30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Presiden Evaluasi TNI di Jabatan Sipil

Puspom TNI Tahan Kabasarnas dan Koorsmin Kabasarnas

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PRESIDEN Jokowi mengomentari terkait polemik penetapan status tersangka Kepala Basarnas oleh KPK di Jakarta, Senin (31/7). Dia telah menyimak kasus ini. Menurutnya, hal itu muncul karena ada masalah koordinasi antar instansi. “Sesuai dengan ketentuan masing-masing. Menurut aturan,” ungkapnya.

Penetapan Kabasarnas menjadi tersangka ini menuai polemik. Sebab dia masih menjadi anggota TNI aktif. Sehingga ada ketentuan penetapan tersangka tidak boleh melalui KPK tapi melalui institusi TNI. Namun, masyarakat merespon lain. Sebab, meski masih menjadi anggota TNI aktif, jabatan Kabasarnas merupakan jabatan publik.

Pada undang-undang TNI maupun Polri sebenarnya aturan terkait jabatan di luar instansi telah diatur. Pada Pasal 47 Ayat (1) pada UU TNI meminta prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil seharusnya telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan. Pada UU Polri pun senada. Pada pasal 28 Ayat (3) dengan jelas menyatakan, anggota kepolisian negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.

Melihat cengkarut ini, Jokowi berjanji akan mengevaluasi aturan. “Karena kita tidak mau lagi di tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan atau korupsi,” ungkapnya.

Sementara itu pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan dari aspek kebijakan publik, yang utama adalah pelayanan kepada masyarakat. Jadi apakah itu TNI, Polri, atau ASN, wajar menduduki kursi pejabat publik di kementerian maupun lembaga sipil lainnya.

“Tapi belakangan kondisinya tidak terkendali. Menggeser posisi sipil yang seharusnya di situ,” katanya. Saking dominannya, sampai memunculkan kecemburuan. Kecemburuan tersebut bukan saja karena unsur TNI di lembaga sipil yang dominan dalam hal jumlah. Tetapi juga soal kewenangannya.

“Menurut daya memang harus dievaluasi. Karena sudah overload,” jelasnya. Trubus mengatakan dengan pengaturan yang baik, sejatinya unsur TNI bisa jadi sosok yang pas. Khususnya untuk mengawal aspek manajerial. Sehingga layanan publik di tempat tersebut bisa cepat, tidak ada pungli, dan praktik kotor lainnya. “Tapi yang muncul adalah menjadi semacam bos,” katanya.

Peran manajerial, akhirnya melebar sampai ke peran teknis dan sosial budaya. Padahal untuk peran teknis dan sosial budaya tersebut lebih baik tetap dijalankan oleh pejabat sipil atau ASN. Dia menegaskan tidak benar jika lembaga sipil tertentu sudah otomatis atau dikapling dari unsur TNI. Lembaga seperti BNPB atau Basarnas, pucuk pimpinannya bisa juga dari unsur sipil. Dia bahkan menyebutkan Kemenko bidang Polhukam, yang dominan menangani urusan hukum dipimpin oleh menteri berlatar belakang sipil.

Sementara itu, satu tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan di Basarnas, yakni Mulsunadi Gunawan menyerahkan diri ke KPK, kemarin. Komisaris Utama (Komut) PT Multi Grafika Cipta Sejati tersebut didampingi kuasa hukumnya, Juniver Girsang, tiba di KPK sekitar pukul 09.00 WIB. Dia langsung menjalani pemeriksaan di ruang penyidikan di Gedung Merah Putih KPK.

Penyerahan diri Mulsunadi itu kemudian ditindaklanjuti KPK dengan penahanan sekitar pukul 18.20 WIB. Mulsunadi yang diduga menyuap Kepala Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto tersebut ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan KPK Gedung Merah Putih.

Berbeda dengan konferensi pers sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata tidak lagi menyebut Kabasarnas dan anak buahnya dengan sebutan tersangka. Alex hanya menyebut bahwa Henri dan Afri adalah pihak yang diduga mendapatkan suap dari beberapa proyek di Basarnas sejak tahun 2021 hingga 2023.

Terkait hal tersebut, Alex kembali menerangkan bahwa pihaknya memang tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Henri dan Afri. Namun, dia memastikan bahwa kecukupan alat bukti yang diperoleh tim KPK sudah cukup untuk menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka. Nah, untuk administrasi penetapan tersangka keduanya, KPK menyerahkan kepada Puspom TNI.

