26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Polisi Narkoba Harus Tes Urine

altJAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kapolri Jenderal Pol Sutarman sudah saatnya menjadikan momentum tertangkapnya dua oknum anggota kepolisian Indonesia oleh kepolisian Diraja Malaysia diduga terlibat narkotika, menjadi titik untuk lebih intensif melakukan pembinaan
bagi aparat kepolisian yang ada. Tes urine seluruh personel, terkhusus satuan narkoba, pun didaulat menjadi langkah penting untuk itu.

Pasalnya, penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oknum-oknum aparat kepolisian terus meningkat dari waktu ke waktu.

Bahkan menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, sedikitnya setiap tahun terdapat sedikitnya 200 anggota Polri yang ditindak karena terlibat penyalahgunaan narkoba.

“Beberapa tahun lalu, Polda Aceh pernah ‘merehabilitasi’ sekitar 1.000 anggotanya yang diduga terlibat penyalahgunaan narkoba. Di Sumut, pamen (perwira menangah) yang juga pejabat Poldanya pernah dicopot karena terlibat penyalahgunaan narkoba,” katanya menjawab Sumut Pos di Jakarta, Selasa (2/9).

Sebagai langkah positif, kepolisian kata Neta, sudah saatnya melakukan tes urine secara berkala terhadap anggotanya. Terutama yang bekerja di unit narkoba. Langkah pengujian sangat dimungkinkan karena Polri memiliki alat tes urin yang sederhana dan bisa dikontrol atasan langsung.

“Sebaiknya tes urine dilakukan pada Minggu dan Senin pagi. Sebab pada hari Sabtu dan Minggu malam itulah kerap terjadi penyalahgunaan narkoba di tempat-tempat hiburan malam,” katanya.

Meski memiliki alat yang mampu mengetahui test urine, namun Neta melihat kepolisian tetap memerlukan agar tes dilakukan dengan melibatkan lembaga independen. Hal ini untuk mendapatkan hasil yang independen pula. “Tujuannya agar anggota polri dan institusi Polri terlindungi dari aksi-aksi penyalahgunaan narkoba. Karena makin banyaknya anggota polri terlibat narkoba, sudah patut diduga bahwa jaringan mafia narkoba telah masuk begitu dalam ke kalangan tertentu di kepolisian,” katanya.

Neta menilai, tanpa disadari oleh polri, jaringan mafia narkoba sudah merongrong dan memecundangi institusi kepolisian yang seharusnya bersih dari praktik-praktik penyalahgunaan narkotika.

“Kasus tertangkapnya 2 anggota Polri di Malaysia makin menguatkan indikasi ini. Dengan iming-iming uang dan fasilitas, para mafia narkoba sudah memperdaya anggota Polri. Situasi ini harus dicermati Kapolri,” katanya.

Karena itu Neta menilai penelitian dan penelusuran perlu dilakukan Polri untuk mengetahui sudah sejauh mana anggotanya menjadi budak narkoba. Selain itu, tindakan tegas, berupa pemecatan juga harus dilakukan kapolri terhadap anggotanya yang terlibat narkoba.

Menurutnya, tindakan tegas diperlukan agar ada efek jera. Karena selama ini masih ada sikap toleransi yang tinggi di kalangan elit polri untuk memaafkan polisi-polisi yang bermasalah. Akibatnya, anggota polri tersebut terus menerus mempermalukan dirinya dan institusinya.

“Kasus AKBP Idha yg tertangkap di Malaysia contohnya, sejak bertugas di Poldasu sudah bermasalah. Tapi tidak dipecat dan akhirnya membuat masalah besar di Malaysia hingga memalukan Polri dan bangsa Indonesia,” katanya.

Sementara itu secara terpisah, Kapolri menegaskan dua anggotanya yang ditangkap Polisi Diraja Malaysia (PDRM), AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka MP Harahap, belum tentu bersalah. Meski begitu, Sutarman melanjutkan, jika memang keduanya terbukti bersalah, mereka harus mendapatkan hukuman yang sangat berat. Sebab keduanya merupakan penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh masyarakat.

“Kalau betul-betul itu salah, kita menghormati hukum Malaysia dan hukum seberat-beratnya. Karena itu adalah aparatur penegak hukum, hukumannya harus lebih dari yang lain,” tuturnya.

Kata dia, di luar proses hukum di Malaysia, Polri juga akan menggelar sidang etik terhadap keduanya. Diketahui keduanya sering melanggar etik selama ini dan sudah terakumulasi.

Polisi di Sumut Terlibat Narkoba
Dari Sumut, Direktur Direktorat Reserse Narkoba Poldasu, Kombes Pol Toga Habinsaran Panjaitan tidak memungkiri kalau bisnis narkoba di Sumatera Utara melibatkan oknum Polisi. Namun, disebutnya kalau para oknum tersebut terbilang sulit ditangkap karena sistem bisnis yang sudah disusun dengan sangat rapi. Hal itu disampakan Toga ketika dikonfirmasi Sumut Pos via telepon, Selasa (2/9) malam. “Memang jumlah polisi yang kita duga terlibat berdasarkan penyelidikan kita, tidak begitu banyak. Namun, tidak kita pungkiri kalau hal itu ada di Sumatera Utara, “ ungkap Toga.

