29 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Kesimpulan Kemenkes Gagal Ginjal Akut Disebabkan Cemaran EG dan DEG

SUMUTPOS.CO – KEMENTERIAN Kesehatan sudah mengerucut pada sebuah kesimpulan bahwa gangguan ginjal akut yang dialami pasien anak sejak Agustus 2022, memang diindikasikan kuat karena adanya cemaran senyawa Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG) pada obat sirop. Kesimpulan itu dibuktikan dengan 3 kali pemeriksaan hingga hasil temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap 3 obat sirop.

Dari hasil penelusuran, ada 3 industri farmasi yang mengeluarkan obat sirop dengan cemaran EG dan DEG. Ketiga farmasi itu yakni PT Yarindo Farmatama dengan alamat Serang, Banten; PT Universal Pharmaceutical Industries di Medan, Sumatera Utara; dan terbaru dari PT Afifarma (di Kediri).

Obat yang mengandung cemaran tersebut adalah obat cair bernama Flurin produksi PT Yarindo Farmatama. Lalu obat cair atau sirup bernama Unibebi dari PT Universal Pharmaceutical Industries. Dan Paracetamol sirup dari PT Afi Pharma.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menegaskan, kesimpulan Kemenkes sudah mengerucut pada indikasi kuat cemaran EG dan DEG pada obat sirop. Hal itu terbukti pada hasil pemeriksaan 3 kali sejak awal di mana Kemenkes memeriksa cemaran racun atau intoksikasi pada pasien, serta melakukan pemeriksaan pada darah dan feses, hingga melakukan biopsi pada ginjal pasien.

“Hasilnya terdapat kristal kristal oksalat pada ginjal pasien yang menyebabkan kerusakan ginjal yang disebabkan oleh EG dan DEG itu tadi. Terdapat kandungan tersebut pada ginjal pasien,” tutur Syahril kepada wartawan, Selasa (1/11).

Syahril menegaskan penyakit gangguan ginjal akut yang berujung gagal ginjal bisa disebabkan berbagai sebab dari mulai infeksi bakteri parasit, dehidrasi atau perdarahan. Gagal ginjal akut bisa juga karena keracunan dan obat.

“Kami bersama IDAI menyimpulkan mengerucut ada dugaan pelarut tercemar beracun yang menyebabkan kelainan ginjal tadi. Pemeriksaan kami lakukan dengan biopsi ginjal ternyata betul dalam biopsi itu ditemukan kristal oksalat yang disebabkan EG dan DEG. Kami berkesimpulan mengerucut kesana. Bahwa ada kandungan sangat jauh melebihi batas aman,” tegas Syahril.

 

Muhadjir Cek Langsung Uji Obat Sirup

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyambangi kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Muhadjir mengecek langsung pengujian obat sirup yang diduga mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). “Saya melihat langsung proses pengujian di laboratorium BPOM terhadap beberapa obat terutama sirop yang diduga kuat mengandung EG dan EDG,” kata Muhadjir, Selasa (1/11).

Ia menyebut, kasus obat yang mengandung bahan pelarut yang melebihi ambang batas harus ditindaklanjuti. Terutama untuk memastikan karena cemaran atau kesengajaan. “Karena sejak dari sananya bahan penolong ini cukup tinggi dosisnya. Secara detail tadi dapat informasi dari lab, itu kandungannya bisa dilihat berapa ambang batas minimumnya,” imbuhnya.

Hal ini, menurutnya, bisa dijadikan dasar dan alat bukti untuk menjelaskan siapa yang bisa dikenakan tindak pidana. “Saya yakin semua langkah BPOM sudah tepat, terukur dan sistemis untuk memastikan siapa yang salah dan siapa yang terimbas pengaruh akibat kasus ini,” tuturnya.

Muhadjir berharap kasus ini segera terbuka, agar para pelaku usaha industri yang terkena imbas penahanan produk, bisa segera dipulihkan kembali. “Kerja BPOM sudah bagus. Mereka bekerja 24 jam nonstop,” jelasnya.

