30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Intel Menyamar jadi Pengguna Narkoba, Lantas Ketagihan

Komjen (Purn) Togar M Sianipar
Komjen (Purn) Togar M Sianipar

SUMUTPOS.CO – Kasus tertangkapnya dua anggota, Polda Kalbar AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka MP Harahap, oleh Polis Diraja Malaysia, di Kuching, menampar muka korps baju coklat di Tanah Air.

Keduanya ditangkap karena pengembangan penangkapan seorang Warga Negara Filipina, Chusi, di Bandara International Kuala Lumpur, karena kepemilikan 3,1 kg amphetamin.

Bagaimana sindikat narkoba internasional bisa merekrut anggota polri? Berikut wawancara wartawan JPNN, Soetomo Samsu, dengan mantan Kalahar Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat, Komjen (Purn) Togar Sianipar, di Jakarta, kemarin (3/9).

 

T: Bagaimana tanggapan Anda terhadap kasus tertangkapnya dua anggota Polda Kalbar itu?

 

J: Iya, memang itu fakta. Bahwa BNN, sewaktu saya pimpin, bukan hanya menghadapi para pengedar narkoba saja, tapi juga menghadapi “musuh dalam selimut”. Anggota polri tak sedikit menggunakan narkoba. Juga aparat hukum lain seperti jaksa, hakim. Termasuk juga pejabat, bupati, wakil bupati, anggota DPRD. Saya katakan “musuh dalam selimut” karena mereka seharusnya menjadi bagian dari upaya pemberantasan narkoba.

 

T: Jadi sulit memberantasa narkoba di Indonesia karena oknum aparatnya banyak yang terlibat?

 

J: Betul. Ini persoalan serius bagi Indonesia. Harus ada upaya extra ordinary untuk menangani penyalahgunaan narkoba. Jangan dianggap enteng. Sejak 15 tahun lalu sudah saya katakan, peredaran narkoba di Indonesia sangat memprihatinkan. Dan sekarang, bukannya berkurang, tapi semakin memprihatinkan. Tekad untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba tahun 2015, atau Drug Free Asean 2015, saya yakin tidak akan terwujud. Tahun 2015 tinggal beberapa bulan lagi. Tapi bisa dilihat, upaya pemberantasannya kalah cepat dengan kecepatan peredarannya. Peredaran narkoba seperti deret ukur, sementara upaya pemberantasannya seperti deret hitung.

 

T: Bagaimana modus jaringan narkoba internasional merekrut anggota polisi?

 

J: Ini telah terjadi sewaktu saya masih memimpin BNN, anggota polisi terlibat jaringan mereka. Petugas reserse narkoba itu, agar bisa masuk ke lingkaran pengedar, terkadang mereka harus menyamar sebagai pemakai narkoba. Lama-lama ada yang ketagihan, terjerembab menjadi pemakai.

 

T: Yang terlibat menjadi bagian pengedar bagaimana bisa terjadi?

 

J: Peredaran uang narkoba itu kan tidak ada serinya, menggiurkan. Barangkali ditambah pengaruh life style, gaya hidup, lantas mereka tak tahan godaan. Di Medan pernah terjadi, Kasatserse di Jambi juga pernah terjadi. Dari menyamar, ketagihan, lantas ingin cepat kaya dengan cara mudah. Begitu masuk pengadilan, ada jaksa juga yang tak tahan godaan uang sogokan. Begitu mau divonis, ada juga hakim yang juga tak tahan godaan. Kalau pun ditahan, di lapas juga sama saja. Anda tahu, ada yang sudah divonis mati pun masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari penjara. Rangkaiannya begitu rumit.

 

T: Upaya yang bisa efektif untuk mengatasinya seperti apa?

 

J: Seperti saya katakan tadi, harus ada upaya extra ordinary. Boleh lah sosialisasi, penyuluhan-penyuluhan, tapi yang sudah divonis mati itu ya harus cepat dieksekusi. Yang sudah divonis mati, tinggal dorrrr….kok masih bisa mengendalikan peredaran” Ini gimana” Jadi ini kelemahan kita juga. Harusnya langsung dor! Harus ada contoh sanksi yang keras.

 

T: Pemerintahan baru bisa diharapkan lebih keras memberantas narkoba?

