JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Kementerian Agama (Kemenag), menerbitkan Keputusan Bersama (SKB) tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut.
Aturan baru ini ditujukan bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah, pada jenjang pendidikan dasar dan menengahn
“Pemerintah Daerah atau pun sekolah tidak boleh mewajibkan atau pun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu. Individu itu adalah guru, murid, dan tentunya orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” kata Mendikbud Nadiem Makarim dalam paparannya secara daring, di Jakarta, Rabu (3/2).
Implikasinya, kalau ada peraturan yang dilaksanakan baik sekolah maupun oleh Pemda yang bertentangan dengan aturan ini, dalam waktu 30 hari maka aturan tersebut harus dicabut.
“Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang berlaku. Ada sanksi yang jelas bagi pihak yang melanggar,” lanjut Mendikbud.
Aturan yang dikeluarkan dalam SKB 3 Menteri hanya mengatur aturan untuk sekolah negeri. “Keputusan bersama ini mengatur secara spesifik sekolah negeri di Indonesia,” ujar Mendikbud Nadiem.
Nadiem mengingatkan bahwa sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk semua masyarakat Indonesia dengan agama apapun, dengan etnisitas apapun, dengan diversitas apapun.
Berikut ini isi lengkap SKB tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut berisikan 6 keputusan, yang diumumkan Rabu (3/2/2021).
Enam keputusan utama dari aturan ini adalah :
1) Keputusan bersama ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda)
2) peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara:
a) seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau
b) seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
3) Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama;
4) Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.
- Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka ada sanksi yang bisa diberikan kepada pihak yang melanggar:
- Pemerintah daerah bisa memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik dan/atau tenaga kependidikan.
- Gubernur memberikan sanksi kepada Bupati/Wali Kota.
- Kementerian Dalam Negeri yang memberikan sanksi kepada Gubernur.
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah terkait penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya.
Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang berlaku.
Aceh Dapat Pengecualian
Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pemberlakuan SKB 3 Menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut lingkungan sekolah, dikecualikan bagi Provinsi Aceh.
“Para peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh, ini dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai dengan kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh,” ujar Mendikbud.
SKB 3 Menteri merupakan hasil keputusan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama. Keputusan ditandatangani oleh Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Rabu, (3/2).
Pahami Agama Secara Substantif
Di tempat yang sama, Menag Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan, yang melatarbelakangi penerbitan SKB Tiga Menteri salah satunya untuk memberikan pemahaman agama secara substansif, bukan simbolik.
“Agama dan ajaran mengajarkan perdamaian dan menyelesaikan perbedaan dengan baik, saling menghormati, saling menghargai, bukan sebaliknya agama jadi norma konflik atau justifikasi untuk berbuat tidak adil kepada yang berbeda keyakinan,” ujar dia.
Karena itu, pihaknya merasa penting menerbitkan SKB Tiga Menteri untuk mendorong semua pihak mencari titik persamaan di antara perbedaan yang dimiliki.
“Tentu bukan memaksakan supaya sama, tapi bagaimana masing-masing umat beragama pemeluk agama memahami ajaran-ajaran agama secara subtantif, bukan hanya sekedar simbolik memaksakan atribut agama tertentu kepada yang berbeda. Saya kira ini pemahaman yang simbolik kita ingin mendorong semuanya untuk memahami agama secara substansif,” tandas dia. (lp6)