25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Delapan Partai Nyatakan Sikap Bersama, Tolak Wacana Pemilu Coblos Partai

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sistem pemilihan dalam pemilu legislatif (pileg) saat ini masih menganut proporsional terbuka. Namun, kekhawatiran muncul dari mayoritas partai politik penghuni parlemen. Mereka menolak jika Pileg 2024 kembali pada sistem proporsional tertutup, atau hanya mencoblos gambar partai.

Tak tanggung-tanggung, delapan parpol penghuni DPR mengeluarkan sikap bersama kemarin (3/1). Mereka adalah Partai Golkar, PAN, PPP, PKS, PKB, Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan Partai Nasdem, Hanya PDI Perjuangan (PDIP) yang tidak ikut dalam komitmen bersama tersebut.

Sikap pertama, mereka berkomitmen akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia agar tetap ke arah yang lebih maju. Kedua, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap konsisten dengan Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008. Yakni mempertahankan Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu mengatur sistem proporsional terbuka pemilihan legislatif.

Ketiga, mereka mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat UU, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun. ‘’Kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara,’’ bunyi pernyataan tersebut.

Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay yang ikut menandatangani pernyataan sikap itu mengatakan, sikap delapan partai itu dikeluarkan setelah adanya uji materi ke MK menggugat sistem proporsional terbuka.

Kemudian, kata dia, ada pernyataan dari Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang mengatakan bahwa Pemilu 2024 kemungkinan akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Sejumlah partai pun mengkiritik pernyataan itu. “Media pun ramai memberitakannya,” terangnya.

Saleh menegaskan bahwa delapan partai parlemen telah sepakat. Hal itu yang membuat pernyataan sikap bersama itu muncul. “Sistem proporsional terbuka sudah dijalankan dalam tiga pemilu. Tidak ada masalah,” terangnya.

Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi yang juga menandatangi pernyataan sikap itu menegaskan, pihaknya tidak ingin ada penggiringan opini terkait sistem pemilu. Tentu, partai politik akan menunggu keputusan akhir dari MK tentang uji materi tersebut.

Yang jelas, delapan partai tegas mendukung sistem proporsional terbuka. Menurut dia, melalui sistem itu, rakyat diberi kesempatan untuk bisa mengenal, memilih, dan menetapkan wakil mereka secara langsung orang per orang. Tidak lagi tertutup, tidak lagi menyerahkan sepenuhnya hanya melalui kewenangan partai politik semata. “Itulah kemajuan sekaligus karakteristik demokrasi kita,” ujarnya.

Di sisi lain, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pernyataan sikap delapan partai parlemen itu merupakan bentuk demokrasi. Namun, partainya mendorong diterapkan kembali sistem proporsional tertutup. ‘’Sistem proporsional terbuka hanya mengandalkan popularitas,’’ tegasnya.

Hasto menambahkan, dengan sistem tertutup, maka akan banyak kelompok akademisi, tokoh agama, dan para purnawirawan yang berpeluang terpilih. Sebab, sistem proporsional tertutup basisnya adalah kompetensi.

Sementara, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menolak keras upaya pengembalian sistem pemilu menjadi proporsional tertutup. Bagi AHY hal tersebut memundurkan kualitas demokrasi. “Kami Partai Demokrat menolak keras upaya untuk mengembalikan sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Ini memundurkan kualitas demokrasi, mengembalikan model kekuasaan sentralistik dan menafikkan kerja keras kader partai dalam membina konstituennya,” tegas AHY, Selasa (3/1).

Bagi AHY sistem yang sudah berjalan selama ini (sistem proporsional terbuka) ditujukan untuk modernisasi partai. “Masalah-masalah yang muncul akibat penerapannya bisa dijawab dengan upaya perbaikan kolektif, tanpa harus menghancurkan langkah progresif yang sudah dijalankan selama ini,” tambahnya.

AHY mengajak semua pihak menjaga komitmen berdemokrasi dan menjaga amanah reformasi. “Keputusan penggunaan sistem pemilu adalah keputusan politik, hasil proses panjang legislasi dan kesepakatan politik yang legitimate,” tutur AHY.

“Jangan sampai perdebatan ini mengacaukan fokus, perhatian, dan persiapan kita menuju Pemilu 2024. Jangan sampai pewacanaan sistem proporsional tertutup ini jadi alibi penundaan pemilu, hingga langkah awal menuju resentralisasi kekuasaan melalui pengembalian sistem pilpres tidak langsung. Mari jaga amanah Reformasi, agar Indonesia tidak mundur lagi ke model otokrasi,” tutup AHY. (lum/bay/jpg/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sistem pemilihan dalam pemilu legislatif (pileg) saat ini masih menganut proporsional terbuka. Namun, kekhawatiran muncul dari mayoritas partai politik penghuni parlemen. Mereka menolak jika Pileg 2024 kembali pada sistem proporsional tertutup, atau hanya mencoblos gambar partai.

