31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Demokrat dan PKS Terjun Bebas

JAKARTA-Tingkat popularitas dan elektabilitas Partai Demokrat saat ini berada pada titik terendah sejak Pemilu 2004. Hasil survei Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC) terbaru mengungkap bahwa dukungan terhadap partai peraih suara terbesar pada Pemilu 2009 itu hanya tersisa 8,3 persen.

Survei Dukugan Partai
Survei Dukugan Partai

Pada survei yang dilaksanakan Desember 2012, tingkat keterpilihan Partai Golkar semakin jauh meninggalkan Demokrat. Partai berlambang pohon beringin itu tampil sebagai pemenang dengan dukungan 21,3 persen. Menyusul berikutnya PDIP dengan 18,2 persen.

Tepat di bawah Demokrat, Partai Gerindra mulai menempel ketat dengan dukungan 7,2 persen. Berturut-turut kemudian PKB (5,6 persen), Partai Nasdem (5,2 persen), PPP (4,1 persen), PKS (2,7 persen), PAN (1,5 persen), Partai Hanura (1,4 persen), dan partai-partai lain (3,1 persen). Dalam survei itu, responden yang menyatakan belum tahu 21,4 persen.

“Demokrat dan PKS yang cenderung mengalami penurunan tajam dan khusus Demokrat meluncur dari ketinggian yang agak jauh,” kata Direktur Riset SMRC Jaedy Hanam dalam paparan hasil survei lembaganya, Minggu (3/2).

Terkait dengan posisi Demokrat, dia mengatakan, SMRC pernah melakukan survei pada 2005. Saat itu, partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut mendapat lonjakan dukungan. Dukungan yang didapat mencapai 24 persen.

Baru setelah pemerintah menaikkan harga BBM pertama pada 2007, dukungan pada Demokrat menurun tajam. Hingga Desember 2007, kepemimpinan kemudian diambil alih PDIP dan Golkar. Pada bulan tersebut, tingkat dukungan berada di titik 14 persen. “Tapi, tetap posisi Desember 2012 seperti sekarang itu tidak pernah dialami sepanjang sejarah Demokrat setelah Pemilu 2004,” kata Jaedy. Angka terendah sesuai hasil survei berkala yang dilakukan lembaganya, lanjut dia, adalah 8,7 persen. Yaitu, pada April 2008 atau sekitar setahun sebelum Pemilu 2009.

Pada waktu itu, beber dia, penilaian publik atas kondisi ekonomi sangat negatif. Termasuk, tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden SBY pada periode tersebut juga terendah sepanjang menjadi presiden. “Ada korelasi yang sangat kuat antara kondisi ekonomi, kinerja SBY, dan dukungan pada Demokrat,” kata Jaedy.

Namun, lanjut dia, situasi yang menimpa Demokrat dewasa ini berbeda. Kondisi ekonomi dan kinerja Presiden SBY yang dinilai makin bagus ternyata tidak menaikkan atau memulihkan dukungan massa pada partai berlambang Mercy tersebut. “Ada anomali ekonomi politik dan anomali itu mungkin berlanjut sepanjang 2013 atau bahkan hingga Pemilu 2014 kalau partai ini hanya mengandalkan kinerja pemerintah dan kinerja Presiden SBY,” imbuhnya.

Di bagian lain, menurut survei terkini LSI, lebih banyak publik yang menilai kondisi ekonomi sekarang lebih baik jika dibandingkan dengan mereka yang menyatakan sebaliknya. Sebanyak 38 persen responden menyatakan, kondisi ekonomi yang ada sekarang lebih baik. Selebihnya, yang menilai sama 32 persen, lebih buruk 21 persen, dan tidak tahu 9 persen.

Masih berdasar hasil survei, penilaian terhadap kinerja Presiden SBY pada Desember 2012 juga relatif positif. Yang menyatakan sangat atau cukup puas dengan kinerja presiden mencapai 55,8 persen. Angka itu lebih tinggi daripada mereka yang menyatakan kurang puas atau tidak puas sama sekali yang mencapai 39,9 persen. Sisanya, 4,3 persen menyatakan tidak tahu.

Lalu, mengapa muncul anomali? Jaedy kemudian membuka lagi hasil survei lembaganya pada Juni 2012. Pada survei tersebut digambarkan bahwa 44,8 persen publik menganggap oknum partai yang paling banyak melakukan korupsi adalah Partai Demokrat. Itu jauh meninggalkan persepsi terhadap partai lain. Misalnya, Partai Golkar dan PDIP yang saat itu hanya masing-masing 6,5 persen dan 2,4 persen.

