29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Menkes Ungkap 3 Bukti Gagal Ginjal Akut Akibat EG dan DEG

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akhirnya menyimpulkan, kasus gangguan ginjal akut disebabkan cemaran senyawa Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG) pada obat sirup. Kesimpulan itu didasarkan pada sejumlah indikator.

Pertama, kesimpulan ditarik berdasarkan masukan dari WHO dan analisa toksikologi yang dilakukan di pasien dan obat-obatan yang dikonsumsi pasien. Kedua, kesimpulan juga diperhitungkan berdasarkan biopsi yang kami lakukan ke ginjal anak-anak yang kemudian sakit. Ketiga, kemudian kesimpulan juga dilakukan berdasarkan analisa efektivitas dari penawar racun Fomipizole yang memang merupakan antidot dari kecacunan EG DEG.

“Dengan begitu kami menyimpulkan, faktor terbesar yang menyebabkan adanya kenaikan dari akut ginjal injuries ini disebabkan oleh adanya senyawa kimia tersebut yang masuk di anak-anak kita,” tegas Menkes Budi di DPR, Rabu (2/11).

Ia menegaskan, Kemenkes terus berkoordinasi dengan BPOM agar penyelidikan kasus ini bisa tuntas. Menurutnya risiko terbesarnya ada pada obat dan makanan yang merupakan tupoksi dari BPOM. “Sehingga kami terus bekerja sama dengan BPOM. Dan setelah mendatangkan fomipizole terjadi penurunan kasus yang drastis, sangat drastis dari kasus-kasus baru,” ungkapnya.

Menkes Budi menegaskan, turunnya kasus juga setelah dilakukan larangan konsumsi obat sirop. Ia menyebutkan langkah ekstrem ini berkaitan dengan nyawa anak. “Jadi kami tutup dulu, nanti habis kami tutup, kami kerja sama dengan BPOM, teman-temab farmasi, Ikatan Apoteker Indonesia, dan teman-teman dari dokter. Yang penting objektifnya sama, jangan sampai ada lagi kematian bayi yang terjadi di masyarakat kita. Karena ini adalah kelompok yang harus dilindungi, kematian harusnya jangan sampai terjadi,” tegasnya.

Ia juga berjanji akan mengizinkan seluruh obat sirop nantinya jika seluruhnya sudah dinyatakan aman. “Akhirnya kami sekarang ingin memastikan bahwa secara gradual kami akan buka obat-obatannya yang memang sudah terbukti aman, dan itu harus diconfirm oleh BPOM sebagai otoritasnya,” tegas Menkes.

6.001 Tautan Obat yang Berisiko Merusak Ginjal

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan 6.001 tautan yang teridentifikasi melakukan penjualan sirup obat terkontaminasi zat berbahaya perusak ginjal pada platform situs, media sosial, dan e-commerce di Indonesia. “Ternyata produk tersebut banyak dijual secara online (daring). Kami melakukan patroli siber terhadap produk yang tidak memenuhi ketentuan,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu (2/11).

Ia mengatakan, BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan (take-down) konten terhadap 6.001 tautan tersebut sejak 24 Oktober 2022.

Ia mengatakan obat pada tautan tersebut dianggap tidak aman untuk dikonsumsi sebab diduga mengandung senyawa kimia berbahaya Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (DEG) yang dikaitkan dengan kejadian gangguan ginjal akut di Indonesia.

Hasil uji sampling dan pengujian lima dari 38 sampel (13 persen) obat sirop tersebut, kata Penny, terbukti mengandung cemaran EG/DEG melebihi batas aman 0,1 mg/ml, yakni Termorex Sirop (Bets AUG22A06), Flurin DMP Sirop, Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, Unibebi Demam Drops. “EG dan DEG tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum,” katanya.

Dia mengatakan, cemaran EG/DEG pada obat dimungkinkan ada dalam batas tertentu, berasal dari pelarut Propilen Glikol (PG), Polietilen Glikol (PEG), sorbitol, dan gliserin/gliserol.

Selain itu, cemaran ED/DEG obat juga dimungkinkan pada produk yang tidak terdapat standar internasional cemaran EG/DEG dalam produk obat. “Acuan BPOM adalah Farmakope Indonesia dan standar lain sesuai UU 36/2009 tentang Kesehatan,” katanya.

Menurut Penny, ambang batas aman atau Maximum Tolerable Daily Intake (MTDI) cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg BB/per hari. “Hasil uji cemaran EG yang ditemukan pada produk tidak memenuhi syarat, belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirop obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut,” katanya.

Beberapa faktor risiko lain, seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pascaCovid-19. “Untuk itu harus ada kajian kausalitas apakah kejadian itu terkait dan disebabkan oleh obat,” katanya.

Polri Dalami Proses Produksi PT Afi Farma

Sementara, Penyidik Bareskrim Polri mendalami proses produksi obat sirop milik PT Afi Farma Kediri. Hal ini dalam rangka mencari bukti materiil penyidikan kasus dugaan gagal ginjal akut.