 

Kejar Hingga Pemasok Bahan Baku

Sebelumnya kemarin (31/10), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan hasil penindakan industri farmasi yang memproduksi obat sirup yang tercemar etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG). Adanya temuan pada produk paracetamol milik PT Yarindo Farmatama menambah daftar industri farmasi yan menggunakan EG dan DEG melebihi ambang batas. Industri lainnya adalah PT Universal Pharmaceutical Industries di Medan. “Kejahatan obat dan makanan adalah kejahatan kemanusiaan,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito.

Kemarin, Penny bersama Polri berada di Serang, Banten, untuk melihat hasil penindakan industri farmasi yang memproduksi obat sirup. Lebih lanjut Penny menyatakan, pihaknya bersama Bareskrim Polri telah melakukan penyelidikan dan akhirnya menemukan industri farmasi yang menggunakan EG dan DEG melebihi ambang batas. Penyelidikan ini dilakukan sejak 24 Oktober lalu. Kelebihan ambang batas itu diduga menyebabkan acute kidney injury (AKI) atau gangguan ginjal akut misterius.

BPOM juga menemukan adanya industri farmasi yang telah mengubah bahan baku propelina glikol dan mengganti pemasok bahan bakunya. Sayangnya tidak ada proses penyelidikan kualifikasi pemasok bahan baku. “Pengujian harusnya dilakukan oleh industri farmasi tersebut. Harusnya juga kalau ada perubahan melaporkan kepada BPOM,” ujarnya.

Penny menyebutkan, dua industri farmasi yang nakal itu adalah PT Yarindo Farmatama. Kemarin dia menunjukan hasil sitaan berupa bahan baku, dokumen, dan obat yang terdapat kandungan EG serta DEG melebihi ambang batas. “Nanti akan ditelusuri sampai industri mana yang memasok bahan bakunya,” tutur Penny.

Sitaan dari PT Universal Pharmaceutical Industries pun tak jauh beda. BPOM telah mengamankan tiga merk obat yang terdapat cemaran EG dan DEG melebihi batas serta bahan baku dan dokumen-dokumen penunjang. “Nanti akan kami dalami juga apakah ada pemalsuan dokumen karena industri farmasinya cukup kompeten,” ungkapnya.

Menurutnya, industri farmasi telah memiliki surat izin melakukan produksi atau sertifikat cara produksi obat yang baik (CPOB). Sertifikat ini berguna untuk menjamin industri farmasi melakukan kegiatan produksi produk farmasi sesuai dengan ketentuan. “Harus ada quality control. Sehingga kalau tidak ada kepatuhan untuk menaati setiap aspeknya adalah bentuk pelanggaran,” ujar Penny. Jika industri farmasi melanggar, ancamannya adalah sanksi administrasi berupa penarikan produk hingga pidana.

Sementara Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Brigjen Pipit Rismanto menjelaskan, setelahnya akan dilakukan gelar perkara bersama. Dengan gelar perkara tersebut akan bisa ditingkatkan status kasusnya. “Pasalnya 196 UU kesehatan,” ujarnya.

Namun, tidak menutup kemungkinan pendalaman dengan unsur pidana lainnya. Seperti UU konsumen dan UU perdagangan. “Apakah masuk atau tidak unsurnya untuk dua perusahaan itu,” paparnya.

Yang pasti, akan dilihat pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam kasus tersebut. “semua yang terlibat harus ikut bertanggungjawab,” terang jenderal bintang satu tersebut.

Sementara Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa kasus ini merupakan join investigation, antara BPOM dengan Bareskrim. Komunikasi antar kedua lembaga terus dilakukan. “Informasi dari ketua tim sedang uji laboratorium dari beberapa provinsi yang ada kasus gagal ginjal akut,” jelasnya.

