjadi Kadapol (sekarang disebut Kapolda) Sumatera Utara 1972-1975. Dua jabatan tersebut merupakan “lahan basah” jika Ursinus mau korupsi. Kejujuran itulah yang diceritakan oleh anaknya, Elias Christian Medellu (40).

Akhir 1960-an, mereka tinggal di Komplek Perwira Tinggi Polri di Jl. Gatot Subroto, Jakarta. “(Di komplek itu) Cuma kami yang tidak punya sepeda. Bayangkan, anak jenderal bintang dua tidak punya sepeda. Anak Kompol, anak Kombes saja sudah naik mobil saat itu,” ujar putra sulung Ursinus itu. Untuk hidup, Ursinus hanya mengandalkan gaji yang seringkali tak cukup. Dia pun sering meminjam uang pada mertua, setelah gajian baru dibayar.

Suatu hari, Ursinus pulang membawa sebuah sepeda. Dari ibunya, Elias tahu ayahnya berhutang ke koperasi. Akibat kejujuran ayahnya, mereka sekeluarga merasakan pahitnya hidup. Elias merasakan tidak bisa kuliah karena tidak punya biaya dan cari uang dengan naik turun bus kota. “Tak ada yang tahu saya anak jenderal. Saya juga malu mengakui anak jenderal. Untuk apa?” katanya sambil tertawa.

Namun satu hal yang jelas, Elias tentunya tidak malu bahkan bangga dengan kejujuran sang ayah. Begitu juga kita yang melihat kejujuran seorang pemimpin bangsa, kita sangat bangga punya jenderal seperti itu, jenderal yang patut diteladani bangsa ini.(bbs/jpnn)

Berbanding terbalik dengan Irjen Djoko yang mampu membeli tanah delapan hektar untuk anaknya, mantan Kepala Korlantas Irjen Polisi Ursinus Medellu cuma mampu membelikan satu sepeda mini untuk kelima anaknya, itupun hasil berhutang ke Koperasi Bhayangkara.

Irjen Ursinus menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas Markas Besar Angkatan Kepolisian tahun 1965-1972. Setelah itu menjadi Kadapol (sekarang disebut Kapolda) Sumatera Utara 1972-1975. Dua jabatan tersebut merupakan “lahan basah” jika Ursinus mau korupsi. Kejujuran itulah yang diceritakan oleh anaknya, Elias Christian Medellu (40).

Akhir 1960-an, mereka tinggal di Komplek Perwira Tinggi Polri di Jl. Gatot Subroto, Jakarta. “(Di komplek itu) Cuma kami yang tidak punya sepeda. Bayangkan, anak jenderal bintang dua tidak punya sepeda. Anak Kompol, anak Kombes saja sudah naik mobil saat itu,” ujar putra sulung Ursinus itu. Untuk hidup, Ursinus hanya mengandalkan gaji yang seringkali tak cukup. Dia pun sering meminjam uang pada mertua, setelah gajian baru dibayar.

Suatu hari, Ursinus pulang membawa sebuah sepeda. Dari ibunya, Elias tahu ayahnya berhutang ke koperasi. Akibat kejujuran ayahnya, mereka sekeluarga merasakan pahitnya hidup. Elias merasakan tidak bisa kuliah karena tidak punya biaya dan cari uang dengan naik turun bus kota. “Tak ada yang tahu saya anak jenderal. Saya juga malu mengakui anak jenderal. Untuk apa?” katanya sambil tertawa.

Namun satu hal yang jelas, Elias tentunya tidak malu bahkan bangga dengan kejujuran sang ayah. Begitu juga kita yang melihat kejujuran seorang pemimpin bangsa, kita sangat bangga punya jenderal seperti itu, jenderal yang patut diteladani bangsa ini.(bbs/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/