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto mengatakan, penyidik telah berangkat ke Kediri untuk memeriksa pihak PT. Afi Farma. “Semuanya (diperiksa). Kami harus betul-betul mendalami, kalau formil-nya kan sudah ada, ada undang-undang dan aturan yang dilanggar, tinggal pembuktian materiil nya,” ucap Pipit di Jakarta, Rabu (2/11).

Ia menjelaskan, pembuktian materiil itu dilakukan dengan mengetahui bagaimana proses produksi obat sirop yang diproduksi PT Afi Farma. “Kami mendalami proses pra-produksi seperti apa. Kemudian selama proses produksi seperti apa. Itu yang harus kami cari tahu banyak, terus siapa nanti yang bertanggungjawab apabila ada kesalahan ini,” ujar Pipit.

Salah satu pihak yang diperiksa adalah Direktur PT Afi Farma. Namun, saat ini penyidik yang sudah tiba di Kendiri belum dapat memeriksanya karena dipanggil oleh BPOM. “Masalahnya dirutnya juga dipanggil sama BPOM, jadi kami bingung. Ya mau kami periksa malah BPOM yang panggil,” ungkap Pipit.

Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri telah meningkatkan status penanganan kasus gagal ginjal akut ke tahap penyidikan dengan perusahaan yang diduga melanggar pidana PT Afi Farna. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan produk Paracetamol yang diproduksi PT. Afi Pharma tercemar senyawa perusak ginjal.

Temuan itu didapat BPOM berdasarkan hasil uji sampling terhadap 102 daftar produk obat sirop yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk uji kelayakan kandungan bahan baku di laboratorium BPOM RI karena diduga terkait dengan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia.

Bahan cemaran perusak ginjal yang dimaksud adalah Propilen Glikol melebihi ambang batas keamanan sehingga memicu pencemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada produk.

BPOM telah menyelesaikan pengujian terhadap seluruh daftar produk obat sirop yang dilaporkan Kemenkes. Dari total 102 produk, ditemukan tiga produsen farmasi swasta dengan hasil kandungan pencemaran EG dan DEG.

Selain PT. Afi Farma, produsen lainnya adalah PT Universal Pharmaceutical Industries di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara. Tim gabungan dari BPOM bersama Bareskrim Polri menyita ratusan ribu produk obat sirop bermerek dagang Unibebi untuk demam dan batuk yang diproduksi PT Universal. (jpc/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akhirnya menyimpulkan, kasus gangguan ginjal akut disebabkan cemaran senyawa Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG) pada obat sirup. Kesimpulan itu didasarkan pada sejumlah indikator.

Pertama, kesimpulan ditarik berdasarkan masukan dari WHO dan analisa toksikologi yang dilakukan di pasien dan obat-obatan yang dikonsumsi pasien. Kedua, kesimpulan juga diperhitungkan berdasarkan biopsi yang kami lakukan ke ginjal anak-anak yang kemudian sakit. Ketiga, kemudian kesimpulan juga dilakukan berdasarkan analisa efektivitas dari penawar racun Fomipizole yang memang merupakan antidot dari kecacunan EG DEG.

“Dengan begitu kami menyimpulkan, faktor terbesar yang menyebabkan adanya kenaikan dari akut ginjal injuries ini disebabkan oleh adanya senyawa kimia tersebut yang masuk di anak-anak kita,” tegas Menkes Budi di DPR, Rabu (2/11).

Ia menegaskan, Kemenkes terus berkoordinasi dengan BPOM agar penyelidikan kasus ini bisa tuntas. Menurutnya risiko terbesarnya ada pada obat dan makanan yang merupakan tupoksi dari BPOM. “Sehingga kami terus bekerja sama dengan BPOM. Dan setelah mendatangkan fomipizole terjadi penurunan kasus yang drastis, sangat drastis dari kasus-kasus baru,” ungkapnya.

Menkes Budi menegaskan, turunnya kasus juga setelah dilakukan larangan konsumsi obat sirop. Ia menyebutkan langkah ekstrem ini berkaitan dengan nyawa anak. “Jadi kami tutup dulu, nanti habis kami tutup, kami kerja sama dengan BPOM, teman-temab farmasi, Ikatan Apoteker Indonesia, dan teman-teman dari dokter. Yang penting objektifnya sama, jangan sampai ada lagi kematian bayi yang terjadi di masyarakat kita. Karena ini adalah kelompok yang harus dilindungi, kematian harusnya jangan sampai terjadi,” tegasnya.

Ia juga berjanji akan mengizinkan seluruh obat sirop nantinya jika seluruhnya sudah dinyatakan aman. “Akhirnya kami sekarang ingin memastikan bahwa secara gradual kami akan buka obat-obatannya yang memang sudah terbukti aman, dan itu harus diconfirm oleh BPOM sebagai otoritasnya,” tegas Menkes.

