34.5 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Kasus Omicron di Indonesia Melonjak Drastis, Mayoritas Pasien Alami Batuk dan Pilek

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Kesehatan mengumumkan adanya tambahan 92 kasus varian Omicron di Indonesia. Hingga Selasa (4/1), total kasus Omicron melonjak drastis menjadi 254 kasus yang terdiri dari 239 kasus dari pelaku perjalanan internasional (imported case) dan 15 kasus transmisi lokal.

Siti Nadia Tarmizi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, mayoritas pasien Covid-19 yang terpapar varian Omicron mengalami gejala ringan dan tanpa gejala. Nadia mengatakan, sebagian besar dari pasien mengalami batuk dan pilek.

“Mayoritas (penularan) masih didominasi pelaku perjalanan luar negeri. Dari hasil pemantauan, sebagian besar kondisinya ringan dan tanpa gejala. Gejala paling banyak adalah batuk (49 persen) dan pilek (27 persen),” tambah dr Nadia.

Omicron memiliki tingkat penularan yang jauh lebih cepat dibandingkan varian Delta. Sejak ditemukan pertama kali pada 24 November 2021 di Afrika Selatan, kini Omicron telah terdeteksi di lebih dari 110 negara dan diperkirakan akan terus meluas. Di level nasional, pergerakan Omicron juga terus meningkat sejak pertama kali dikonfirmasi pada 16 Desember 2021.

Selain itu, dr Nadia kembali menekankan, kewaspadaan individu harus terus ditingkatkan untuk menghindari potensi penularan Omicron. Protokol kesehatan 5M dan vaksinasi harus berjalan beriringan sebagai kunci untuk melindungin

diri dan orang sekitar dari penularan Omicron.

Lantas, apa saja gejala varian Omicron? Ciri-ciri gejala varian Omicron diketahui sedikit berbeda dari varian sebelumnya. Meski demikian, beberapa ahli menyebut gejala varian Omicron lebih ringan.

Kepala Asosiasi Medis Afsel, dokter Angelique Coetzee, menyebutkan, gejala Omicron sangat berbeda dari varian Delta. Ia menyebut gejala Omicron sangat mirip dengan gejala pilek atau flu. Adapun ciri-ciri gejala varian Omicron yakni, sakit kepala, nyeri tubuh, dan tenggorokan gatal.

Sementara itu, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengatakan, gejala umum varian Omicron yang terdeteksi sejauh ini, batuk kering dan tenggorokan gatal (89 persen), letih (65 persen), hidung tersumbat (59 persen), demam (38 persen), mual (22 persen), napas pendek atau kesulitan bernapas (16 persen), diare (11 persen). Masih belum jelas, apakah Omicron benar-benar menyebabkan gejala “lebih ringan” daripada jenis lainnya.

Transmisi Komunitas

Juru bicara Satgas Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menyinggung varian Omicron di Indonesia sudah di level transmisi komunitas. “Sudah ditemukan kasus positif varian Omicron akibat transmisi komunitas,” katanya dalam konferensi pers, Selasa (4/1).

“Walaupun tidak banyak dan secara hipotesis omicron memiliki case fatality rendah, namun upaya tanggap diperlukan agar kasus nasional yang sedang terkontrol dapat lestari,” jelasnya.

Transmisi komunitas atau community transmission adalah level penularan Covid-19 yang terjadi dalam suatu lingkungan tertentu dan sudah menyebar di masyarakat. Biasanya, penularan komunitas ini terjadi pada lokasi yang tidak diprediksi, seperti lingkungan masyarakat dan kantor.

Terkait transmisi komunitas varian Omicron ini sempat dibahas oleh epidemiolog Dicky Budiman. Ia mengatakan, bisa jadi Indonesia sudah mengalami level penularan community transmission yang patut menjadi perhatian karena infeksi penyakit atau dalam kasus ini Omicron bisa menyebar sedemikian rupa sehingga penularannya tidak diketahui seperti fenomena gunung es.

“Sekali lagi kalau ini sebetulnya sulit untuk menghindari kemungkinan bahwa kita belum di komunitas, itu sesuatu yang rasanya sulit ya,” beber Dicky, beberapa waktu lalu.

Sejauh ini pemerintah kerap menyebut ada dua sumber penularan Covid-19 Omicron di Indonesia yakni imported cases atau dibawa dari luar negeri dan local transmission atau penularan lokal.

