25 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Saksi Pemilu Diusulkan Dibiayai Negara

JAKARTA – Calon legislator yang akan bertarung pada Pemilihan Umum 2014 mengusulkan agar negara ikut berperan membiayai saksi pemungutan suara. Kebutuhan saksi termasuk dalam komponen kampanye yang menelan banyak biaya.

“Kenapa tidak direalisasikan usul negara ikut membayar saksi?” kata Taufik Hidayat, calon legislator dari Partai Persatuan Pembangunan, dalam diskusi di kantor KPU, Jakarta, Jumat (31/5).

Taufik mengatakan, biaya yang harus dikeluarkan calon dan partai untuk mengongkosi saksi cukup besar. Terlebih lagi, para saksi harus disebar di setiap tempat pemungutan suara untuk menjamin rekapitulasi suara sesuai dengan fakta.

Calon legislator dari Partai Golkar, Leo Nababan, mengatakan hal serupa. Keharusan calon mempekerjakan saksi memakan banyak biaya. Namun, jika calon tak menyewa saksi, dikhawatirkan rekapitulasi suara dimanipulasi. “Hilang suara kami jika tak ada saksi,” ujarnya.
Wasekjen Partai Golkar ini mengusulkan agar negara membiayai saksi-saksi dalam pemilihan umum (Pemilu). Leo menilai pembiayaan saksi selama ini justru membebani para calon legislatif (caleg).

“Wajar saja caleg keluar banyak uang karena kita harus membiayai saksi-saksi di TPS. Partai juga tidak membiayainya,” katanya.

Leo menuturkan, rata-rata seorang caleg harus mengeluarkan uang pribadi dari Rp300 ribu sampai dengan Rp400 ribu untuk membayar setiap saksi. Oleh karena itu, biaya politik yang di keluarkan mereka cukup tinggi. “Negara harus bertanggung jawab kalau kita mau rendah biayanya,” ujarnya.

Leo melanjutkan, kondisi yang berbeda terjadi di negara lain. Di sana, katanya, negara menanggung biaya para saksi. “Wacana negara membiayai partai terlalu jauh. Cukup saksinya saja dibiayai,” terangnya.

Dalam disertasinya beberapa waktu lalu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung memprediksi biaya politik yang dikeluarkan oleh para calon anggota legislatif (caleg) dalam Pemilu tahun 2014 mendatang akan melonjak tajam. Sebab, sistem Pemilu yang dianut masih tetap sama, yaitu proporsional terbuka.
Dalam disertasinya, Pramono yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI itu meneliti tentang kecenderungan kenaikan biaya politik dari pemilu 2004 ke Pemilu 2009. Hasilnya adalah kenaikan yang kian ‘gila’, mencapai 3,5 kali lebih besar.

“Dari Rp800 juta menjadi Rp1,2 miliar sampai dengan Rp2 miliar untuk tahun 2009. Menunjukkan pembiayaan cukup besar,” ujarnya dalam satu seminar di Jakarta, pertengahan Maret lalu.

Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraeni, mengatakan, saksi yang dibiayai negara bisa mengurangi biaya kampanye dalam jumlah signifikan. Usul negara membiayai saksi sebenarnya sudah ada sejak lama, namun tindak lanjutnya nihil. “Agak aneh kenapa baru sekarang usul itu disampaikan lagi,” katanya. (umi/jpnn)

JAKARTA – Calon legislator yang akan bertarung pada Pemilihan Umum 2014 mengusulkan agar negara ikut berperan membiayai saksi pemungutan suara. Kebutuhan saksi termasuk dalam komponen kampanye yang menelan banyak biaya.

“Kenapa tidak direalisasikan usul negara ikut membayar saksi?” kata Taufik Hidayat, calon legislator dari Partai Persatuan Pembangunan, dalam diskusi di kantor KPU, Jakarta, Jumat (31/5).

Taufik mengatakan, biaya yang harus dikeluarkan calon dan partai untuk mengongkosi saksi cukup besar. Terlebih lagi, para saksi harus disebar di setiap tempat pemungutan suara untuk menjamin rekapitulasi suara sesuai dengan fakta.

Calon legislator dari Partai Golkar, Leo Nababan, mengatakan hal serupa. Keharusan calon mempekerjakan saksi memakan banyak biaya. Namun, jika calon tak menyewa saksi, dikhawatirkan rekapitulasi suara dimanipulasi. “Hilang suara kami jika tak ada saksi,” ujarnya.
Wasekjen Partai Golkar ini mengusulkan agar negara membiayai saksi-saksi dalam pemilihan umum (Pemilu). Leo menilai pembiayaan saksi selama ini justru membebani para calon legislatif (caleg).

“Wajar saja caleg keluar banyak uang karena kita harus membiayai saksi-saksi di TPS. Partai juga tidak membiayainya,” katanya.

Leo menuturkan, rata-rata seorang caleg harus mengeluarkan uang pribadi dari Rp300 ribu sampai dengan Rp400 ribu untuk membayar setiap saksi. Oleh karena itu, biaya politik yang di keluarkan mereka cukup tinggi. “Negara harus bertanggung jawab kalau kita mau rendah biayanya,” ujarnya.

Leo melanjutkan, kondisi yang berbeda terjadi di negara lain. Di sana, katanya, negara menanggung biaya para saksi. “Wacana negara membiayai partai terlalu jauh. Cukup saksinya saja dibiayai,” terangnya.

Dalam disertasinya beberapa waktu lalu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung memprediksi biaya politik yang dikeluarkan oleh para calon anggota legislatif (caleg) dalam Pemilu tahun 2014 mendatang akan melonjak tajam. Sebab, sistem Pemilu yang dianut masih tetap sama, yaitu proporsional terbuka.
Dalam disertasinya, Pramono yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI itu meneliti tentang kecenderungan kenaikan biaya politik dari pemilu 2004 ke Pemilu 2009. Hasilnya adalah kenaikan yang kian ‘gila’, mencapai 3,5 kali lebih besar.

“Dari Rp800 juta menjadi Rp1,2 miliar sampai dengan Rp2 miliar untuk tahun 2009. Menunjukkan pembiayaan cukup besar,” ujarnya dalam satu seminar di Jakarta, pertengahan Maret lalu.

Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraeni, mengatakan, saksi yang dibiayai negara bisa mengurangi biaya kampanye dalam jumlah signifikan. Usul negara membiayai saksi sebenarnya sudah ada sejak lama, namun tindak lanjutnya nihil. “Agak aneh kenapa baru sekarang usul itu disampaikan lagi,” katanya. (umi/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/