Jakarta- Bukan hanya masalah ijazah palsu saja saat ini yang kian marak dikalangan pendidik di Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mencatat adanya 100 pendidik yang melakukan plagiat untuk syarat kenaikan jabatan.
Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Ditjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, Supriadi Rustad menyatakan dari jumlah tersebut rata-rata adalah tenaga pendidik dikalangan universitas. “Dosen-dosen tersebut setingkat guru besar, lector dan lector kepala,” ujarnya di Jakarta, kemarin (02/10).
Menurutnya, mereka nekat memalsukan jurnal ilmiah yang menjadi syarat kenaikan pangkat mereka bukan semata-mata karena besarnya tunjangan yang akan diterima. Tapi lebih kepada prestise yang akan diterima yang bersangkutan. Para pendidik tersebut memalsukan jurnal ilmiah mereka kedalam sebuah buku yang ternyata penerbitnya tidak kompeten atau bahkan tidak ada. Selain pemalsuan dalam bentuk buku, jurnal tersebut pun dipalsukan dalam jurnal online yang ada di Indonesia.
“Anehnya kan, ada beberapa buku dengan sampul sama. Setelah dibuka, tahunnya sama, volumenya sama, halamannya sama tapi isinya berbeda-beda,” katanya, kemudian tertawa.
Ia mengingatkan, agar para pendidik ini tidak main-main terhadap hal tersebut. Pasalnya, meski banyak data yang masuk ke pihaknya, pemeriksaan akan tetap dilakukan terperinci satu persatu. “Jangan sekali-sekali melakukan pemalsuan dokumen disini. Pasti ketemu”.
Dari jumlah tersebut masih ada kemungkinan untuk bertambah lagi. Tim khusus yang dibentuknya hingga kini masih terus melakukan pemeriksaan terkait proses sertifikasi untuk kenaikan jabatan tersebut. “Saat ini ada sekitar 12 kasus plagiat yang tengah kita perikas”. Dari 100 nama yang telah dikantonginya, empat diantara mereka telah diberikan sanksi dengan penurunan jabatan dan dua orang yang dipecat.
Ia menegaskan bahwa sanksi yang akan diberikan tidak akan main-main. Dosen yang terbukti bersalah tersebut akan diturunkan pangkatnya. Selain itu, sertifikasi dosen tidak akan diberlakukan untuk dosen tersebut dalam beberapa tahun ke depan. Supriadi menilai, pemalsuan yang dilakukan oleh pihak dosen tidak terlepas dari universitas tempat ia bernaung. Oleh sebab itu, pihak universitas juga akan menerima sanksi jika pihak universitas tidak mau memberi sanksi tegas pada dosennya.
“Kita akan tunda kenaikan pangkat dosennya. Selain itu, layanan Dikti juga akan kita tutup termasuk beasiswa yang mengalir,” tandasnya.
Dalam keterangannya, tak hanya dosen yang bermasalah. Ternyata pihak universitas juga banyak yang melakukan pemalsuan data dosen. Selain untuk memperoleh jatah bantuan, hal tersebut juga sebagai syarat universitas tersebut diperbolehkan beroperasi.
“Korelasinya adalah banyaknya mahasiswa yang masuk bergantung pada banyak dosen yang ada,” ungkpany.
Dan jika dosen yang mengajar sedikit maka jumlah mahasiswa yang diterima juga harus disesuaikan. Yang imbasnya adalah jumlah pendapatan yang akan diterima juga akan sedikit. Menurunya, sejak tahun 2012 lalu, ada sekitar 400 Perguruan tinggi baik negeri dan swasta yang ikut serta andil dalam pemalsuan tersebut. bahkan dalam pengakuannya, ada juga perguruan tinggi kedinasan yang melakukan hal tersebut.
Lanjutnya, dari jumlah tersebut sudah ada sekitar 76 universitas yang mengaku bersalah. Ke 76 universitas tersebut akan dilakukan pembinaan dan sesuai ketentuan akan diberikan sanksi penutupan akses Dikti. Namun setelahnya, Supriadi berjanji pemberian fasilitas akan kembali seperti semula. “Asal mereka mau tobat pasti kita ampuni,” tegasnya. (mia)