“Jadi secara substansi dan materil, yang bersangkutan (Henri dan Afri) sudah cukup ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya. Soal desakan agar KPK yang menangani penyidikan dua prajurit TNI aktif, Alex menyatakan pihaknya tidak ingin perdebatan itu semakin panjang. “Bagi kami di KPK tidak ada persoalan siapa yang menangani sepanjang para pihak yang melakukan pelanggaran itu dilakukan tindakan tegas,” imbuhnya.

Dia pun meyakini, sesuai hasil koordinasi dengan Puspom TNI, Henri dan anak buahnya pasti akan ditetapkan sebagai tersangka. Itu mengingat kecukupan alat bukti yang bisa dijadikan dasar penetapan tersangka keduanya. “Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, pihak puspom TNI akan mengumumkan penetapan tersangka,” ujarnya.

Kemarin malam, Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko mengumumkan penetapan tersangka Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Pengumuman penetapan tersangka itu disampaikan bersama dengan Ketua KPK Firli Bahuri. “Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan kasus ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel TNI tersebut atas nama HA dan ABS (Henri dan Afri, Red)sebagai tersangka,” kata Agung.

Penetapan tersangka itu dilakukan oleh penyidik Puspom TNI setelah melakukan pendalaman pasca OTT yang dilakukan pada 25 Juli lalu. Puspom TNI melakukan pendalaman lewat pemeriksaan Henri dan Afri. Menurut Agung, sampai kemarin malam pemeriksaan terhadap Henri masih dilakukan. Sehingga hasil pemeriksaan itu belum bisa disampaikan secara terperinci. “Terhadap keduanya, malam ini juga (kemarin malam, Red) akan kami lakukan penahanan di instalasi tahanan militer milik Pusat Polisi Militer Angkatan Udara,” beber perwira tinggi bintang dua TNI itu.

Agung memastikan, setiap tahap dalam proses hukum kepada Henri dan Afri bakal disampaikan kepada publik. Termasuk proses peradilan yang akan dilakukan di peradilan militer. Oleh Puspom TNI, Henri dan Afri dijerat dengan pasal 12 a atau b atau 11 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (lyn/syn/tyo/wan)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – PRESIDEN Jokowi mengomentari terkait polemik penetapan status tersangka Kepala Basarnas oleh KPK di Jakarta, Senin (31/7). Dia telah menyimak kasus ini. Menurutnya, hal itu muncul karena ada masalah koordinasi antar instansi. “Sesuai dengan ketentuan masing-masing. Menurut aturan,” ungkapnya.

Penetapan Kabasarnas menjadi tersangka ini menuai polemik. Sebab dia masih menjadi anggota TNI aktif. Sehingga ada ketentuan penetapan tersangka tidak boleh melalui KPK tapi melalui institusi TNI. Namun, masyarakat merespon lain. Sebab, meski masih menjadi anggota TNI aktif, jabatan Kabasarnas merupakan jabatan publik.

Pada undang-undang TNI maupun Polri sebenarnya aturan terkait jabatan di luar instansi telah diatur. Pada Pasal 47 Ayat (1) pada UU TNI meminta prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil seharusnya telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan. Pada UU Polri pun senada. Pada pasal 28 Ayat (3) dengan jelas menyatakan, anggota kepolisian negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.

Melihat cengkarut ini, Jokowi berjanji akan mengevaluasi aturan. “Karena kita tidak mau lagi di tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan atau korupsi,” ungkapnya.

Sementara itu pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan dari aspek kebijakan publik, yang utama adalah pelayanan kepada masyarakat. Jadi apakah itu TNI, Polri, atau ASN, wajar menduduki kursi pejabat publik di kementerian maupun lembaga sipil lainnya.

“Tapi belakangan kondisinya tidak terkendali. Menggeser posisi sipil yang seharusnya di situ,” katanya. Saking dominannya, sampai memunculkan kecemburuan. Kecemburuan tersebut bukan saja karena unsur TNI di lembaga sipil yang dominan dalam hal jumlah. Tetapi juga soal kewenangannya.

