26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tak Kondusif, PN Jaksel Batal Eksekusi Rumah Anak Soekarno, Guruh: Saya Anak Proklamator Terzalimi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Juru sita Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan batal menyita rumah Guruh Soekarnoputra yang terletak di Jalan Sriwijaya Jaya III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (3/8) pagi. Pasalnya, juru sita tak bisa masuk ke rumah tersebut.

PEJABAT Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan, juru sita telah mendatangi rumah Guruh pada pukul 09.00 WIB sesuai dengan jadwal penetapan eksekusi. Namun, situasi dan kondisi di rumah Guruh tidak kondusif, sehingga juru sita PN Jakarta Selatan tak bisa memasuki area rumah.

“Petugas kami, juru sita kami Pengadilan Selatan tidak bisa masuk ke lokasi. Oleh karena situasi dan kondisi di tempat lokasi objek eksekusi tidak memungkinkan atau tidak kondusif,” kata Djuyamto kepada wartawan, Kamis (3/8).

Djumyato menuturkan, menurut keterangan juru sita PN Jakarta Selatan, tak ada aparat keamanan yang berjaga di lokasi objek eksekusi. Sementara di lokasi tersebut ada banyak massa yang berjaga. “Artinya situasinya menjadi tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya proses eksekusi,” ujarnya.

Padahal, lanjut Djuyamto, PN Jakarta Selatan telah berkoordinasi dengan aparat keamanan soal proses eksekusi rumah Guruh. Dia menyampaikan, jadwal eksekusi selanjutnya akan ditentukan oleh Ketua PN Jakarta Selatan. “Nanti ada dari pihak pemohon eksekusi tentu. Oleh karena hari ini akan menyampaikan permohonan eksekusi lebih lanjut itu prosedur yang bisa dilakukan,” ucapnya.

Djuyamto mengatakan meski Guruh menolak keras rumahnya dieksekusi, tetapi PN Jakarta Selatan akan tetap menjalankan putusan pengadilan. Ia pun enggan menanggapi pernyataan Guruh yang menyebut putusan PN Jakarta Selatan tidak adil. PN Jakarta Selatan hanya akan fokus terhadap putusan majelis hakim yang menyatakan proses eksekusi rumah Guruh harus dilakukan. “Apa yang disampaikan beliau tentu dalam konteks pelaksana keputusan ada di dalam putusan itu sendiri yang sudah dipertimbangkan oleh majelis sendiri,” kata dia.

Adapun eksekusi rumah Guruh merupakan buntut Guruh kalah gugatan perdata melawan Susy Angkawijaya dan dihukum ganti rugi materiil Rp23 miliar.

Sementara itu, Guruh mengaku sudah mendapat surat untuk mengosongkan rumahnya kemarin. Namun, ia menolak permintaan surat itu lantaran merasa dirinya benar dalam kasus tersebut. Pantauan dilapangan, sekelompok orang dengan baju bebas berjajar mengelilingi rumah Guruh. Mereka duduk di atas motor yang terparkir.

Ada pula mobil komando yang berada di ujung jalan. Di atasnya ada orang yang berorasi menyuarakan penolakan atas eksekusi rumah Guruh. Rumah Guruh juga dipasangi spanduk-spanduk bernada protes. Salah satu spanduk yang terbentang berbunyi, ‘Selamatkan Rumah Bung Karno’.

Guruh yang bertahan di rumahnya kemudian menyinggung mafia di tanah air berkembang di segala bidang, seperti mafia peradilan dan pertanahan. “Sekarang makin marak soal mafia-mafia, di segala bidang, banyak bidang negara ini, kita bisa merasakan adanya mafia peradilan dan mafia pertanahan dan sebagainya,” kata Guruh.

Guruh menegaskan, dirinya merupakan pihak yang benar dalam perkara ini. Ia menyatakan terpanggil untuk turut memberantas mafia di Indonesia. Putra dari Presiden ke-1 RI Soekarno itu pun merasa terzalimi dengan kasus ini. “Saya, apalagi sebagai keluarga atau saya anak proklamator, terzalimi, tapi ini juga sebuah kezaliman terhadap negara dan bangsa,” kata dia.

Sementara, pengacara Guruh Soekarnoputra, Simeon Petrus mengklaim, rumah yang akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu menyimpan barang-barang peninggalan Presiden ke-1 RI, Sukarno. Dia menjelaskan, lantai dua dan tiga rumah itu dipenuhi oleh barang peninggalan Sang Proklamator.

“Di sinilah tempat menyimpan barang-barang almarhum Bung Karno. Itu semua teman-teman bisa lihat itu semua lantai 2, 3 itu semua penuh buku Bung Karno semua. Jadi kayak perpustakaan gitu,” ucap Simeon.

Ia menyebut, bangunan itu sangat kental nuansa historisnya. Selain menyimpan barang bersejarah, rumah itu juga menjadi tempat tinggal Guruh.