 

J: Ya itu harapan kita semua. Tapi yang perlu diingat, tak bisa masalah serius ini hanya mengandalkan BNN. Harus ada gerakan nasional. Omong kosong program Indonesia Sehat, Indonesia Pintar, tapi mental dan moralnya tidak sehat. Saya katakan, narkoba adalah ancaman terbesar Indonesia saat ini. Yang dark number, belum terungkap, masih cukup banyak. Kalau tak ada upaya extra ordinary, omong kosong.

 

T: Langkah pemeriksaan urine secara berkala di jajaran kepolisian, apa efektif?

 

J: Pemeriksaan berkala, misal sekali dalam sebulan, itu memang harus dilakukan. Tapi juga harus dilakukan pemeriksaan yang dadakan, tidak berkala. Yang penting juga upaya pencegahan. Saya berharap ada kurikulum antinarkoba, sejak tingkat sekolah usia dini hingga mahasiswa. Setiap penerimaan siswa dan mahasiswa baru, juga harus dilakukan pemeriksaan urine.

 

T: Terhadap anggota polri yang bertugas di bagian reserse narkoba, apa yang harus dibenahi?

 

J: Cara merekrutnya jangan sembarangan. Harus terpilih, jangan asal tunjuk, harus sudah teruji integritas moralnya. Juga harus dilakukan pemeriksaan urine secara berkala dan mendadak. Mereka rawan karena bertugas masuk ke lingkaran jaringan pengedar. Polisi juga harus membuka akses informasi masyarakat. Misal ada laporan dari masyarakat, harus cepat ditindak dan dihukum berat karena mereka aparat penegak hukum.

 

T: Terhadap dua anggota polisi yang ditangkap Polisi Diraja Malaysia, bagaimana publik Indonesia harus bersikap?

 

J: Dua polisi itu jangan dibela-bela. Kalau di sana akan diterapkan hukum gantung, ya gantung saja. Silakan hukum agar menjadi shock therapy. Setahu saya, baru kali ini ada polisi ditangkap negara lain gara-gara kasus narkoba. Ini pertanda sudah serius. Banyak warga masyarakat mengadu ke saya, pak polisi di sana pakai narkoba, pak polisi di sana terlibat pengedar. Ya saya bilang, harus ada buktinya untuk bisa ditindak. Tapi kan tidak ada asap kalau tidak ada api. ***

Komjen (Purn) Togar M Sianipar
Komjen (Purn) Togar M Sianipar

SUMUTPOS.CO – Kasus tertangkapnya dua anggota, Polda Kalbar AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka MP Harahap, oleh Polis Diraja Malaysia, di Kuching, menampar muka korps baju coklat di Tanah Air.

Keduanya ditangkap karena pengembangan penangkapan seorang Warga Negara Filipina, Chusi, di Bandara International Kuala Lumpur, karena kepemilikan 3,1 kg amphetamin.

Bagaimana sindikat narkoba internasional bisa merekrut anggota polri? Berikut wawancara wartawan JPNN, Soetomo Samsu, dengan mantan Kalahar Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat, Komjen (Purn) Togar Sianipar, di Jakarta, kemarin (3/9).

 

T: Bagaimana tanggapan Anda terhadap kasus tertangkapnya dua anggota Polda Kalbar itu?

 

J: Iya, memang itu fakta. Bahwa BNN, sewaktu saya pimpin, bukan hanya menghadapi para pengedar narkoba saja, tapi juga menghadapi “musuh dalam selimut”. Anggota polri tak sedikit menggunakan narkoba. Juga aparat hukum lain seperti jaksa, hakim. Termasuk juga pejabat, bupati, wakil bupati, anggota DPRD. Saya katakan “musuh dalam selimut” karena mereka seharusnya menjadi bagian dari upaya pemberantasan narkoba.

 

T: Jadi sulit memberantasa narkoba di Indonesia karena oknum aparatnya banyak yang terlibat?

 

J: Betul. Ini persoalan serius bagi Indonesia. Harus ada upaya extra ordinary untuk menangani penyalahgunaan narkoba. Jangan dianggap enteng. Sejak 15 tahun lalu sudah saya katakan, peredaran narkoba di Indonesia sangat memprihatinkan. Dan sekarang, bukannya berkurang, tapi semakin memprihatinkan. Tekad untuk mewujudkan Indonesia bebas narkoba tahun 2015, atau Drug Free Asean 2015, saya yakin tidak akan terwujud. Tahun 2015 tinggal beberapa bulan lagi. Tapi bisa dilihat, upaya pemberantasannya kalah cepat dengan kecepatan peredarannya. Peredaran narkoba seperti deret ukur, sementara upaya pemberantasannya seperti deret hitung.

