SURABAYA-Permintaan batik tulis segmen menengah ke bawah pada tahun ini lesu. Sebab di segmen tersebut, batik tulis harus bersaing dengan batik printing. Berbeda dengan segmen kelas atas dengan harga hingga jutaan rupiah, permintaan masih tetap tinggi.
Ketua Asosiasi Tenun Batik dan Bordir Jatim Erwin Sosrokusumo mengatakan permintaan batik tulis tahun ini mengalami penurunan signifikan. Bahkan kalau dibandingkan dengan penjualan tahun lalu bisa turun hingga separo. Terutama, segmen dengan harga di bawah Rp 200 ribu per potong. Menurut ia, lesunya permintaan disebabkan banyaknya batik printing di pasaran.
“Sebenarnya kalau dibandingkan dari sisi harga, tidak terlalu terpaut jauh. Misalnya, batik printing seharga Rp 45.000 per meter, sedangkan batik tulis harga Rp 100.000 per potong sudah mendapatkan bahan dua meter,” ungkapnya saat ditemui di Griya Wisata Pusat Batik Jatim di City of Tomorrow kemarin (3/10).
Persoalannya terletak pada motif atau desain batik tulis yang tidak berkembang. Padahal, motif batik printing makin bervariasi. “Dapat dikatakan, motif batik tulis kebanyakan kurang inovasi, nah pembeli mana mau beli batik yang motifnya itu-itu saja. Berbeda dengan batik segmen premium yang harganya jutaan rupiah, pasarnya masih ada,” tandas dia.
Makanya, ia menilai, perlu pelatihan khusus untuk mengembangkan kemampuan desain dari para perajin. Seperti dengan melibatkan para desainer. Diyakini, itu dapat kembali mendongkrak minat konsumen membeli batik tulis. Tercatat saat ini ada sekitar 1.700 perajin batik di jatim. Terbanyak di Madura yang mencapai 1.000 perajin dan sisanya tersebar di Tulungagung, Banyuwangi, Tuban dan Pacitan. “Bisa jadi pada tahun ini ada penurunan, gulung tikar karena sepinya permintaan,” tandasnya.
Selain itu, perajin perlu mendapatkan pelatihan tentang marketing. Sebab, potensi penjualan batik masih besar, seperti ekspor. Tapi, menurut Erwin, sulit untuk melakukan ekspor batik tulis lantaran terkendala pada lamanya waktu pembuatan dan batik yang berkelas harganya cukup tinggi.
“Nah kami sekarang sedang mengupayakan ekspor batik ke Inggris dan Thailand. Caranya dengan melibatkan orang Indonesia yang berada di Sabah, Malaysia. Sebanyak 8.000 remaja di sana akan kami latih dalam hal pembuatan batik. Kemudian, batik itu kami kirim ke Jatim untuk dijahit menjadi baju jadi, targetnya awal tahun depan bisa dikirim ke buyer di Inggris dan Thailand. Kami perkirakan nilainya di atas 1 miliar ringgit Malaysia,” urainya. (res)