Simeon menyatakan, sejak kecil Guruh telah menempati rumah tersebut sejak keluar dari Istana Kepresidenan. “Beliau tinggal di sini sejak keluar dari Istana. Jadi kita semua tahu beliau diusir itu kan masih kecil dari Istana, itu keluar dari Istana langsung menempati di sini,” kata dia.

Simeon pun menceritakan awal mula sengketa dari rumah Putra Proklamator itu. “Tahun 2011 Bulan Mei, Mas Guruh membutuhkan uang untuk bisnis, kemudian beliau diperkenalkan oleh temannya seorang lelaki bernama Gotama. Terjadilah pembicaraan, Mas Guruh mengajukan pinjaman uang Rp35 miliar dengan bunga 4,5% dengan jangan waktu 3 bulan. Gautama mengajukan permintaan PPJB (Perjanjian Jual-Beli),” terang Simeon.

Saat jatuh tempo, Guruh sempat mencoba menghubungi Gotama, namun tidak mendapatkan respons. Tiba-tiba, perempuan bernama Susy Angkawijaya datang menawarkan bantuan senilai Rp16 miliar dengan syarat AJB (Akta Jual Beli) rumah yang kini tengah dalam sengketa.

“Agustus 2011 berakhir, Mas Guruh coba konfirmasi, tapi tidak bisa dihubungi. Kemudian, datanglah perempuan bernama Susy sebagai orang baru yang menawarkan bantuan ke Mas Guruh, dia minta AJB sebagai persyaratan untuk bisa dibalikin lagi ke Mas Guruh,” terang Simeon Petrus.

Setelah terjadi kesepakatan soal AJB, ternyata Guruh Soekarnoputra tak pernah menerima uang Rp16 miliar uang dijanjikan. “Terjadilah kesepakatan AJB Rp16 miliar, uang Rp16 miliar itu Mas Guruh tidak pernah terima,” ujar Simeon Petrus.

Tiba-tiba Susy Angkawijaya meminta Guruh Soekarnoputra untuk keluar dari rumahnya. “Kemudian Bu Susy meminta Mas Guruh keluar karena ada AJB. Mas Guruh heran karena ada hal seperti ini,” ucap Simeon.

Ternyata, Susy Angkawijaya menggugat Guruh Soekarnoputra ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan dasar Akta Pengosongan dan AJB. “Pada Januari 2014, Susy Angkawijaya menggugat atas akta pengosongan dan AJB,” pungkasnya. (cnn/kps/dtc/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Juru sita Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan batal menyita rumah Guruh Soekarnoputra yang terletak di Jalan Sriwijaya Jaya III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (3/8) pagi. Pasalnya, juru sita tak bisa masuk ke rumah tersebut.

PEJABAT Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan, juru sita telah mendatangi rumah Guruh pada pukul 09.00 WIB sesuai dengan jadwal penetapan eksekusi. Namun, situasi dan kondisi di rumah Guruh tidak kondusif, sehingga juru sita PN Jakarta Selatan tak bisa memasuki area rumah.

“Petugas kami, juru sita kami Pengadilan Selatan tidak bisa masuk ke lokasi. Oleh karena situasi dan kondisi di tempat lokasi objek eksekusi tidak memungkinkan atau tidak kondusif,” kata Djuyamto kepada wartawan, Kamis (3/8).

Djumyato menuturkan, menurut keterangan juru sita PN Jakarta Selatan, tak ada aparat keamanan yang berjaga di lokasi objek eksekusi. Sementara di lokasi tersebut ada banyak massa yang berjaga. “Artinya situasinya menjadi tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya proses eksekusi,” ujarnya.

Padahal, lanjut Djuyamto, PN Jakarta Selatan telah berkoordinasi dengan aparat keamanan soal proses eksekusi rumah Guruh. Dia menyampaikan, jadwal eksekusi selanjutnya akan ditentukan oleh Ketua PN Jakarta Selatan. “Nanti ada dari pihak pemohon eksekusi tentu. Oleh karena hari ini akan menyampaikan permohonan eksekusi lebih lanjut itu prosedur yang bisa dilakukan,” ucapnya.

Djuyamto mengatakan meski Guruh menolak keras rumahnya dieksekusi, tetapi PN Jakarta Selatan akan tetap menjalankan putusan pengadilan. Ia pun enggan menanggapi pernyataan Guruh yang menyebut putusan PN Jakarta Selatan tidak adil. PN Jakarta Selatan hanya akan fokus terhadap putusan majelis hakim yang menyatakan proses eksekusi rumah Guruh harus dilakukan. “Apa yang disampaikan beliau tentu dalam konteks pelaksana keputusan ada di dalam putusan itu sendiri yang sudah dipertimbangkan oleh majelis sendiri,” kata dia.

