25 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Sejumlah Aplikasi Diblokir, LBH Anggap Kemenkominfo Otoriter

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia disebut telah memblokir delapan situs dan aplikasi dengan traffic tinggi yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA).

Pemblokiran dilakukan dengan alasan situs dan aplikasi tersebut, tidak terdaftar resmi dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Direktur Eksekutif LBH Jakarta Arif Maulana menyatakan, pemblokiran situs internet dan aplikasi tersebut telah melahirkan apa yang disebut sebagai otoritarianisme yang memanfaatkan kuasa digital, dalam rangka mengendalikan teknologi sebagai alat melindungi kepentingan (digital authoritarianism).

“Sehingga memblokir atau mematikan situs internet dan aplikasi yang tidak memenuhi syarat pembatasan adalah tindakan yang tidak pernah dapat dibenarkan,” kata Arif dalam keterangan tertulis, Minggu (31/7).

Menurut Arif, pemblokiran situs dan aplikasi tersebut berdampak serius terhadap HAM, yakni hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi, hak atas kebebasan berekspresi dan hak atas privasi sebagaimana ketentuan UUD RI 1945.

Selain itu, dapat juga melanggar hak-hak lainnya seperti mata pencaharian (dampak ekonomi) dalam kaitan hak atas penghidupan yang layak (Hak atas Pekerjaan), hak untuk bahagia, hak mengembangkan diri, dan hak lainnya bagi pengguna situs internet dan aplikasi mengingat sifat HAM adalah universal, tidak terpisahkan, saling tergantung dan saling terkait satu dengan yang lainnya (universal, indivisible, interdependent and interrelated).

“Hal tersebut juga pernah disampaikan oleh Pelapor Khusus PBB untuk Promosi dan Perlindungan Hak untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi (the United Nations Special Rapporteur on the Promotion and Protection of the Right to Freedom of Opinion and Expression) yang menyatakan bahwa menghentikan dan menyaring (blocking and filtering) pengguna dari akses internet, terlepas dari justifikasi yang diberikan, menjadi tidak proporsional,” ucap Arif.

Dengan demikian, kata Arif, merupakan pelanggaran terhadap pasal 19 Paragraf 3 ICCPR, sehingga mengimbau semua negara untuk memastikan bahwa akses internet dipertahankan setiap saat, termasuk selama masa kerusuhan politik.

“Pemblokiran (Pembatasan HAM) tersebut dilakukan secara sewenang-wenang karena tidak melalui Putusan Pengadilan sehingga menghilangkan prinsip transparansi, keadilan dan perlakuan setara (equal treatment) berdasarkan Prinsip Pembatasan-Pembatasan Yang Diijinkan (Permissible Limitations),” ujar Arif.

LBH Jakarta menilai, Pembatasan Sistem Internet dan Aplikasi harus memenuhi syarat setidaknya berdasarkan ditetapkan oleh undang-undang (Prescribed by Law), dilakukan dalam masyarakat yang demokratis, ketertiban umum (Public order), kesehatan masyarakat, moral publik, keamanan nasional, keselamatan publik, hak dan kebebasan orang lain atau hak dan reputasi orang lain.

Seharusnya ada tujuan yang sah (legitimate aim), dan harus dibuktikan bahwa pembatasan tersebut diperlukan secara proporsional (Necessary) dan kesemuanya syarat pembatasan tersebut harus dibuktikan melalui forum yang transparan, keadilan dan perlakuan yang setara di Pengadilan karena beban justifikasi atau pembuktian pembatasan bertumpu pada negara.

“Oleh karenanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat tidak memiliki legitimasi yang sesuai dengan Standar dan Mekanisme Pembatasan HAM untuk melakukan Pemblokiran situs internet dan aplikasi,” pungkas Arif.

Sebelumnya, Kemenkominfo mulai menjalankan sanksi tegas berupa pemblokiran terhadap penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang belum mendaftarkan diri pada pemerintah Indonesia setelah lewatnya tenggat akhir pada 20 Juli lalu. Beberapa platform digital besar dilaporkan tidak dapat diakses dan ramai menjadi perbincangan warganet sepanjang Sabtu (30/7).

Beberapa platform tersebut, antara lain, tiga distributor game besar, yakni Epic Game, Steam, dan Origin milik Electronic Arts (EA).

Kemudian, ada situs penyedia layanan mesin pencari Yahoo. Ada pula situs game Counter Strike dan Dota2. Lalu, platform pembayaran daring PayPal dan Steam. Juga beberapa layanan seperti Xandr. Meski demikian, pemblokiran itu dilaporkan belum merata di semua perangkat maupun penyedia layanan internet (ISP).