Jadi dikumpulkan dulu, sampel urine darah dan obat yang diminum sama korban itu dikumpulkan untuk dianalisa di labfor. Hasil ujinya akan dipakai penyidik untuk meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan. “Kalau ada update baru akan diumumkan. Gagal ginjal akut ini dari obat dan perusahaan mana penyebabnya,” ujarnya.(jpc/idr/lyn/jpg/adz)

SUMUTPOS.CO – KEMENTERIAN Kesehatan sudah mengerucut pada sebuah kesimpulan bahwa gangguan ginjal akut yang dialami pasien anak sejak Agustus 2022, memang diindikasikan kuat karena adanya cemaran senyawa Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG) pada obat sirop. Kesimpulan itu dibuktikan dengan 3 kali pemeriksaan hingga hasil temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap 3 obat sirop.

Dari hasil penelusuran, ada 3 industri farmasi yang mengeluarkan obat sirop dengan cemaran EG dan DEG. Ketiga farmasi itu yakni PT Yarindo Farmatama dengan alamat Serang, Banten; PT Universal Pharmaceutical Industries di Medan, Sumatera Utara; dan terbaru dari PT Afifarma (di Kediri).

Obat yang mengandung cemaran tersebut adalah obat cair bernama Flurin produksi PT Yarindo Farmatama. Lalu obat cair atau sirup bernama Unibebi dari PT Universal Pharmaceutical Industries. Dan Paracetamol sirup dari PT Afi Pharma.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menegaskan, kesimpulan Kemenkes sudah mengerucut pada indikasi kuat cemaran EG dan DEG pada obat sirop. Hal itu terbukti pada hasil pemeriksaan 3 kali sejak awal di mana Kemenkes memeriksa cemaran racun atau intoksikasi pada pasien, serta melakukan pemeriksaan pada darah dan feses, hingga melakukan biopsi pada ginjal pasien.

“Hasilnya terdapat kristal kristal oksalat pada ginjal pasien yang menyebabkan kerusakan ginjal yang disebabkan oleh EG dan DEG itu tadi. Terdapat kandungan tersebut pada ginjal pasien,” tutur Syahril kepada wartawan, Selasa (1/11).

Syahril menegaskan penyakit gangguan ginjal akut yang berujung gagal ginjal bisa disebabkan berbagai sebab dari mulai infeksi bakteri parasit, dehidrasi atau perdarahan. Gagal ginjal akut bisa juga karena keracunan dan obat.

“Kami bersama IDAI menyimpulkan mengerucut ada dugaan pelarut tercemar beracun yang menyebabkan kelainan ginjal tadi. Pemeriksaan kami lakukan dengan biopsi ginjal ternyata betul dalam biopsi itu ditemukan kristal oksalat yang disebabkan EG dan DEG. Kami berkesimpulan mengerucut kesana. Bahwa ada kandungan sangat jauh melebihi batas aman,” tegas Syahril.

 

Muhadjir Cek Langsung Uji Obat Sirup

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyambangi kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Muhadjir mengecek langsung pengujian obat sirup yang diduga mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). “Saya melihat langsung proses pengujian di laboratorium BPOM terhadap beberapa obat terutama sirop yang diduga kuat mengandung EG dan EDG,” kata Muhadjir, Selasa (1/11).

Ia menyebut, kasus obat yang mengandung bahan pelarut yang melebihi ambang batas harus ditindaklanjuti. Terutama untuk memastikan karena cemaran atau kesengajaan. “Karena sejak dari sananya bahan penolong ini cukup tinggi dosisnya. Secara detail tadi dapat informasi dari lab, itu kandungannya bisa dilihat berapa ambang batas minimumnya,” imbuhnya.

Hal ini, menurutnya, bisa dijadikan dasar dan alat bukti untuk menjelaskan siapa yang bisa dikenakan tindak pidana. “Saya yakin semua langkah BPOM sudah tepat, terukur dan sistemis untuk memastikan siapa yang salah dan siapa yang terimbas pengaruh akibat kasus ini,” tuturnya.

Muhadjir berharap kasus ini segera terbuka, agar para pelaku usaha industri yang terkena imbas penahanan produk, bisa segera dipulihkan kembali. “Kerja BPOM sudah bagus. Mereka bekerja 24 jam nonstop,” jelasnya.