Adapun eksekusi rumah Guruh merupakan buntut Guruh kalah gugatan perdata melawan Susy Angkawijaya dan dihukum ganti rugi materiil Rp23 miliar.

Sementara itu, Guruh mengaku sudah mendapat surat untuk mengosongkan rumahnya kemarin. Namun, ia menolak permintaan surat itu lantaran merasa dirinya benar dalam kasus tersebut. Pantauan dilapangan, sekelompok orang dengan baju bebas berjajar mengelilingi rumah Guruh. Mereka duduk di atas motor yang terparkir.

Ada pula mobil komando yang berada di ujung jalan. Di atasnya ada orang yang berorasi menyuarakan penolakan atas eksekusi rumah Guruh. Rumah Guruh juga dipasangi spanduk-spanduk bernada protes. Salah satu spanduk yang terbentang berbunyi, ‘Selamatkan Rumah Bung Karno’.

Guruh yang bertahan di rumahnya kemudian menyinggung mafia di tanah air berkembang di segala bidang, seperti mafia peradilan dan pertanahan. “Sekarang makin marak soal mafia-mafia, di segala bidang, banyak bidang negara ini, kita bisa merasakan adanya mafia peradilan dan mafia pertanahan dan sebagainya,” kata Guruh.

Guruh menegaskan, dirinya merupakan pihak yang benar dalam perkara ini. Ia menyatakan terpanggil untuk turut memberantas mafia di Indonesia. Putra dari Presiden ke-1 RI Soekarno itu pun merasa terzalimi dengan kasus ini. “Saya, apalagi sebagai keluarga atau saya anak proklamator, terzalimi, tapi ini juga sebuah kezaliman terhadap negara dan bangsa,” kata dia.

Sementara, pengacara Guruh Soekarnoputra, Simeon Petrus mengklaim, rumah yang akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu menyimpan barang-barang peninggalan Presiden ke-1 RI, Sukarno. Dia menjelaskan, lantai dua dan tiga rumah itu dipenuhi oleh barang peninggalan Sang Proklamator.

“Di sinilah tempat menyimpan barang-barang almarhum Bung Karno. Itu semua teman-teman bisa lihat itu semua lantai 2, 3 itu semua penuh buku Bung Karno semua. Jadi kayak perpustakaan gitu,” ucap Simeon.

Ia menyebut, bangunan itu sangat kental nuansa historisnya. Selain menyimpan barang bersejarah, rumah itu juga menjadi tempat tinggal Guruh.

Simeon menyatakan, sejak kecil Guruh telah menempati rumah tersebut sejak keluar dari Istana Kepresidenan. “Beliau tinggal di sini sejak keluar dari Istana. Jadi kita semua tahu beliau diusir itu kan masih kecil dari Istana, itu keluar dari Istana langsung menempati di sini,” kata dia.

Simeon pun menceritakan awal mula sengketa dari rumah Putra Proklamator itu. “Tahun 2011 Bulan Mei, Mas Guruh membutuhkan uang untuk bisnis, kemudian beliau diperkenalkan oleh temannya seorang lelaki bernama Gotama. Terjadilah pembicaraan, Mas Guruh mengajukan pinjaman uang Rp35 miliar dengan bunga 4,5% dengan jangan waktu 3 bulan. Gautama mengajukan permintaan PPJB (Perjanjian Jual-Beli),” terang Simeon.

Saat jatuh tempo, Guruh sempat mencoba menghubungi Gotama, namun tidak mendapatkan respons. Tiba-tiba, perempuan bernama Susy Angkawijaya datang menawarkan bantuan senilai Rp16 miliar dengan syarat AJB (Akta Jual Beli) rumah yang kini tengah dalam sengketa.

“Agustus 2011 berakhir, Mas Guruh coba konfirmasi, tapi tidak bisa dihubungi. Kemudian, datanglah perempuan bernama Susy sebagai orang baru yang menawarkan bantuan ke Mas Guruh, dia minta AJB sebagai persyaratan untuk bisa dibalikin lagi ke Mas Guruh,” terang Simeon Petrus.

Setelah terjadi kesepakatan soal AJB, ternyata Guruh Soekarnoputra tak pernah menerima uang Rp16 miliar uang dijanjikan. “Terjadilah kesepakatan AJB Rp16 miliar, uang Rp16 miliar itu Mas Guruh tidak pernah terima,” ujar Simeon Petrus.

Tiba-tiba Susy Angkawijaya meminta Guruh Soekarnoputra untuk keluar dari rumahnya. “Kemudian Bu Susy meminta Mas Guruh keluar karena ada AJB. Mas Guruh heran karena ada hal seperti ini,” ucap Simeon.

Ternyata, Susy Angkawijaya menggugat Guruh Soekarnoputra ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan dasar Akta Pengosongan dan AJB. “Pada Januari 2014, Susy Angkawijaya menggugat atas akta pengosongan dan AJB,” pungkasnya. (cnn/kps/dtc/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/