30 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Menikmati Paduan Arsitektur Sekaligus Belajar Sejarah di Masjid Muhammad Cheng Hoo

SUMUTPOS.CO – Selain masjid, di dalam kompleks Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi juga ada taman kanak-kanak, tempat pendidikan Alquran, dan pondok pesantren. Turut memperkuat destinasi city tourism kabupaten di ujung timur Jawa tersebut.

SINAR lampu menerangi mulai dari pintu gerbang masjid yang didesain tanpa daun pintu. Bentuk gapuranya menggunakan gaya arsitektur khas kelenteng. Sementara itu, ornamen bangunan dan aksesori masjid kental antara perpaduan seni kaligrafi Arab dan aksara Tionghoa dengan dominasi warna merah, hijau, serta kuning.

Karena itu, Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi, Jawa Timur, itu bisa dibilang salah satu monumen keberagaman pelestarian kebudayaan di Nusantara. Sekaligus mengukuhkan Islam sebagai ajaran yang rahmatan lil-alamin (rahmat bagi semesta alam).

Masjid di Kelurahan Sumberejo, Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi, itu dibangun di atas lahan milik salah satu pengusaha sukses di kabupaten di ujung timur Pulau Jawa tersebut: Kadapi Kadiso. Masjid ini merupakan Masjid Muhammad Cheng Hoo kesepuluh yang tersebar di seluruh Indonesia.

Berdirinya masjid dengan ukuran 28 x 28 meter dengan total luas lahan 2,5 ha itu inisiatif warga keturunan Tionghoa yang tergabung dalam Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Donatur pembangunan masjid yang diresmikan pada 26 November 2016 itu berasal dari masyarakat setempat, warga Tionghoa, serta Persatuan Islam Tionghoa Indonesia Jawa Timur.

Tarawih di Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi

“Haji Muhammad Cheng Hoo yang menjadi nama masjid merupakan bentuk penghormatan kepada Muhammad Cheng Hoo,” kata Ketua Dewan Pembina Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi Kadapi Kadiso kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi.

Dia, lanjut Kadapi, seorang laksamana Tiongkok yang dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara bukan hanya berdagang. Tapi, juga menyebarkan agama Islam. Laksamana Cheng Hoo merupakan pelaut muslim asal Yunnan, Tiongkok, yang melakukan penjelajahan antara tahun 1405 M sampai 1433 M. Dia merupakan orang kepercayaan Kaisar Ketiga Dinasti Ming, Kaisar Yongle, untuk melakukan pelayaran dengan tujuan memetakan wilayah yang mungkin bisa dijadikan perluasan kekuasaannya.

Sebagai bentuk penghormatan, sejarah singkat mengenai Laksamana Cheng Hoo juga diabadikan dalam prasasti batu marmer berukuran tinggi 2 meter yang dipasang pada dinding dekat bangunan masjid. Batu prasasti itu diterjemahkan dalam tiga bahasa sebagai perpaduan budaya: Indonesia, Inggris, dan Mandarin.

Bangunan gedung masjid itu mirip pagoda, sangat terbuka dan tidak ada sekat berupa dinding tembok. Hanya pilar penyangga bangunan yang memutar mengelilingi masjid dengan warna kuning dan merah.

Arsitektur bangunan Masjid Cheng Hoo merupakan hasil ikhtiar dan studi banding dengan menelan anggaran sebesar Rp 2 miliar. Berbeda dengan masjid pada umumnya, masjid ini dilengkapi dengan lounge. “Bagi tamu yang sedang berhalangan atau datang bulan masih bisa nyaman menunggu di lounge,” jelas Kadapi.

Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi juga dilengkapi dengan beduk berukuran raksasa yang dibeli langsung dari perajin beduk di Kudus dengan harga Rp72 juta. Beduk tetap dipertahankan sebagai warisan budaya Islam Nusantara. Setiap pelaksanaan salat lima waktu, beduk juga masih ditabuh dan dibunyikan.

Tak sekadar bangunan masjid, di lokasi seluas 2,5 ha itu juga terdapat sekolah taman kanak-kanak, tempat pendidikan Alquran, sekaligus pondok pesantren. ’’Selama bulan Ramadan, santri libur dan pulang semua, tinggal TPQ dan taman kanak-kanak saja yang masih ada,” terang bapak tiga anak itu.

