32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Korupsi Pilkada Harus Masuk Tipikor

JAKARTA- Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan mengusulkan, pelaku praktik korupsi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) harus dimasukan ke dalam tindak pidana korupsi (Tipikor), agar tidak mengenal masa kadaluarsa.

“Korupsi dalam Pilkada harus masuk Tipikor, sehingga tidak nengenal kadaluarsa,” katanya di Jakarta, Sabtu (30/6).
Menurut Ade, dijeratnya tindak pidana korupsi pada Pilkada telah diterapkan di Jepang.  Selain itu, tim kampanye seorang calon kepala daerah harus didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sementara itu, Pengamat Politik dan Direktur eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti menyebutkan, saat ini, jika terdapat praktik politik uang (money politic) yang dilakukan tim sukses (timses) seorang caleg, maka yang akan dihukum adalah calon legislatif yang diusung timses tersebut.

“Sekarang belum ada Timses yang dihukum, karena timses selalu sukses. Seharusnya timses juga kena, UU pemilunya harus direvisi,” ujarnya.
Sedangkan terkait rencana Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang menyerahkan kampanye kepada penyelenggara acara (Event Organizer) profesional di luar Parpol, Ray menegaskan, hal tersebut bisa membahayakan.

“Nanti ini bahaya karena diserahkan ke EO. Seluruh aktivitas pendanaan adalah tanggung jawab Parpol, tapi jika Parpol alihkan ke EO, sebaiknya ide ini bukan hanya diterapkan di satau partai, tapi harus jadi kebijakan nasional,” paparnya.

Meski manager kampanye itu bukan orang partai, dalih Sekjen Nasdem, Ahmad Rofiq, namun spiritnya, pertangungjawaban keuangan adalah tanggung jawab partai, bukan tanggung jawab EO tersebut.

“Spiritnya bukan seperti itu, karena bahwa semua pertanggungjawaban dibebankan ke partai. Tetap 100 % partai. Kalau tidak, nanti celaka 12, nanti bisa diselewengkan,” kilah Ahmad.

Menurutnya, kampanye dipegang oleh EO dan caleg legislatif dibiayai partai, lanjut Ahmad, merupakan upaya membangun keterusterangan dan tidak ingin bersembunyi di tempat yang terang. “Dengan itu, era politik dijamin terbuka, akan buka persaingan, akhiri politik transaksional, sehingga anggota dewan tidak terbebani dengan partai karena ia menjadi bagian dari rakyat,” tukasnya. (jpnn)

JAKARTA- Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan mengusulkan, pelaku praktik korupsi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) harus dimasukan ke dalam tindak pidana korupsi (Tipikor), agar tidak mengenal masa kadaluarsa.

“Korupsi dalam Pilkada harus masuk Tipikor, sehingga tidak nengenal kadaluarsa,” katanya di Jakarta, Sabtu (30/6).
Menurut Ade, dijeratnya tindak pidana korupsi pada Pilkada telah diterapkan di Jepang.  Selain itu, tim kampanye seorang calon kepala daerah harus didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sementara itu, Pengamat Politik dan Direktur eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti menyebutkan, saat ini, jika terdapat praktik politik uang (money politic) yang dilakukan tim sukses (timses) seorang caleg, maka yang akan dihukum adalah calon legislatif yang diusung timses tersebut.

“Sekarang belum ada Timses yang dihukum, karena timses selalu sukses. Seharusnya timses juga kena, UU pemilunya harus direvisi,” ujarnya.
Sedangkan terkait rencana Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang menyerahkan kampanye kepada penyelenggara acara (Event Organizer) profesional di luar Parpol, Ray menegaskan, hal tersebut bisa membahayakan.

“Nanti ini bahaya karena diserahkan ke EO. Seluruh aktivitas pendanaan adalah tanggung jawab Parpol, tapi jika Parpol alihkan ke EO, sebaiknya ide ini bukan hanya diterapkan di satau partai, tapi harus jadi kebijakan nasional,” paparnya.

Meski manager kampanye itu bukan orang partai, dalih Sekjen Nasdem, Ahmad Rofiq, namun spiritnya, pertangungjawaban keuangan adalah tanggung jawab partai, bukan tanggung jawab EO tersebut.

“Spiritnya bukan seperti itu, karena bahwa semua pertanggungjawaban dibebankan ke partai. Tetap 100 % partai. Kalau tidak, nanti celaka 12, nanti bisa diselewengkan,” kilah Ahmad.

Menurutnya, kampanye dipegang oleh EO dan caleg legislatif dibiayai partai, lanjut Ahmad, merupakan upaya membangun keterusterangan dan tidak ingin bersembunyi di tempat yang terang. “Dengan itu, era politik dijamin terbuka, akan buka persaingan, akhiri politik transaksional, sehingga anggota dewan tidak terbebani dengan partai karena ia menjadi bagian dari rakyat,” tukasnya. (jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/