32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Ancaman Serius Sampah Sachet, Sungai Watch Tuntut Tanggung Jawab Produsen

JAKARTA, SUMUTPOS.CO — Sampah sachet secara nyata menjadi masalah serius di masa depan apabila tidak segera dibenahi. Pasalnya, sachet dari brand seperti Wings Group, Mayora, Unilever, dan Indofood selalu menjadi sampah terbanyak setiap kali dilakukan kegiatan bersih-bersih lingkungan.

Teranyar, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Sungai Watch mendapati bahwa Sachet menjadi masalah sampah yang serius. Co-Founder Sungai Watch, Sam Bencheghib menegaskan bahwa sachet merupakan tiga sampah terbanyak yang selalu ditemukan.

“Ini (sampah sachet) setara dengan 6 persen dari total berat sampah yang kami kumpulkan,” kata Sam Bencheghib dalam akun instagram @sungaiwatch.

Dia melanjutkan, sachet merupakan musuh bersama karena bersifat multilayer dan sangat sulit untuk memisahkan setiap lapisan yang ada. Plastik multilayer seperti ini merupakan sampah yang teramat sangat sulit untuk di daur ulang.

Berdasarkan laporan kegiatan Sungai Watch memperoleh waste audit di mana 6 persen atau sekitar 91.667 dari limbah yang terjaring merupakan sampah saset. Kemasan tersebut merupakan golongan sampah tidak bisa di daur ulang, bersamaan dengan sampah kain (5 persen).

Sementara kaca, sandal dan kemasan PET menyumbang empat persen dari total 844.936 ton sampah yang terkumpul. Adapun pengauditan sampah ini dirangkum dalam sebuah laporan berjudul ‘Sungai Watch Impact Report 2023’.

Hal ini tertangkap dari laporan Sungai Watch Impact Report 2023. Mereka melakukan penjaringan sampah dengan memasang jaring di hulu sungai. Jaring dipasang pada sungai-sungai di Bali dan Banyuwangi Jawa Timur.

Melihat ancaman tersebut, Sam Bencheghib mendesak agar setiap produsen harus bertanggung jawab atas produk mereka dan dampak yang dihasilkan setelahnya. Dia menegaskan, produsen perlu melakukan berinovasi dan beralih menggunakan material yang berkelanjutan dan mudah didaur ulang.

“Konsumen juga harus lebih kritis dan memperhatikan produk yang mereka pilih agar tidak menggunakan kemasan sekali pakai seperti sachet,” katanya.

Sensus Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) juga mendapati bahwa bungkus sachet merupakan sampah yang paling sering terjaring operasi. Sachet mendominasi total 25.733 sampah plastik yang dikumpulkan.

Hasil brand audit yang dilakukan menemukan bahwa Mayora masuk sebagai lima penyumbang sampah terbanyak di Indonesia. Mayora bersanding bersama dengan Unilever, Wings Food dan Indofood.

Hasilnya, Mayora sebagai induk dari PT Fresindo Jaya sebagai produsen galon sekali pakai menyumbang 8,1 persen sampah plastik. Di atasnya ada Indofood (10,1%) Unilever (12,3%) Wings (16,4%) dan tak bermerek (37%).

“Kami nilai mereka-mereka ini hanya memikirkan keuntungan tanpa melihat dampak buruk bagi lingkungan,” kata Koordinator Program Sensus Sampah Plastik Indonesia, Muhammad Kholid Basyaiban.

Sensus dilakukan dengan menyusuri serta melakukan audit sampah di 64 titik lokasi di 30 kabupaten kota di 13 provinsi di Indonesia. Sensus menjadi audit sampah plastik di perairan yang pertama kali dilakukan di jumlah titik terbanyak di Indonesia.