Untuk perawatan harian, masjid yang kini menjadi salah satu destinasi wisata city tour di Banyuwangi itu juga rutin dibersihkan. Ada dua petugas cleaning service yang bertugas khusus menjaga kebersihan, keindahan, serta kerapian masjid.

Tak hanya di dalam masjid, kebersihan halaman masjid juga tetap dijaga. Ada dua tukang kebun yang bertugas menjaga areal halaman masjid, sekolah, hingga pondok pesantren. “Setiap tamu yang datang disambut olah security sehingga siapa pun yang datang akan membawa kesan yang baik,” tegasnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi M Yanuarto Bramuda menambahkan, Masjid Cheng Hoo atau yang juga dikenal dengan nama Masjid Cheng Hoo dikenal karena arsitektur dan desainnya yang megah dan mengesankan. Masjid itu, lanjut Bramuda, ikon Islami destinasi wisata yang menawarkan pengalaman khas bagi para wisatawan. Wisatawan bisa menikmati keindahan arsitektur dan desainnya sekaligus mengenal sejarah terkait dengan masjid.

“Bangunannya yang unik menampilkan kekayaan budaya Islam di Indonesia. Menjadikan Masjid Cheng Hoo salah satu pilihan wisatawan, terutama segmen religi, jika datang ke Banyuwangi,” terang Bramuda.

Masjid Cheng Hoo merupakan kawasan penunjang destinasi city tourism (wisata dalam kota) di Banyuwangi. Letaknya juga tak terlalu jauh dari Terminal Wisata Terpadu di Kelurahan Sobo. Tak sekadar tempat untuk ibadah dan tempat berlangsungnya menimba ilmu agama melalui TPQ dan pondok pesantren. Berbagai kegiatan juga kerap dilakukan oleh pengurus yayasan masjid.

“Kegiatan olahraga, pemeriksaan kesehatan, bakti sosial, seni budaya semuanya dilakukan di lokasi Masjid Cheng Hoo Banyuwangi ini. Inilah cara baru pengurus yayasan dalam memakmurkan masjid,” katanya. (*/aif/c6/ttg/jpg)

SUMUTPOS.CO – Selain masjid, di dalam kompleks Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi juga ada taman kanak-kanak, tempat pendidikan Alquran, dan pondok pesantren. Turut memperkuat destinasi city tourism kabupaten di ujung timur Jawa tersebut.

SINAR lampu menerangi mulai dari pintu gerbang masjid yang didesain tanpa daun pintu. Bentuk gapuranya menggunakan gaya arsitektur khas kelenteng. Sementara itu, ornamen bangunan dan aksesori masjid kental antara perpaduan seni kaligrafi Arab dan aksara Tionghoa dengan dominasi warna merah, hijau, serta kuning.

Karena itu, Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi, Jawa Timur, itu bisa dibilang salah satu monumen keberagaman pelestarian kebudayaan di Nusantara. Sekaligus mengukuhkan Islam sebagai ajaran yang rahmatan lil-alamin (rahmat bagi semesta alam).

Masjid di Kelurahan Sumberejo, Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi, itu dibangun di atas lahan milik salah satu pengusaha sukses di kabupaten di ujung timur Pulau Jawa tersebut: Kadapi Kadiso. Masjid ini merupakan Masjid Muhammad Cheng Hoo kesepuluh yang tersebar di seluruh Indonesia.

Berdirinya masjid dengan ukuran 28 x 28 meter dengan total luas lahan 2,5 ha itu inisiatif warga keturunan Tionghoa yang tergabung dalam Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Donatur pembangunan masjid yang diresmikan pada 26 November 2016 itu berasal dari masyarakat setempat, warga Tionghoa, serta Persatuan Islam Tionghoa Indonesia Jawa Timur.

Tarawih di Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi

“Haji Muhammad Cheng Hoo yang menjadi nama masjid merupakan bentuk penghormatan kepada Muhammad Cheng Hoo,” kata Ketua Dewan Pembina Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi Kadapi Kadiso kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi.