Tak tanggung-tanggung, delapan parpol penghuni DPR mengeluarkan sikap bersama kemarin (3/1). Mereka adalah Partai Golkar, PAN, PPP, PKS, PKB, Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan Partai Nasdem, Hanya PDI Perjuangan (PDIP) yang tidak ikut dalam komitmen bersama tersebut.

Sikap pertama, mereka berkomitmen akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia agar tetap ke arah yang lebih maju. Kedua, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap konsisten dengan Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008. Yakni mempertahankan Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu mengatur sistem proporsional terbuka pemilihan legislatif.

Ketiga, mereka mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat UU, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun. ‘’Kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara,’’ bunyi pernyataan tersebut.

Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay yang ikut menandatangani pernyataan sikap itu mengatakan, sikap delapan partai itu dikeluarkan setelah adanya uji materi ke MK menggugat sistem proporsional terbuka.

Kemudian, kata dia, ada pernyataan dari Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang mengatakan bahwa Pemilu 2024 kemungkinan akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Sejumlah partai pun mengkiritik pernyataan itu. “Media pun ramai memberitakannya,” terangnya.

Saleh menegaskan bahwa delapan partai parlemen telah sepakat. Hal itu yang membuat pernyataan sikap bersama itu muncul. “Sistem proporsional terbuka sudah dijalankan dalam tiga pemilu. Tidak ada masalah,” terangnya.

Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi yang juga menandatangi pernyataan sikap itu menegaskan, pihaknya tidak ingin ada penggiringan opini terkait sistem pemilu. Tentu, partai politik akan menunggu keputusan akhir dari MK tentang uji materi tersebut.

Yang jelas, delapan partai tegas mendukung sistem proporsional terbuka. Menurut dia, melalui sistem itu, rakyat diberi kesempatan untuk bisa mengenal, memilih, dan menetapkan wakil mereka secara langsung orang per orang. Tidak lagi tertutup, tidak lagi menyerahkan sepenuhnya hanya melalui kewenangan partai politik semata. “Itulah kemajuan sekaligus karakteristik demokrasi kita,” ujarnya.

Di sisi lain, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pernyataan sikap delapan partai parlemen itu merupakan bentuk demokrasi. Namun, partainya mendorong diterapkan kembali sistem proporsional tertutup. ‘’Sistem proporsional terbuka hanya mengandalkan popularitas,’’ tegasnya.

Hasto menambahkan, dengan sistem tertutup, maka akan banyak kelompok akademisi, tokoh agama, dan para purnawirawan yang berpeluang terpilih. Sebab, sistem proporsional tertutup basisnya adalah kompetensi.

Sementara, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menolak keras upaya pengembalian sistem pemilu menjadi proporsional tertutup. Bagi AHY hal tersebut memundurkan kualitas demokrasi. “Kami Partai Demokrat menolak keras upaya untuk mengembalikan sistem pemilu, dari sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Ini memundurkan kualitas demokrasi, mengembalikan model kekuasaan sentralistik dan menafikkan kerja keras kader partai dalam membina konstituennya,” tegas AHY, Selasa (3/1).

Bagi AHY sistem yang sudah berjalan selama ini (sistem proporsional terbuka) ditujukan untuk modernisasi partai. “Masalah-masalah yang muncul akibat penerapannya bisa dijawab dengan upaya perbaikan kolektif, tanpa harus menghancurkan langkah progresif yang sudah dijalankan selama ini,” tambahnya.

AHY mengajak semua pihak menjaga komitmen berdemokrasi dan menjaga amanah reformasi. “Keputusan penggunaan sistem pemilu adalah keputusan politik, hasil proses panjang legislasi dan kesepakatan politik yang legitimate,” tutur AHY.

“Jangan sampai perdebatan ini mengacaukan fokus, perhatian, dan persiapan kita menuju Pemilu 2024. Jangan sampai pewacanaan sistem proporsional tertutup ini jadi alibi penundaan pemilu, hingga langkah awal menuju resentralisasi kekuasaan melalui pengembalian sistem pilpres tidak langsung. Mari jaga amanah Reformasi, agar Indonesia tidak mundur lagi ke model otokrasi,” tutup AHY. (lum/bay/jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/