Saat disinggung soal perwira polisi di jajaran Polda Sumut yang terlibat dengan bisnis narkoba, Toga hanya diam. Namun, diakuinya kalau pihaknya masih melakukan penyelidikan soal hal itu. Sementara saat disinggung soal tes urine terhadap oknum Polisi, baik Bintara ataupun Perwira di jajaran Polda Sumut, Toga mengaku kalau pihaknya berwenang melakukan hal itu.  “Sudah pernah kita lakukan hal itu. Saat kita lakukan, kita temukan 7 oknum polisi yang bertugas di Mapoldasu positif narkoba. Sebagai hukumannya saat itu, sudah kita pindah tugaskan mereka yang positif narkoba itu. Kalau untuk dilakukan lagi akan kita kordinasikan dan jadwalkan terlebih dahulu, “ jelasnya.

Sebagai informasi, selama 2014 Ditresnarkoba Poldasu meringkus 19 orang anggota Polri yang menggunakan narkoba. Penangkapan dilakukan di beberapa lokasi di Sumatera Utara, mulai Januari 2014 sampai Juni 2014. Hal itu diketahui berdasarkan data yang diterima Sumut Pos dari Ditresnarkoba Polda Sumut, Jumat (18/7) siang lalu.

Pengamat hukum Muslim Muis berpendapat, seharusnya Kapolda Sumut yang baru ini, Irjen Pol Eko Hadi S harus membuat wilayah Sumatera Utara (Sumut) ini menjadi daerah ‘darurat narkoba’. “Lakukan dulu tes urin kepada seluruh anggota Polri. Dengan begitu akan terlihat siapa saja yang terindikasi dan bersih. Namun, apabila hanya wacana saja itu maka timbul kecurigaan terhadap petinggi Polri. Transparansi internal di tubuh Polri itu bisa menjadi tolak ukur sejauh mana bersih anggota Polri dari narkoba,” jelas Muis.

Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta yang ditanya kapan pihaknya melakukan tes urin, ia tak banyak berkomentar. “Terima kasih atas sarannya. Sudah pernah kita laksanakan dan nanti dilaksanakan kembali,” jawabnya singkat. (gir/ain/ris/rbb)

altJAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kapolri Jenderal Pol Sutarman sudah saatnya menjadikan momentum tertangkapnya dua oknum anggota kepolisian Indonesia oleh kepolisian Diraja Malaysia diduga terlibat narkotika, menjadi titik untuk lebih intensif melakukan pembinaan
bagi aparat kepolisian yang ada. Tes urine seluruh personel, terkhusus satuan narkoba, pun didaulat menjadi langkah penting untuk itu.

Pasalnya, penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oknum-oknum aparat kepolisian terus meningkat dari waktu ke waktu.

Bahkan menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, sedikitnya setiap tahun terdapat sedikitnya 200 anggota Polri yang ditindak karena terlibat penyalahgunaan narkoba.

“Beberapa tahun lalu, Polda Aceh pernah ‘merehabilitasi’ sekitar 1.000 anggotanya yang diduga terlibat penyalahgunaan narkoba. Di Sumut, pamen (perwira menangah) yang juga pejabat Poldanya pernah dicopot karena terlibat penyalahgunaan narkoba,” katanya menjawab Sumut Pos di Jakarta, Selasa (2/9).

Sebagai langkah positif, kepolisian kata Neta, sudah saatnya melakukan tes urine secara berkala terhadap anggotanya. Terutama yang bekerja di unit narkoba. Langkah pengujian sangat dimungkinkan karena Polri memiliki alat tes urin yang sederhana dan bisa dikontrol atasan langsung.

“Sebaiknya tes urine dilakukan pada Minggu dan Senin pagi. Sebab pada hari Sabtu dan Minggu malam itulah kerap terjadi penyalahgunaan narkoba di tempat-tempat hiburan malam,” katanya.

Meski memiliki alat yang mampu mengetahui test urine, namun Neta melihat kepolisian tetap memerlukan agar tes dilakukan dengan melibatkan lembaga independen. Hal ini untuk mendapatkan hasil yang independen pula. “Tujuannya agar anggota polri dan institusi Polri terlindungi dari aksi-aksi penyalahgunaan narkoba. Karena makin banyaknya anggota polri terlibat narkoba, sudah patut diduga bahwa jaringan mafia narkoba telah masuk begitu dalam ke kalangan tertentu di kepolisian,” katanya.

Neta menilai, tanpa disadari oleh polri, jaringan mafia narkoba sudah merongrong dan memecundangi institusi kepolisian yang seharusnya bersih dari praktik-praktik penyalahgunaan narkotika.