Dia, lanjut Kadapi, seorang laksamana Tiongkok yang dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara bukan hanya berdagang. Tapi, juga menyebarkan agama Islam. Laksamana Cheng Hoo merupakan pelaut muslim asal Yunnan, Tiongkok, yang melakukan penjelajahan antara tahun 1405 M sampai 1433 M. Dia merupakan orang kepercayaan Kaisar Ketiga Dinasti Ming, Kaisar Yongle, untuk melakukan pelayaran dengan tujuan memetakan wilayah yang mungkin bisa dijadikan perluasan kekuasaannya.

Sebagai bentuk penghormatan, sejarah singkat mengenai Laksamana Cheng Hoo juga diabadikan dalam prasasti batu marmer berukuran tinggi 2 meter yang dipasang pada dinding dekat bangunan masjid. Batu prasasti itu diterjemahkan dalam tiga bahasa sebagai perpaduan budaya: Indonesia, Inggris, dan Mandarin.

Bangunan gedung masjid itu mirip pagoda, sangat terbuka dan tidak ada sekat berupa dinding tembok. Hanya pilar penyangga bangunan yang memutar mengelilingi masjid dengan warna kuning dan merah.

Arsitektur bangunan Masjid Cheng Hoo merupakan hasil ikhtiar dan studi banding dengan menelan anggaran sebesar Rp 2 miliar. Berbeda dengan masjid pada umumnya, masjid ini dilengkapi dengan lounge. “Bagi tamu yang sedang berhalangan atau datang bulan masih bisa nyaman menunggu di lounge,” jelas Kadapi.

Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi juga dilengkapi dengan beduk berukuran raksasa yang dibeli langsung dari perajin beduk di Kudus dengan harga Rp72 juta. Beduk tetap dipertahankan sebagai warisan budaya Islam Nusantara. Setiap pelaksanaan salat lima waktu, beduk juga masih ditabuh dan dibunyikan.

Tak sekadar bangunan masjid, di lokasi seluas 2,5 ha itu juga terdapat sekolah taman kanak-kanak, tempat pendidikan Alquran, sekaligus pondok pesantren. ’’Selama bulan Ramadan, santri libur dan pulang semua, tinggal TPQ dan taman kanak-kanak saja yang masih ada,” terang bapak tiga anak itu.

Untuk perawatan harian, masjid yang kini menjadi salah satu destinasi wisata city tour di Banyuwangi itu juga rutin dibersihkan. Ada dua petugas cleaning service yang bertugas khusus menjaga kebersihan, keindahan, serta kerapian masjid.

Tak hanya di dalam masjid, kebersihan halaman masjid juga tetap dijaga. Ada dua tukang kebun yang bertugas menjaga areal halaman masjid, sekolah, hingga pondok pesantren. “Setiap tamu yang datang disambut olah security sehingga siapa pun yang datang akan membawa kesan yang baik,” tegasnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi M Yanuarto Bramuda menambahkan, Masjid Cheng Hoo atau yang juga dikenal dengan nama Masjid Cheng Hoo dikenal karena arsitektur dan desainnya yang megah dan mengesankan. Masjid itu, lanjut Bramuda, ikon Islami destinasi wisata yang menawarkan pengalaman khas bagi para wisatawan. Wisatawan bisa menikmati keindahan arsitektur dan desainnya sekaligus mengenal sejarah terkait dengan masjid.

“Bangunannya yang unik menampilkan kekayaan budaya Islam di Indonesia. Menjadikan Masjid Cheng Hoo salah satu pilihan wisatawan, terutama segmen religi, jika datang ke Banyuwangi,” terang Bramuda.

Masjid Cheng Hoo merupakan kawasan penunjang destinasi city tourism (wisata dalam kota) di Banyuwangi. Letaknya juga tak terlalu jauh dari Terminal Wisata Terpadu di Kelurahan Sobo. Tak sekadar tempat untuk ibadah dan tempat berlangsungnya menimba ilmu agama melalui TPQ dan pondok pesantren. Berbagai kegiatan juga kerap dilakukan oleh pengurus yayasan masjid.

“Kegiatan olahraga, pemeriksaan kesehatan, bakti sosial, seni budaya semuanya dilakukan di lokasi Masjid Cheng Hoo Banyuwangi ini. Inilah cara baru pengurus yayasan dalam memakmurkan masjid,” katanya. (*/aif/c6/ttg/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/