PASURUAN – Untuk kali kesekian, Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Surabaya di Raci, Bangil, Pasuruan, Jatim, dibobol penghuninya. Kemarin dini hari 15 imigran yang ditampung di tempat itu kabur dengan cara menggali terowongan di saluran air.
Menyusul kaburnya 15 imigran tersebut, kini penghuni rudenim tinggal 10 orang. Kaburnya para imigran itu nyaris tak terdeteksi petugas. Mereka menggali terowongan dengan rapi. Petugas baru tahu bahwa ada imigran yang kabur setelah ada keributan.
Kemarin siang rudenim terlihat sepi. Beberapa petugas melakukan pencarian, sementara petugas lain tetap menjaga galian terowongan yang tembus ke sisi timur bangunan rudenim itu. Petugas khawatir, imigran yang tersisa akan memanfaatkan terowongan tersebut untuk menyusul kabur.
Belum lama ini, tepatnya Sabtu (19/5) dan Minggu (20/5), 24 penghuni rudenim juga kabur dengan menggali terowongan. Keesokan harinya, 12 orang lagi kabur dengan cara melewati pagar tembok setinggi 5 meter. Lima orang di antara mereka bisa ditangkap lagi.
Kembali kaburnya para imigran dalam waktu yang relatif singkat tersebut memunculkan dugaan bahwa peristiwa itu hasil rekayasa petugas. Misalnya soal pembuatan terowongan yang sama sekali tidak diketahui petugas.
Namun, Kepala Rudenim Surabaya Iwan Rustiawan menampik dugaan tersebut. Dia menyatakan bahwa pihaknya sudah berusaha mencegah para imigran itu kabur. “Tapi, di luar rudenim, sempat terlihat mobil yang rupanya menunggu para detensi (imigran, Red). Artinya, rencana kabur telah disiapkan,” terang Iwan.
Hal sama diungkapkan Mashudi, Kakanwil Kemenkum HAM Jatim. Dihubungi secara terpisah, Mashudi menyebutkan bahwa dirinya belum menerima laporan atas kaburnya belasan imigran tersebut.
“Terus terang, memikirkan soal detensi itu, kami dibuat pening. Aksi kabur mereka terus dilakukan dan kami sinyalir itu terjadi akibat kekurangan petugas. Selain itu, ada sindikat yang sengaja ingin menjemput para detensi tersebut,” ujarnya.
Sindikat yang menjemput para mereka, lanjut Mashudi, bisa jadi adalah orang-orang yang pernah mengawal para imigran sebelum ditangkap. Ketika mereka ditangkap dan diamankan di rudenim, sindikat tersebut tetap bisa saling menghubungi.
Nah, sindikat itu kemudian memanfaatkan celah kelengahan petugas. Mashudi juga tidak hanya membeber kekurangan penjaga. Dia juga menyinggung fisik bangunan rudenim. “Mengapa terowongan mudah dibuat dengan waktu yang cepat pula” Itu disebabkan kontur tanah di rudenim gembur sehingga mudah digali,” bela Mashudi.
Soal kejadian itu, Mashudi menginstruksi petugasnya agar berani memolisikan imigran yang ditahan seandainya melawan petugas. “Petugas, baik yang PNS atau honorer, bisa melapor ke polisi jika saat mengamankan detensi mendapat penganiayaan. Kalau ada petugas yang tidak melapor, berarti dia salah,” tegas dia.
Hal sama disampaikan Iwan. Menurut dia, kontur tanah di rudenim memang lunak. Kondisi itu memudahkan para imigran untuk menggali terowongan. “Sebenarnya, rudenim sudah mendapat anggaran untuk membenahi bangunan (termasuk memperkeras tanah). Tapi, pelaksanaannya belum bisa kami lakukan,” terangnya. Penyebabnya, para imigran acap mengancam melakukan bunuh diri jika rencana itu dilaksanakan. (fun/aad/jpnn/c11/nw)