Rektor: Dua Diganggu Mahluk Halus, Satu Depresi
BANDUNG-Tiga praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) asal Sumut mengalami gangguan jiwa. Dua di antaranya mengalami gangguan jiwa nonmedis atau terganggu karena gangguan mahluk halus. Sementara, satu praja lagi mengalami depresi alias gangguan jiwa medis.
Hal ini diungkapkan Rektor IPDN Kampus Jatinangor Prof Dr I Nyoman Sumaryadi. Keterangan ini diungkapkannya saat acara silaturahmi dengan perwakilan media cetak dan elektronik yang berlangsung di gedung utama kampus IPDN, Jatinangor, Kamis (31/5).
Dua praja asal Sumut yang mengalami gangguan jiwa nonmedis itu adalah Nisa Pratiwi Sidabalok dan Sultan Wahyu Hasibuan, sedangkan yang mengalami depresi adalah Simon F Malau. Gangguan jiwa nonmedis adalah gangguan jiwa yang disebabkan hal-hal yang berbau mistis, yang berkaitan dengan makhluk halus.
Ketiga praja asal Sumut itu merupakan bagian dari 18 praja IPDN dari tingkat pertama hingga akhir yang saat ini mengalami sakit cukup lama dan parah. Rinciannya, 14 di antaranya berpenyakit serius dan gangguan jiwa nonmedis. Sisanya 4 orang sakit setelah mengalami kecelakaan. “Sakitnya penyakit lama. Praja yang mengidap leukimia, malah sudah divonis meninggal dunia tapi hingga saat ini masih hidup. Untuk yang mengalami gangguan jiwa, prilakunya ya tidak wajar, seperti ada ilusi-ilusi berupa bisikan-bisikan mistis hingga prilaku mengasingkan diri,” terang Nyoman Sumaryadi seperti diberitakan Radar Bandung (grup Sumut Pos).
Terkait meninggalnya Yudi Wardhana Siregar (23), praja IPDN asal Medan yang berasal dari kontingen DKI Jakarta, rektor mengaku yang bersangkutan karena sakit lama atau sakit bawaan. Karenanya, pihaknya pun mengembalikan Yudi ke pihak orangtua. Ia juga memastikan bahwa kematian Yudi tidak terkait dengan aksi kekerasan.
Bahkan, sebelum dirawat di rumah sakit, orangtua Yudi sempat membawa anaknya itu ke orang pintar di Cicalengka, Kabupaten Bandung. “Sebelum meninggal praja kami yang bernama Yudi itu, diketahui sempat mengamuk dan mengaku ada yang membisiki semacam roh halus,” terang sang rektor.
Selain itu, diakuinya, selama 2009-2012, sekitar 7 orang praja meninggal karena sakit. “Terakhir, tahun ini, yang meninggal itu Yudi. Dari 7 praja, 2 di antaranya karena mengalami kecelakaan lalu-lintas,” kata rektor.
Sementara, Jubir Kemendagri Reydonnyzar Moenek menjelaskan, istilah yang tepat adalah depresi, bukan gangguan jiwa. Alasannya, kalau menggunakan istilah gangguan jiwa, konotasinya lain. “Depresi akibat beban tugas, bukan gangguan jiwa,” ujar Reydonnyzar, yang juga alumni Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Semarang itu.
Dia menjelaskan, IPDN merupakan lembaga pendidikan kedinasan yang ingin membentuk calon pamong praja yang berkarakter, punya pengetahuan di bidangnya, dan punya kedisiplinan tinggi. Jadi, IPDN berbeda dengan kampus-kampus umum lainnya.
Muatan untuk membentuk karekter dan disiplin itu, diakui Reydonnyzar, sering membuat praja kaget. Dia mengaku, saat pertama kali kuliah di APDN (yang kini dilebur menjadi IPDN), juga mengalami tekanan batin.
“Saya juga mengalami tekanan batin saat itu. Bangun pagi, jam setengah empat, sudah pegang senjata, tidur rata-rata jam satu malam. Tapi saya bertekad. Memang akhirnya terbentuk karakter pantang menyerah. Tapi kalau anak mama, lain lagi, bisa depresi,” ujarnya.
Seperti diketahui, dulunya APDN dan selanjutnya STPDN, merupakan pendidikan kedinasan semi militer. Berdasarkan informasi yang dihimpun, kebanyakan praja IPDN merupakan anak pejabat, terutama pejabat di daerah. Dari gaya hidup anak pejabat, yang lantas dikekang dalam kedisiplinan yang ketat inilah, yang memicu banyak praja mengalami depresi.
Donny, panggilan Reydonnyzar, tidak membantah dugaan itu. “Iya, bisa saja seperti itu. Tapi depresi bisa terjadi di pendidikan-pendidikan kedinasan yang lain. Tak cuma di IPDN,” ujarnya.
Sementara, mengenai bau-bau mistis, awak koran ini yang sudah beberapa kali mendatangi dan keliling di kampus IPDN Jatinangor, sempat mendengar sejumlah cerita klenik. Penampakan-penampakan mahkluk halus di sejumlah titik di kampus yang cukup luas itu, dikabarkan kerap terjadi.
Kawasan kampus, konon dulunya merupakan bekas area perkebunan karet, yang oleh masyarakat sekitar disebut sebagai tempat pembuangan jin. Ada juga yang menyebut, di sana dulunya tempat pembantaian para pemberontak DI/TII. Cerita mengenai praja yang kesurupan, sudah kerap terjadi. (sam)