 

Kejar Hingga Pemasok Bahan Baku

Sebelumnya kemarin (31/10), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan hasil penindakan industri farmasi yang memproduksi obat sirup yang tercemar etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG). Adanya temuan pada produk paracetamol milik PT Yarindo Farmatama menambah daftar industri farmasi yan menggunakan EG dan DEG melebihi ambang batas. Industri lainnya adalah PT Universal Pharmaceutical Industries di Medan. “Kejahatan obat dan makanan adalah kejahatan kemanusiaan,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito.

Kemarin, Penny bersama Polri berada di Serang, Banten, untuk melihat hasil penindakan industri farmasi yang memproduksi obat sirup. Lebih lanjut Penny menyatakan, pihaknya bersama Bareskrim Polri telah melakukan penyelidikan dan akhirnya menemukan industri farmasi yang menggunakan EG dan DEG melebihi ambang batas. Penyelidikan ini dilakukan sejak 24 Oktober lalu. Kelebihan ambang batas itu diduga menyebabkan acute kidney injury (AKI) atau gangguan ginjal akut misterius.

BPOM juga menemukan adanya industri farmasi yang telah mengubah bahan baku propelina glikol dan mengganti pemasok bahan bakunya. Sayangnya tidak ada proses penyelidikan kualifikasi pemasok bahan baku. “Pengujian harusnya dilakukan oleh industri farmasi tersebut. Harusnya juga kalau ada perubahan melaporkan kepada BPOM,” ujarnya.

Penny menyebutkan, dua industri farmasi yang nakal itu adalah PT Yarindo Farmatama. Kemarin dia menunjukan hasil sitaan berupa bahan baku, dokumen, dan obat yang terdapat kandungan EG serta DEG melebihi ambang batas. “Nanti akan ditelusuri sampai industri mana yang memasok bahan bakunya,” tutur Penny.

Sitaan dari PT Universal Pharmaceutical Industries pun tak jauh beda. BPOM telah mengamankan tiga merk obat yang terdapat cemaran EG dan DEG melebihi batas serta bahan baku dan dokumen-dokumen penunjang. “Nanti akan kami dalami juga apakah ada pemalsuan dokumen karena industri farmasinya cukup kompeten,” ungkapnya.

Menurutnya, industri farmasi telah memiliki surat izin melakukan produksi atau sertifikat cara produksi obat yang baik (CPOB). Sertifikat ini berguna untuk menjamin industri farmasi melakukan kegiatan produksi produk farmasi sesuai dengan ketentuan. “Harus ada quality control. Sehingga kalau tidak ada kepatuhan untuk menaati setiap aspeknya adalah bentuk pelanggaran,” ujar Penny. Jika industri farmasi melanggar, ancamannya adalah sanksi administrasi berupa penarikan produk hingga pidana.

Sementara Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Brigjen Pipit Rismanto menjelaskan, setelahnya akan dilakukan gelar perkara bersama. Dengan gelar perkara tersebut akan bisa ditingkatkan status kasusnya. “Pasalnya 196 UU kesehatan,” ujarnya.

Namun, tidak menutup kemungkinan pendalaman dengan unsur pidana lainnya. Seperti UU konsumen dan UU perdagangan. “Apakah masuk atau tidak unsurnya untuk dua perusahaan itu,” paparnya.

Yang pasti, akan dilihat pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam kasus tersebut. “semua yang terlibat harus ikut bertanggungjawab,” terang jenderal bintang satu tersebut.

Sementara Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa kasus ini merupakan join investigation, antara BPOM dengan Bareskrim. Komunikasi antar kedua lembaga terus dilakukan. “Informasi dari ketua tim sedang uji laboratorium dari beberapa provinsi yang ada kasus gagal ginjal akut,” jelasnya.

Jadi dikumpulkan dulu, sampel urine darah dan obat yang diminum sama korban itu dikumpulkan untuk dianalisa di labfor. Hasil ujinya akan dipakai penyidik untuk meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan. “Kalau ada update baru akan diumumkan. Gagal ginjal akut ini dari obat dan perusahaan mana penyebabnya,” ujarnya.(jpc/idr/lyn/jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/