 

T: Bagaimana modus jaringan narkoba internasional merekrut anggota polisi?

 

J: Ini telah terjadi sewaktu saya masih memimpin BNN, anggota polisi terlibat jaringan mereka. Petugas reserse narkoba itu, agar bisa masuk ke lingkaran pengedar, terkadang mereka harus menyamar sebagai pemakai narkoba. Lama-lama ada yang ketagihan, terjerembab menjadi pemakai.

 

T: Yang terlibat menjadi bagian pengedar bagaimana bisa terjadi?

 

J: Peredaran uang narkoba itu kan tidak ada serinya, menggiurkan. Barangkali ditambah pengaruh life style, gaya hidup, lantas mereka tak tahan godaan. Di Medan pernah terjadi, Kasatserse di Jambi juga pernah terjadi. Dari menyamar, ketagihan, lantas ingin cepat kaya dengan cara mudah. Begitu masuk pengadilan, ada jaksa juga yang tak tahan godaan uang sogokan. Begitu mau divonis, ada juga hakim yang juga tak tahan godaan. Kalau pun ditahan, di lapas juga sama saja. Anda tahu, ada yang sudah divonis mati pun masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari penjara. Rangkaiannya begitu rumit.

 

T: Upaya yang bisa efektif untuk mengatasinya seperti apa?

 

J: Seperti saya katakan tadi, harus ada upaya extra ordinary. Boleh lah sosialisasi, penyuluhan-penyuluhan, tapi yang sudah divonis mati itu ya harus cepat dieksekusi. Yang sudah divonis mati, tinggal dorrrr….kok masih bisa mengendalikan peredaran” Ini gimana” Jadi ini kelemahan kita juga. Harusnya langsung dor! Harus ada contoh sanksi yang keras.

 

T: Pemerintahan baru bisa diharapkan lebih keras memberantas narkoba?

 

J: Ya itu harapan kita semua. Tapi yang perlu diingat, tak bisa masalah serius ini hanya mengandalkan BNN. Harus ada gerakan nasional. Omong kosong program Indonesia Sehat, Indonesia Pintar, tapi mental dan moralnya tidak sehat. Saya katakan, narkoba adalah ancaman terbesar Indonesia saat ini. Yang dark number, belum terungkap, masih cukup banyak. Kalau tak ada upaya extra ordinary, omong kosong.

 

T: Langkah pemeriksaan urine secara berkala di jajaran kepolisian, apa efektif?

 

J: Pemeriksaan berkala, misal sekali dalam sebulan, itu memang harus dilakukan. Tapi juga harus dilakukan pemeriksaan yang dadakan, tidak berkala. Yang penting juga upaya pencegahan. Saya berharap ada kurikulum antinarkoba, sejak tingkat sekolah usia dini hingga mahasiswa. Setiap penerimaan siswa dan mahasiswa baru, juga harus dilakukan pemeriksaan urine.

 

T: Terhadap anggota polri yang bertugas di bagian reserse narkoba, apa yang harus dibenahi?

 

J: Cara merekrutnya jangan sembarangan. Harus terpilih, jangan asal tunjuk, harus sudah teruji integritas moralnya. Juga harus dilakukan pemeriksaan urine secara berkala dan mendadak. Mereka rawan karena bertugas masuk ke lingkaran jaringan pengedar. Polisi juga harus membuka akses informasi masyarakat. Misal ada laporan dari masyarakat, harus cepat ditindak dan dihukum berat karena mereka aparat penegak hukum.

 

T: Terhadap dua anggota polisi yang ditangkap Polisi Diraja Malaysia, bagaimana publik Indonesia harus bersikap?

 

J: Dua polisi itu jangan dibela-bela. Kalau di sana akan diterapkan hukum gantung, ya gantung saja. Silakan hukum agar menjadi shock therapy. Setahu saya, baru kali ini ada polisi ditangkap negara lain gara-gara kasus narkoba. Ini pertanda sudah serius. Banyak warga masyarakat mengadu ke saya, pak polisi di sana pakai narkoba, pak polisi di sana terlibat pengedar. Ya saya bilang, harus ada buktinya untuk bisa ditindak. Tapi kan tidak ada asap kalau tidak ada api. ***

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/