“Kasus tertangkapnya 2 anggota Polri di Malaysia makin menguatkan indikasi ini. Dengan iming-iming uang dan fasilitas, para mafia narkoba sudah memperdaya anggota Polri. Situasi ini harus dicermati Kapolri,” katanya.

Karena itu Neta menilai penelitian dan penelusuran perlu dilakukan Polri untuk mengetahui sudah sejauh mana anggotanya menjadi budak narkoba. Selain itu, tindakan tegas, berupa pemecatan juga harus dilakukan kapolri terhadap anggotanya yang terlibat narkoba.

Menurutnya, tindakan tegas diperlukan agar ada efek jera. Karena selama ini masih ada sikap toleransi yang tinggi di kalangan elit polri untuk memaafkan polisi-polisi yang bermasalah. Akibatnya, anggota polri tersebut terus menerus mempermalukan dirinya dan institusinya.

“Kasus AKBP Idha yg tertangkap di Malaysia contohnya, sejak bertugas di Poldasu sudah bermasalah. Tapi tidak dipecat dan akhirnya membuat masalah besar di Malaysia hingga memalukan Polri dan bangsa Indonesia,” katanya.

Sementara itu secara terpisah, Kapolri menegaskan dua anggotanya yang ditangkap Polisi Diraja Malaysia (PDRM), AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka MP Harahap, belum tentu bersalah. Meski begitu, Sutarman melanjutkan, jika memang keduanya terbukti bersalah, mereka harus mendapatkan hukuman yang sangat berat. Sebab keduanya merupakan penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh masyarakat.

“Kalau betul-betul itu salah, kita menghormati hukum Malaysia dan hukum seberat-beratnya. Karena itu adalah aparatur penegak hukum, hukumannya harus lebih dari yang lain,” tuturnya.

Kata dia, di luar proses hukum di Malaysia, Polri juga akan menggelar sidang etik terhadap keduanya. Diketahui keduanya sering melanggar etik selama ini dan sudah terakumulasi.

Polisi di Sumut Terlibat Narkoba
Dari Sumut, Direktur Direktorat Reserse Narkoba Poldasu, Kombes Pol Toga Habinsaran Panjaitan tidak memungkiri kalau bisnis narkoba di Sumatera Utara melibatkan oknum Polisi. Namun, disebutnya kalau para oknum tersebut terbilang sulit ditangkap karena sistem bisnis yang sudah disusun dengan sangat rapi. Hal itu disampakan Toga ketika dikonfirmasi Sumut Pos via telepon, Selasa (2/9) malam. “Memang jumlah polisi yang kita duga terlibat berdasarkan penyelidikan kita, tidak begitu banyak. Namun, tidak kita pungkiri kalau hal itu ada di Sumatera Utara, “ ungkap Toga.

Saat disinggung soal perwira polisi di jajaran Polda Sumut yang terlibat dengan bisnis narkoba, Toga hanya diam. Namun, diakuinya kalau pihaknya masih melakukan penyelidikan soal hal itu. Sementara saat disinggung soal tes urine terhadap oknum Polisi, baik Bintara ataupun Perwira di jajaran Polda Sumut, Toga mengaku kalau pihaknya berwenang melakukan hal itu.  “Sudah pernah kita lakukan hal itu. Saat kita lakukan, kita temukan 7 oknum polisi yang bertugas di Mapoldasu positif narkoba. Sebagai hukumannya saat itu, sudah kita pindah tugaskan mereka yang positif narkoba itu. Kalau untuk dilakukan lagi akan kita kordinasikan dan jadwalkan terlebih dahulu, “ jelasnya.

Sebagai informasi, selama 2014 Ditresnarkoba Poldasu meringkus 19 orang anggota Polri yang menggunakan narkoba. Penangkapan dilakukan di beberapa lokasi di Sumatera Utara, mulai Januari 2014 sampai Juni 2014. Hal itu diketahui berdasarkan data yang diterima Sumut Pos dari Ditresnarkoba Polda Sumut, Jumat (18/7) siang lalu.

Pengamat hukum Muslim Muis berpendapat, seharusnya Kapolda Sumut yang baru ini, Irjen Pol Eko Hadi S harus membuat wilayah Sumatera Utara (Sumut) ini menjadi daerah ‘darurat narkoba’. “Lakukan dulu tes urin kepada seluruh anggota Polri. Dengan begitu akan terlihat siapa saja yang terindikasi dan bersih. Namun, apabila hanya wacana saja itu maka timbul kecurigaan terhadap petinggi Polri. Transparansi internal di tubuh Polri itu bisa menjadi tolak ukur sejauh mana bersih anggota Polri dari narkoba,” jelas Muis.

Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta yang ditanya kapan pihaknya melakukan tes urin, ia tak banyak berkomentar. “Terima kasih atas sarannya. Sudah pernah kita laksanakan dan nanti dilaksanakan kembali,” jawabnya singkat. (gir/ain/ris/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/