Beberapa warganet melaporkan masih dapat mengakses platform-platform tersebut dengan mengutak-atik DNS ataupun berganti ISP. Menurut penelusuran Jawa Pos pada Sabtu pukul 09.33 WIB, Steam tidak dapat diakses melalui peramban dengan laporan invalid SSL. Namun, Jawa Pos berhasil mengakses kembali Steam, Xandr, dan Origin pada Sabtu sore sekitar pukul 18.00 WIB.

Pemblokiran itu mengundang kemarahan banyak warganet. Beberapa platform seperti Steam dan PayPal dinilai punya peran besar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Banyak anak muda yang melakukan transaksi game dari Steam, termasuk melakukan streaming. Kemudian, beberapa kreator digital juga mengandalkan transaksi keuangan dari PayPal.

Sejak Sabtu pagi tagar “blokirkominfo” menjadi trending di Twitter dan sampai Sabtu malam telah dicuitkan hingga 99 ribu kali. Hingga Sabtu malam, pihak Kemenkominfo maupun Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan belum mau berkomentar tentang dinamika tersebut.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno turut berkomentar mengenai ribut-ribut pemblokiran itu. Mantan wakil gubernur DKI Jakarta tersebut menyatakan dukungan terhadap Kemenkominfo yang melakukan pemblokiran terhadap SPE yang enggan mendaftar. “Ora iso sak penake dewe (tidak bisa semaunya sendiri, Red),” kata Sandi. Dia menjelaskan bahwa setiap negara memiliki aturan tersendiri dan wajib dipatuhi. “Sama ketika kita mau berbisnis di luar negeri. Kita harus patuh dan mengikuti aturan di sana,” jelasnya.

Apalagi, kata Sandi, pemerintah hanya mewajibkan PSE-PSE tersebut untuk mendaftar, bukan melakukan proses perizinan baru. Sandi juga meminta pengertian masyarakat, pelaku pariwisata, dan ekonomi kreatif yang terdampak aturan tersebut. Dia juga meyakinkan bahwa jika persyaratan telah dipenuhi, blokir akan dicabut.

Meski demikian, pakar telematika Abimanyu Wachjoewidajat menyebut, Kementerian Kominfo telah melanggar janjinya. Yakni, memberikan surat peringatan terhadap PSE yang belum mendaftar hingga batas waktu 20 Juli 2022 dan tidak melakukan pemblokiran. Pernyataan itu disampaikan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo Semuel A. Pangerapan dalam konferensi pers di Labuan Bajo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 21 Juli lalu. “Itu melanggar perjanjian Kominfo sendiri,” ujar Abimanyu melalui pesan singkat. (jpc)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia disebut telah memblokir delapan situs dan aplikasi dengan traffic tinggi yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA).

Pemblokiran dilakukan dengan alasan situs dan aplikasi tersebut, tidak terdaftar resmi dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Direktur Eksekutif LBH Jakarta Arif Maulana menyatakan, pemblokiran situs internet dan aplikasi tersebut telah melahirkan apa yang disebut sebagai otoritarianisme yang memanfaatkan kuasa digital, dalam rangka mengendalikan teknologi sebagai alat melindungi kepentingan (digital authoritarianism).

“Sehingga memblokir atau mematikan situs internet dan aplikasi yang tidak memenuhi syarat pembatasan adalah tindakan yang tidak pernah dapat dibenarkan,” kata Arif dalam keterangan tertulis, Minggu (31/7).

Menurut Arif, pemblokiran situs dan aplikasi tersebut berdampak serius terhadap HAM, yakni hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi, hak atas kebebasan berekspresi dan hak atas privasi sebagaimana ketentuan UUD RI 1945.

Selain itu, dapat juga melanggar hak-hak lainnya seperti mata pencaharian (dampak ekonomi) dalam kaitan hak atas penghidupan yang layak (Hak atas Pekerjaan), hak untuk bahagia, hak mengembangkan diri, dan hak lainnya bagi pengguna situs internet dan aplikasi mengingat sifat HAM adalah universal, tidak terpisahkan, saling tergantung dan saling terkait satu dengan yang lainnya (universal, indivisible, interdependent and interrelated).

“Hal tersebut juga pernah disampaikan oleh Pelapor Khusus PBB untuk Promosi dan Perlindungan Hak untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi (the United Nations Special Rapporteur on the Promotion and Protection of the Right to Freedom of Opinion and Expression) yang menyatakan bahwa menghentikan dan menyaring (blocking and filtering) pengguna dari akses internet, terlepas dari justifikasi yang diberikan, menjadi tidak proporsional,” ucap Arif.

Dengan demikian, kata Arif, merupakan pelanggaran terhadap pasal 19 Paragraf 3 ICCPR, sehingga mengimbau semua negara untuk memastikan bahwa akses internet dipertahankan setiap saat, termasuk selama masa kerusuhan politik.