6.001 Tautan Obat yang Berisiko Merusak Ginjal

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan 6.001 tautan yang teridentifikasi melakukan penjualan sirup obat terkontaminasi zat berbahaya perusak ginjal pada platform situs, media sosial, dan e-commerce di Indonesia. “Ternyata produk tersebut banyak dijual secara online (daring). Kami melakukan patroli siber terhadap produk yang tidak memenuhi ketentuan,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu (2/11).

Ia mengatakan, BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan (take-down) konten terhadap 6.001 tautan tersebut sejak 24 Oktober 2022.

Ia mengatakan obat pada tautan tersebut dianggap tidak aman untuk dikonsumsi sebab diduga mengandung senyawa kimia berbahaya Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (DEG) yang dikaitkan dengan kejadian gangguan ginjal akut di Indonesia.

Hasil uji sampling dan pengujian lima dari 38 sampel (13 persen) obat sirop tersebut, kata Penny, terbukti mengandung cemaran EG/DEG melebihi batas aman 0,1 mg/ml, yakni Termorex Sirop (Bets AUG22A06), Flurin DMP Sirop, Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, Unibebi Demam Drops. “EG dan DEG tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum,” katanya.

Dia mengatakan, cemaran EG/DEG pada obat dimungkinkan ada dalam batas tertentu, berasal dari pelarut Propilen Glikol (PG), Polietilen Glikol (PEG), sorbitol, dan gliserin/gliserol.

Selain itu, cemaran ED/DEG obat juga dimungkinkan pada produk yang tidak terdapat standar internasional cemaran EG/DEG dalam produk obat. “Acuan BPOM adalah Farmakope Indonesia dan standar lain sesuai UU 36/2009 tentang Kesehatan,” katanya.

Menurut Penny, ambang batas aman atau Maximum Tolerable Daily Intake (MTDI) cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg BB/per hari. “Hasil uji cemaran EG yang ditemukan pada produk tidak memenuhi syarat, belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirop obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut,” katanya.

Beberapa faktor risiko lain, seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pascaCovid-19. “Untuk itu harus ada kajian kausalitas apakah kejadian itu terkait dan disebabkan oleh obat,” katanya.

Polri Dalami Proses Produksi PT Afi Farma

Sementara, Penyidik Bareskrim Polri mendalami proses produksi obat sirop milik PT Afi Farma Kediri. Hal ini dalam rangka mencari bukti materiil penyidikan kasus dugaan gagal ginjal akut.

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto mengatakan, penyidik telah berangkat ke Kediri untuk memeriksa pihak PT. Afi Farma. “Semuanya (diperiksa). Kami harus betul-betul mendalami, kalau formil-nya kan sudah ada, ada undang-undang dan aturan yang dilanggar, tinggal pembuktian materiil nya,” ucap Pipit di Jakarta, Rabu (2/11).

Ia menjelaskan, pembuktian materiil itu dilakukan dengan mengetahui bagaimana proses produksi obat sirop yang diproduksi PT Afi Farma. “Kami mendalami proses pra-produksi seperti apa. Kemudian selama proses produksi seperti apa. Itu yang harus kami cari tahu banyak, terus siapa nanti yang bertanggungjawab apabila ada kesalahan ini,” ujar Pipit.

Salah satu pihak yang diperiksa adalah Direktur PT Afi Farma. Namun, saat ini penyidik yang sudah tiba di Kendiri belum dapat memeriksanya karena dipanggil oleh BPOM. “Masalahnya dirutnya juga dipanggil sama BPOM, jadi kami bingung. Ya mau kami periksa malah BPOM yang panggil,” ungkap Pipit.

Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri telah meningkatkan status penanganan kasus gagal ginjal akut ke tahap penyidikan dengan perusahaan yang diduga melanggar pidana PT Afi Farna. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan produk Paracetamol yang diproduksi PT. Afi Pharma tercemar senyawa perusak ginjal.

Temuan itu didapat BPOM berdasarkan hasil uji sampling terhadap 102 daftar produk obat sirop yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk uji kelayakan kandungan bahan baku di laboratorium BPOM RI karena diduga terkait dengan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia.

Bahan cemaran perusak ginjal yang dimaksud adalah Propilen Glikol melebihi ambang batas keamanan sehingga memicu pencemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada produk.

BPOM telah menyelesaikan pengujian terhadap seluruh daftar produk obat sirop yang dilaporkan Kemenkes. Dari total 102 produk, ditemukan tiga produsen farmasi swasta dengan hasil kandungan pencemaran EG dan DEG.

Selain PT. Afi Farma, produsen lainnya adalah PT Universal Pharmaceutical Industries di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara. Tim gabungan dari BPOM bersama Bareskrim Polri menyita ratusan ribu produk obat sirop bermerek dagang Unibebi untuk demam dan batuk yang diproduksi PT Universal. (jpc/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/