Akurasi Antigen Bisa Berkurang

Efektivitas rapid test antigen menurut Satgas Covid-19 berkurang dalam mendeteksi infeksi Covid-19 karena varian Omicron. Mengutip keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga Pusat dan Pengendalian Pencegahan Penyakit Menular Amerika Serikat (CDC), juru bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan, data saat ini belum bisa menyimpulkan pasti seberapa akurat rapid test antigen pada Omicron. “WHO, CDC pada Desember 2021 menyebutkan, kemampuan rapid antigen dalam mendeteksi varian Omicron masih membutuhkan penelitian lebih lanjut,” beber Wiku dalam konferensi pers Selasa (4/1/2022).

“Rapid antigen kemungkinan masih bisa mendeteksi infeksi Covid-19 termasuk Omicron, namun akurasinya bisa berkurang,” sambungnya.

Seperti diketahui, varian Omicron memiliki sekitar 50 mutasi pada protein spike yang membuat beberapa tes PCR tanpa target gen S gagal mendeteksi infeksi COVID-19. Karenanya, perlu alat tes PCR khusus yakni S gene target failure untuk mendeteksi varian Omicron.

“Yang kedua alat uji berbasis NAAT seperti PCR, TCM bekerja mendeteksi material genetik dari virus, sejak awal pandemi WHO menyarankan untuk menggunakan alat uji tes PCR yang mendeteksi gen S lebih dari satu mengingat mudahnya virus COVID-19 mutasi dan memunculkan varian baru,” tambah Wiku.

Libur Nataru tanpa Lonjakan Kasus

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengklaim, Indonesia berhasil melalui periode libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 tanpa lonjakan kasus infeksi virus Corona. Bahkan, Indonesia berhasil mempertahankan tren penurunan kasus Covid-19 di saat negara-negara lain angka penularan penyakit itu meningkat setelah persebaran virus Corona varian Omicron.

“Biasanya, tantangan kita memasuki periode libur panjang adalah kenaikan kasus, seperti pada periode Idul Fitri 2021. Namun kita baru saja berhasil melewati periode libur Natal dan Tahun Baru 2022 tanpa adanya lonjakan kasus,” kata Juru Bicara Nasional Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adi Sasmito dalam konferensi pers yang diikuti via daring dari Jakarta, Selasa (4/1).

Wiku menjelaskan, selama November 2020 sampai Januari 2021 angka kasus Covid-19 terus meningkat. Pada pekan pertama tahun 2021, angka kasus infeksi virus corona bahkan mencapai 52.694 kasus.

Menurut Wiku, ada lima provinsi yang memberikan sumbangan kasus paling banyak selama kurun itu, yakni DKI Jakarta (13.317 kasus), Jawa Barat (7.832 kasus), Jawa Tengah (6.726 kasus), JawaTimur (6.375 kasus), dan Sulawesi Selatan (3.656 kasus). Sedangkan pada awal tahun 2022, menurut Wiku, hanya terjadi penambahan 1.409 kasus Covid-19. “Ini jauh lebih sedikit dibandingkan tahun lalu, yang mencapai 52.000 kasus,” katanya.

Wiku berharap, pandemi Covid-19 berubah menjadi endemi pada 2022. “Saat ini kita telah memasuki tahun yang baru, yaitu tahun 2022, banyak harapan dan upaya yang tentunya lebih besar lagi di tahun ini dan untuk dapat terus berjuang melawan Covid-19 hingga akhirnya terlepas dari status pandemi dan menuju endemi,” tuturnya.

Wiku mengemukakan pentingnya intervensi dan upaya pengendalian yang sesuai dengan dinamika penularan Covid-19 guna menekan penularan penyakit tersebut. “Dengan kondisi 152 kasus Omicron, di mana enam di antaranya merupakan kasus yang berasal dari non-pelaku perjalanan luar negeri, sudah sepatutnya kita segera melakukan gerakan penanganan ganda, tidak hanya di pintu kedatangan, namun juga di komunitas untuk memutus rantai penularannya segera,” katanya. (jpc/dth)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Kesehatan mengumumkan adanya tambahan 92 kasus varian Omicron di Indonesia. Hingga Selasa (4/1), total kasus Omicron melonjak drastis menjadi 254 kasus yang terdiri dari 239 kasus dari pelaku perjalanan internasional (imported case) dan 15 kasus transmisi lokal.