“Menurut daya memang harus dievaluasi. Karena sudah overload,” jelasnya. Trubus mengatakan dengan pengaturan yang baik, sejatinya unsur TNI bisa jadi sosok yang pas. Khususnya untuk mengawal aspek manajerial. Sehingga layanan publik di tempat tersebut bisa cepat, tidak ada pungli, dan praktik kotor lainnya. “Tapi yang muncul adalah menjadi semacam bos,” katanya.

Peran manajerial, akhirnya melebar sampai ke peran teknis dan sosial budaya. Padahal untuk peran teknis dan sosial budaya tersebut lebih baik tetap dijalankan oleh pejabat sipil atau ASN. Dia menegaskan tidak benar jika lembaga sipil tertentu sudah otomatis atau dikapling dari unsur TNI. Lembaga seperti BNPB atau Basarnas, pucuk pimpinannya bisa juga dari unsur sipil. Dia bahkan menyebutkan Kemenko bidang Polhukam, yang dominan menangani urusan hukum dipimpin oleh menteri berlatar belakang sipil.

Sementara itu, satu tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan di Basarnas, yakni Mulsunadi Gunawan menyerahkan diri ke KPK, kemarin. Komisaris Utama (Komut) PT Multi Grafika Cipta Sejati tersebut didampingi kuasa hukumnya, Juniver Girsang, tiba di KPK sekitar pukul 09.00 WIB. Dia langsung menjalani pemeriksaan di ruang penyidikan di Gedung Merah Putih KPK.

Penyerahan diri Mulsunadi itu kemudian ditindaklanjuti KPK dengan penahanan sekitar pukul 18.20 WIB. Mulsunadi yang diduga menyuap Kepala Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto tersebut ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan KPK Gedung Merah Putih.

Berbeda dengan konferensi pers sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata tidak lagi menyebut Kabasarnas dan anak buahnya dengan sebutan tersangka. Alex hanya menyebut bahwa Henri dan Afri adalah pihak yang diduga mendapatkan suap dari beberapa proyek di Basarnas sejak tahun 2021 hingga 2023.

Terkait hal tersebut, Alex kembali menerangkan bahwa pihaknya memang tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Henri dan Afri. Namun, dia memastikan bahwa kecukupan alat bukti yang diperoleh tim KPK sudah cukup untuk menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka. Nah, untuk administrasi penetapan tersangka keduanya, KPK menyerahkan kepada Puspom TNI.

“Jadi secara substansi dan materil, yang bersangkutan (Henri dan Afri) sudah cukup ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya. Soal desakan agar KPK yang menangani penyidikan dua prajurit TNI aktif, Alex menyatakan pihaknya tidak ingin perdebatan itu semakin panjang. “Bagi kami di KPK tidak ada persoalan siapa yang menangani sepanjang para pihak yang melakukan pelanggaran itu dilakukan tindakan tegas,” imbuhnya.

Dia pun meyakini, sesuai hasil koordinasi dengan Puspom TNI, Henri dan anak buahnya pasti akan ditetapkan sebagai tersangka. Itu mengingat kecukupan alat bukti yang bisa dijadikan dasar penetapan tersangka keduanya. “Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, pihak puspom TNI akan mengumumkan penetapan tersangka,” ujarnya.

Kemarin malam, Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko mengumumkan penetapan tersangka Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Pengumuman penetapan tersangka itu disampaikan bersama dengan Ketua KPK Firli Bahuri. “Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan kasus ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel TNI tersebut atas nama HA dan ABS (Henri dan Afri, Red)sebagai tersangka,” kata Agung.

Penetapan tersangka itu dilakukan oleh penyidik Puspom TNI setelah melakukan pendalaman pasca OTT yang dilakukan pada 25 Juli lalu. Puspom TNI melakukan pendalaman lewat pemeriksaan Henri dan Afri. Menurut Agung, sampai kemarin malam pemeriksaan terhadap Henri masih dilakukan. Sehingga hasil pemeriksaan itu belum bisa disampaikan secara terperinci. “Terhadap keduanya, malam ini juga (kemarin malam, Red) akan kami lakukan penahanan di instalasi tahanan militer milik Pusat Polisi Militer Angkatan Udara,” beber perwira tinggi bintang dua TNI itu.

Agung memastikan, setiap tahap dalam proses hukum kepada Henri dan Afri bakal disampaikan kepada publik. Termasuk proses peradilan yang akan dilakukan di peradilan militer. Oleh Puspom TNI, Henri dan Afri dijerat dengan pasal 12 a atau b atau 11 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (lyn/syn/tyo/wan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/