“Pemblokiran (Pembatasan HAM) tersebut dilakukan secara sewenang-wenang karena tidak melalui Putusan Pengadilan sehingga menghilangkan prinsip transparansi, keadilan dan perlakuan setara (equal treatment) berdasarkan Prinsip Pembatasan-Pembatasan Yang Diijinkan (Permissible Limitations),” ujar Arif.

LBH Jakarta menilai, Pembatasan Sistem Internet dan Aplikasi harus memenuhi syarat setidaknya berdasarkan ditetapkan oleh undang-undang (Prescribed by Law), dilakukan dalam masyarakat yang demokratis, ketertiban umum (Public order), kesehatan masyarakat, moral publik, keamanan nasional, keselamatan publik, hak dan kebebasan orang lain atau hak dan reputasi orang lain.

Seharusnya ada tujuan yang sah (legitimate aim), dan harus dibuktikan bahwa pembatasan tersebut diperlukan secara proporsional (Necessary) dan kesemuanya syarat pembatasan tersebut harus dibuktikan melalui forum yang transparan, keadilan dan perlakuan yang setara di Pengadilan karena beban justifikasi atau pembuktian pembatasan bertumpu pada negara.

“Oleh karenanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat tidak memiliki legitimasi yang sesuai dengan Standar dan Mekanisme Pembatasan HAM untuk melakukan Pemblokiran situs internet dan aplikasi,” pungkas Arif.

Sebelumnya, Kemenkominfo mulai menjalankan sanksi tegas berupa pemblokiran terhadap penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang belum mendaftarkan diri pada pemerintah Indonesia setelah lewatnya tenggat akhir pada 20 Juli lalu. Beberapa platform digital besar dilaporkan tidak dapat diakses dan ramai menjadi perbincangan warganet sepanjang Sabtu (30/7).

Beberapa platform tersebut, antara lain, tiga distributor game besar, yakni Epic Game, Steam, dan Origin milik Electronic Arts (EA).

Kemudian, ada situs penyedia layanan mesin pencari Yahoo. Ada pula situs game Counter Strike dan Dota2. Lalu, platform pembayaran daring PayPal dan Steam. Juga beberapa layanan seperti Xandr. Meski demikian, pemblokiran itu dilaporkan belum merata di semua perangkat maupun penyedia layanan internet (ISP).

Beberapa warganet melaporkan masih dapat mengakses platform-platform tersebut dengan mengutak-atik DNS ataupun berganti ISP. Menurut penelusuran Jawa Pos pada Sabtu pukul 09.33 WIB, Steam tidak dapat diakses melalui peramban dengan laporan invalid SSL. Namun, Jawa Pos berhasil mengakses kembali Steam, Xandr, dan Origin pada Sabtu sore sekitar pukul 18.00 WIB.

Pemblokiran itu mengundang kemarahan banyak warganet. Beberapa platform seperti Steam dan PayPal dinilai punya peran besar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Banyak anak muda yang melakukan transaksi game dari Steam, termasuk melakukan streaming. Kemudian, beberapa kreator digital juga mengandalkan transaksi keuangan dari PayPal.

Sejak Sabtu pagi tagar “blokirkominfo” menjadi trending di Twitter dan sampai Sabtu malam telah dicuitkan hingga 99 ribu kali. Hingga Sabtu malam, pihak Kemenkominfo maupun Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan belum mau berkomentar tentang dinamika tersebut.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno turut berkomentar mengenai ribut-ribut pemblokiran itu. Mantan wakil gubernur DKI Jakarta tersebut menyatakan dukungan terhadap Kemenkominfo yang melakukan pemblokiran terhadap SPE yang enggan mendaftar. “Ora iso sak penake dewe (tidak bisa semaunya sendiri, Red),” kata Sandi. Dia menjelaskan bahwa setiap negara memiliki aturan tersendiri dan wajib dipatuhi. “Sama ketika kita mau berbisnis di luar negeri. Kita harus patuh dan mengikuti aturan di sana,” jelasnya.

Apalagi, kata Sandi, pemerintah hanya mewajibkan PSE-PSE tersebut untuk mendaftar, bukan melakukan proses perizinan baru. Sandi juga meminta pengertian masyarakat, pelaku pariwisata, dan ekonomi kreatif yang terdampak aturan tersebut. Dia juga meyakinkan bahwa jika persyaratan telah dipenuhi, blokir akan dicabut.

Meski demikian, pakar telematika Abimanyu Wachjoewidajat menyebut, Kementerian Kominfo telah melanggar janjinya. Yakni, memberikan surat peringatan terhadap PSE yang belum mendaftar hingga batas waktu 20 Juli 2022 dan tidak melakukan pemblokiran. Pernyataan itu disampaikan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kemenkominfo Semuel A. Pangerapan dalam konferensi pers di Labuan Bajo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 21 Juli lalu. “Itu melanggar perjanjian Kominfo sendiri,” ujar Abimanyu melalui pesan singkat. (jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/