23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Tokoh Muslim:Lindungi Umat Kristen dari Intimidasi

Pembakaran sebuah rumah ibadah oleh kelompok radikal di Sumatera Barat pada 2003 lalu, membuat kekhawatiran keluarga-keluarga Katolik di tempat tersebut. Mereka terpaksa melakukan ibadah secara sembunyi-sembunyi. Hal inilah yang membuat seorang tokoh Muslim terkemuka menjadi prihatin dan meminta agar mereka dilindungi.
Deri Susanto, seorang ‘wali nagari’ -setingkat lurah- di Transad (Transmigrasi Angakatan Darat) Indrapura Utara, mengatakan kebebasan beragama bagi non Muslim di sana masih terancam. Ia sendiri mengatakan tidak berdaya dengan kondisi tersebut karena ia hanya seorang pegawai di tingkat rendah.

“Warga di sini, yang kebanyakan Muslim, tidak keberatan dengan penggunaan rumah sebagai tempat ibadah, karena mereka ingin hidup harmonis dengan orang lain,” kata Deri, Rabu (6/4) lalu di Painan, ibukota Kabupaten Pesisir Selatan.

Anggota tim KUB Provinsi Sumatera Barat mengunjungi Painan untuk berdialog dengan bupati dan jajarannya membahas tentang kehidupan beragama di wilayah tersebut dan untuk menemukan cara meningkatkan keharmonisan antaragama. Dalam pertemuan itu hadir Sekretaris Daerah Kabupaten Rosman Effendi, camat dan walinagari (setingkat lurah) di kabupaten yang mengakui bahwa pemerintah belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan umat beragama, termasuk kebutuhan rumah ibadah.

Pastor Alexius Sudarmanto dari Keuskupan Padang, mengatakan tak ada satupun tempat bagi umat Katolik untuk beribadah di sekitar Transad. Pastor yang sekali sebulan mengunjungi Indrapura Utara, merayakan Ekarisiti di rumah salah satu umat. Satu-satunya tempat yang disediakan TNI di Transad juga dipermasalahkan dan tidak dapat digunakan.

Ia menuturkan kalau tidak ada kunjungan pastor, umat pun tidak berkumpul untuk beribadat pada hari Minggu. Bahkan ada yang ke gereja di Bengkulu yang jaraknya mencapai 60 kilometer. Ia mengaku mengurus izin pendirian tempat ibadah di daerah tersebut tidak mudah karena harus mengikuti persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) yakni sedikitnya 90 orang yang dibuktikan dengan KTP,  serta dukungan 60 warga masyarakat yang dibuktikan dengan tanda tangan  dan KTP.(bbs/jc)

Pembakaran sebuah rumah ibadah oleh kelompok radikal di Sumatera Barat pada 2003 lalu, membuat kekhawatiran keluarga-keluarga Katolik di tempat tersebut. Mereka terpaksa melakukan ibadah secara sembunyi-sembunyi. Hal inilah yang membuat seorang tokoh Muslim terkemuka menjadi prihatin dan meminta agar mereka dilindungi.
Deri Susanto, seorang ‘wali nagari’ -setingkat lurah- di Transad (Transmigrasi Angakatan Darat) Indrapura Utara, mengatakan kebebasan beragama bagi non Muslim di sana masih terancam. Ia sendiri mengatakan tidak berdaya dengan kondisi tersebut karena ia hanya seorang pegawai di tingkat rendah.

“Warga di sini, yang kebanyakan Muslim, tidak keberatan dengan penggunaan rumah sebagai tempat ibadah, karena mereka ingin hidup harmonis dengan orang lain,” kata Deri, Rabu (6/4) lalu di Painan, ibukota Kabupaten Pesisir Selatan.

Anggota tim KUB Provinsi Sumatera Barat mengunjungi Painan untuk berdialog dengan bupati dan jajarannya membahas tentang kehidupan beragama di wilayah tersebut dan untuk menemukan cara meningkatkan keharmonisan antaragama. Dalam pertemuan itu hadir Sekretaris Daerah Kabupaten Rosman Effendi, camat dan walinagari (setingkat lurah) di kabupaten yang mengakui bahwa pemerintah belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan umat beragama, termasuk kebutuhan rumah ibadah.

Pastor Alexius Sudarmanto dari Keuskupan Padang, mengatakan tak ada satupun tempat bagi umat Katolik untuk beribadah di sekitar Transad. Pastor yang sekali sebulan mengunjungi Indrapura Utara, merayakan Ekarisiti di rumah salah satu umat. Satu-satunya tempat yang disediakan TNI di Transad juga dipermasalahkan dan tidak dapat digunakan.

Ia menuturkan kalau tidak ada kunjungan pastor, umat pun tidak berkumpul untuk beribadat pada hari Minggu. Bahkan ada yang ke gereja di Bengkulu yang jaraknya mencapai 60 kilometer. Ia mengaku mengurus izin pendirian tempat ibadah di daerah tersebut tidak mudah karena harus mengikuti persyaratan yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) yakni sedikitnya 90 orang yang dibuktikan dengan KTP,  serta dukungan 60 warga masyarakat yang dibuktikan dengan tanda tangan  dan KTP.(bbs/jc)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/