Adapun, daerah yang menjadi target yakni di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan Papua Barat. Pemilihan wilayah tersebut dilakukan dengan menggunakan proporsi sampling dimana penentuan lokasinya dilihat dari lingkungan yang dijadikan fokus untuk penelitiannya. (rel/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO — Sampah sachet secara nyata menjadi masalah serius di masa depan apabila tidak segera dibenahi. Pasalnya, sachet dari brand seperti Wings Group, Mayora, Unilever, dan Indofood selalu menjadi sampah terbanyak setiap kali dilakukan kegiatan bersih-bersih lingkungan.

Teranyar, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Sungai Watch mendapati bahwa Sachet menjadi masalah sampah yang serius. Co-Founder Sungai Watch, Sam Bencheghib menegaskan bahwa sachet merupakan tiga sampah terbanyak yang selalu ditemukan.

“Ini (sampah sachet) setara dengan 6 persen dari total berat sampah yang kami kumpulkan,” kata Sam Bencheghib dalam akun instagram @sungaiwatch.

Dia melanjutkan, sachet merupakan musuh bersama karena bersifat multilayer dan sangat sulit untuk memisahkan setiap lapisan yang ada. Plastik multilayer seperti ini merupakan sampah yang teramat sangat sulit untuk di daur ulang.

Berdasarkan laporan kegiatan Sungai Watch memperoleh waste audit di mana 6 persen atau sekitar 91.667 dari limbah yang terjaring merupakan sampah saset. Kemasan tersebut merupakan golongan sampah tidak bisa di daur ulang, bersamaan dengan sampah kain (5 persen).

Sementara kaca, sandal dan kemasan PET menyumbang empat persen dari total 844.936 ton sampah yang terkumpul. Adapun pengauditan sampah ini dirangkum dalam sebuah laporan berjudul ‘Sungai Watch Impact Report 2023’.

Hal ini tertangkap dari laporan Sungai Watch Impact Report 2023. Mereka melakukan penjaringan sampah dengan memasang jaring di hulu sungai. Jaring dipasang pada sungai-sungai di Bali dan Banyuwangi Jawa Timur.

Melihat ancaman tersebut, Sam Bencheghib mendesak agar setiap produsen harus bertanggung jawab atas produk mereka dan dampak yang dihasilkan setelahnya. Dia menegaskan, produsen perlu melakukan berinovasi dan beralih menggunakan material yang berkelanjutan dan mudah didaur ulang.

“Konsumen juga harus lebih kritis dan memperhatikan produk yang mereka pilih agar tidak menggunakan kemasan sekali pakai seperti sachet,” katanya.

Sensus Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) juga mendapati bahwa bungkus sachet merupakan sampah yang paling sering terjaring operasi. Sachet mendominasi total 25.733 sampah plastik yang dikumpulkan.

Hasil brand audit yang dilakukan menemukan bahwa Mayora masuk sebagai lima penyumbang sampah terbanyak di Indonesia. Mayora bersanding bersama dengan Unilever, Wings Food dan Indofood.

Hasilnya, Mayora sebagai induk dari PT Fresindo Jaya sebagai produsen galon sekali pakai menyumbang 8,1 persen sampah plastik. Di atasnya ada Indofood (10,1%) Unilever (12,3%) Wings (16,4%) dan tak bermerek (37%).

“Kami nilai mereka-mereka ini hanya memikirkan keuntungan tanpa melihat dampak buruk bagi lingkungan,” kata Koordinator Program Sensus Sampah Plastik Indonesia, Muhammad Kholid Basyaiban.

Sensus dilakukan dengan menyusuri serta melakukan audit sampah di 64 titik lokasi di 30 kabupaten kota di 13 provinsi di Indonesia. Sensus menjadi audit sampah plastik di perairan yang pertama kali dilakukan di jumlah titik terbanyak di Indonesia.

Adapun, daerah yang menjadi target yakni di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Lampung, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan Papua Barat. Pemilihan wilayah tersebut dilakukan dengan menggunakan proporsi sampling dimana penentuan lokasinya dilihat dari lingkungan yang dijadikan fokus untuk penelitiannya. (rel/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/