“Sumber anomali itu bisa jadi adalah masalah internal di Demokrat sendiri. Dalam dua tahun terakhir partai ini tidak mampu mengatasi opini publik yang sangat kuat bahwa kader-kadernya paling banyak melakukan korupsi,” ungkap Jaedy. (dyn/c6/agm/jpnn)

JAKARTA-Tingkat popularitas dan elektabilitas Partai Demokrat saat ini berada pada titik terendah sejak Pemilu 2004. Hasil survei Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC) terbaru mengungkap bahwa dukungan terhadap partai peraih suara terbesar pada Pemilu 2009 itu hanya tersisa 8,3 persen.

Survei Dukugan Partai
Survei Dukugan Partai

Pada survei yang dilaksanakan Desember 2012, tingkat keterpilihan Partai Golkar semakin jauh meninggalkan Demokrat. Partai berlambang pohon beringin itu tampil sebagai pemenang dengan dukungan 21,3 persen. Menyusul berikutnya PDIP dengan 18,2 persen.

Tepat di bawah Demokrat, Partai Gerindra mulai menempel ketat dengan dukungan 7,2 persen. Berturut-turut kemudian PKB (5,6 persen), Partai Nasdem (5,2 persen), PPP (4,1 persen), PKS (2,7 persen), PAN (1,5 persen), Partai Hanura (1,4 persen), dan partai-partai lain (3,1 persen). Dalam survei itu, responden yang menyatakan belum tahu 21,4 persen.

“Demokrat dan PKS yang cenderung mengalami penurunan tajam dan khusus Demokrat meluncur dari ketinggian yang agak jauh,” kata Direktur Riset SMRC Jaedy Hanam dalam paparan hasil survei lembaganya, Minggu (3/2).

Terkait dengan posisi Demokrat, dia mengatakan, SMRC pernah melakukan survei pada 2005. Saat itu, partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut mendapat lonjakan dukungan. Dukungan yang didapat mencapai 24 persen.

Baru setelah pemerintah menaikkan harga BBM pertama pada 2007, dukungan pada Demokrat menurun tajam. Hingga Desember 2007, kepemimpinan kemudian diambil alih PDIP dan Golkar. Pada bulan tersebut, tingkat dukungan berada di titik 14 persen. “Tapi, tetap posisi Desember 2012 seperti sekarang itu tidak pernah dialami sepanjang sejarah Demokrat setelah Pemilu 2004,” kata Jaedy. Angka terendah sesuai hasil survei berkala yang dilakukan lembaganya, lanjut dia, adalah 8,7 persen. Yaitu, pada April 2008 atau sekitar setahun sebelum Pemilu 2009.

Pada waktu itu, beber dia, penilaian publik atas kondisi ekonomi sangat negatif. Termasuk, tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden SBY pada periode tersebut juga terendah sepanjang menjadi presiden. “Ada korelasi yang sangat kuat antara kondisi ekonomi, kinerja SBY, dan dukungan pada Demokrat,” kata Jaedy.

Namun, lanjut dia, situasi yang menimpa Demokrat dewasa ini berbeda. Kondisi ekonomi dan kinerja Presiden SBY yang dinilai makin bagus ternyata tidak menaikkan atau memulihkan dukungan massa pada partai berlambang Mercy tersebut. “Ada anomali ekonomi politik dan anomali itu mungkin berlanjut sepanjang 2013 atau bahkan hingga Pemilu 2014 kalau partai ini hanya mengandalkan kinerja pemerintah dan kinerja Presiden SBY,” imbuhnya.

Di bagian lain, menurut survei terkini LSI, lebih banyak publik yang menilai kondisi ekonomi sekarang lebih baik jika dibandingkan dengan mereka yang menyatakan sebaliknya. Sebanyak 38 persen responden menyatakan, kondisi ekonomi yang ada sekarang lebih baik. Selebihnya, yang menilai sama 32 persen, lebih buruk 21 persen, dan tidak tahu 9 persen.

Masih berdasar hasil survei, penilaian terhadap kinerja Presiden SBY pada Desember 2012 juga relatif positif. Yang menyatakan sangat atau cukup puas dengan kinerja presiden mencapai 55,8 persen. Angka itu lebih tinggi daripada mereka yang menyatakan kurang puas atau tidak puas sama sekali yang mencapai 39,9 persen. Sisanya, 4,3 persen menyatakan tidak tahu.

Lalu, mengapa muncul anomali? Jaedy kemudian membuka lagi hasil survei lembaganya pada Juni 2012. Pada survei tersebut digambarkan bahwa 44,8 persen publik menganggap oknum partai yang paling banyak melakukan korupsi adalah Partai Demokrat. Itu jauh meninggalkan persepsi terhadap partai lain. Misalnya, Partai Golkar dan PDIP yang saat itu hanya masing-masing 6,5 persen dan 2,4 persen.

“Sumber anomali itu bisa jadi adalah masalah internal di Demokrat sendiri. Dalam dua tahun terakhir partai ini tidak mampu mengatasi opini publik yang sangat kuat bahwa kader-kadernya paling banyak melakukan korupsi,” ungkap Jaedy. (dyn/c6/agm/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/