JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Tersangka kasus suap ekspor benur, Edhy Prabowo mengaku membelanjakan barang mewah saat kunjungan ke Hawaii, Amerika Serikat, sebelum akhirnya ditangkap tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menteri Kelautan dan Perikanan ini mengakui hal tersebut usai diperiksa tim penyidik di Gedung KPK, Kuningan, Kamis (3/12). Edhy mengatakan, dalam pemeriksaan ini, tim penyidik mencecar mengenai berbagai barang mewah yang dibeli Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi saat kunjungan kerja ke Hawaii.
Menteri KKP nonaktif ini tak menjabarkan lebih jauh barang apa saja yang ia beli di Amerika. Namun, Edhy menyebut ada barang berupa baju yang turut disita sebagai alat bukti oleh penyidik.
“Saya dikonfrontasi dengan bukti-bukti. Sudah saya akui semuanya. Barang-barang yang saya belanjain di Amerika itu. Baju, apa, semuanya,” ujar Edhy.
Edhy berjanji bakal kooperatif terhadap penyidik di KPK. Dia memastikan akan mengikuti proses hukum yang berjalan di KPK. “Ya saya diperiksa. Saya ikuti. Mohon doanya saja,” kata dia.
Terkait sepeda yang disita KPK pada penggeledahan Rabu (2/12), Edhy mengaku membelinya di Amerika. Namun ia tak mau merinci merek atau jenis sepeda yang disita di rumah dinasnya itu.
“Saya beli sepeda kan waktu di Amerika. Ya, maksud Anda kan sepeda yang di rumah saya, tanya sama penyidik,” katanya.
Diketahui, KPK telah menggeledah rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo. Dari hasil penggeledahan itu, KPK menyita 8 unit sepeda yang diduga hasil penerimaan suap dalam kasus ekspor benih lobster atau benur.
“Pada penggeledahan tersebut, ditemukan dan diamankan antara lain sejumlah dokumen terkait perkara ini, barang bukti elektronik dan 8 unit sepeda yang pembeliannya diduga berasal dari penerimaan uang suap,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Kamis (3/12).
Selain itu, KPK menyita mata uang rupiah dan mata uang asing senilai Rp 4 miliar. Ali menyebut penyidik akan segera menganalisis barang yang diamankan tersebut untuk bisa disita sebagai alat bukti.
“Ditemukan juga sejumlah uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing dengan total senilai sekitar Rp 4 miliar. Tim penyidik akan menganalisa seluruh barang dan dokumen serta uang yang ditemukan dalam proses penggeledahan tersebut untuk selanjutnya segera dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam perkara ini,” ungkap Ali.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster atau benur tahun anggaran 2020 di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih selaku staf khusus istri menteri Edhy sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya Iis Rosyati Dewi, Syafri, dan Andreu Pribadi Misata.
“Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh EP (Edhy Prabowo) dan IRW (Iis Rosyari Dewi) di Honolulu AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Uang itu dibelanjakan jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy,” ujar Nawawi dalam jumpa pers di Gedung KPK, Rabu (25/11).
Selain itu, Nawawi menyebut, sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima sejumlah uang sebesar USF 100 ribu dari Direktur PT DPP Suharjito melalui Syafri dan Amiril Mukminin.
Selain itu Syafri dan Andreu pada sekitar bulan Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp 436 juta dari Ainul Faqih.
Selain Menteri Edhy, dalam kasus ini KPK juga menjerat enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP), Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, dan Amiril Mukminin (AM) selaku swasta. (kps/lp6)