Siti Nadia Tarmizi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, mayoritas pasien Covid-19 yang terpapar varian Omicron mengalami gejala ringan dan tanpa gejala. Nadia mengatakan, sebagian besar dari pasien mengalami batuk dan pilek.

“Mayoritas (penularan) masih didominasi pelaku perjalanan luar negeri. Dari hasil pemantauan, sebagian besar kondisinya ringan dan tanpa gejala. Gejala paling banyak adalah batuk (49 persen) dan pilek (27 persen),” tambah dr Nadia.

Omicron memiliki tingkat penularan yang jauh lebih cepat dibandingkan varian Delta. Sejak ditemukan pertama kali pada 24 November 2021 di Afrika Selatan, kini Omicron telah terdeteksi di lebih dari 110 negara dan diperkirakan akan terus meluas. Di level nasional, pergerakan Omicron juga terus meningkat sejak pertama kali dikonfirmasi pada 16 Desember 2021.

Selain itu, dr Nadia kembali menekankan, kewaspadaan individu harus terus ditingkatkan untuk menghindari potensi penularan Omicron. Protokol kesehatan 5M dan vaksinasi harus berjalan beriringan sebagai kunci untuk melindungin

diri dan orang sekitar dari penularan Omicron.

Lantas, apa saja gejala varian Omicron? Ciri-ciri gejala varian Omicron diketahui sedikit berbeda dari varian sebelumnya. Meski demikian, beberapa ahli menyebut gejala varian Omicron lebih ringan.

Kepala Asosiasi Medis Afsel, dokter Angelique Coetzee, menyebutkan, gejala Omicron sangat berbeda dari varian Delta. Ia menyebut gejala Omicron sangat mirip dengan gejala pilek atau flu. Adapun ciri-ciri gejala varian Omicron yakni, sakit kepala, nyeri tubuh, dan tenggorokan gatal.

Sementara itu, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengatakan, gejala umum varian Omicron yang terdeteksi sejauh ini, batuk kering dan tenggorokan gatal (89 persen), letih (65 persen), hidung tersumbat (59 persen), demam (38 persen), mual (22 persen), napas pendek atau kesulitan bernapas (16 persen), diare (11 persen). Masih belum jelas, apakah Omicron benar-benar menyebabkan gejala “lebih ringan” daripada jenis lainnya.

Transmisi Komunitas

Juru bicara Satgas Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menyinggung varian Omicron di Indonesia sudah di level transmisi komunitas. “Sudah ditemukan kasus positif varian Omicron akibat transmisi komunitas,” katanya dalam konferensi pers, Selasa (4/1).

“Walaupun tidak banyak dan secara hipotesis omicron memiliki case fatality rendah, namun upaya tanggap diperlukan agar kasus nasional yang sedang terkontrol dapat lestari,” jelasnya.

Transmisi komunitas atau community transmission adalah level penularan Covid-19 yang terjadi dalam suatu lingkungan tertentu dan sudah menyebar di masyarakat. Biasanya, penularan komunitas ini terjadi pada lokasi yang tidak diprediksi, seperti lingkungan masyarakat dan kantor.

Terkait transmisi komunitas varian Omicron ini sempat dibahas oleh epidemiolog Dicky Budiman. Ia mengatakan, bisa jadi Indonesia sudah mengalami level penularan community transmission yang patut menjadi perhatian karena infeksi penyakit atau dalam kasus ini Omicron bisa menyebar sedemikian rupa sehingga penularannya tidak diketahui seperti fenomena gunung es.

“Sekali lagi kalau ini sebetulnya sulit untuk menghindari kemungkinan bahwa kita belum di komunitas, itu sesuatu yang rasanya sulit ya,” beber Dicky, beberapa waktu lalu.

Sejauh ini pemerintah kerap menyebut ada dua sumber penularan Covid-19 Omicron di Indonesia yakni imported cases atau dibawa dari luar negeri dan local transmission atau penularan lokal.

Akurasi Antigen Bisa Berkurang

Efektivitas rapid test antigen menurut Satgas Covid-19 berkurang dalam mendeteksi infeksi Covid-19 karena varian Omicron. Mengutip keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga Pusat dan Pengendalian Pencegahan Penyakit Menular Amerika Serikat (CDC), juru bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan, data saat ini belum bisa menyimpulkan pasti seberapa akurat rapid test antigen pada Omicron. “WHO, CDC pada Desember 2021 menyebutkan, kemampuan rapid antigen dalam mendeteksi varian Omicron masih membutuhkan penelitian lebih lanjut,” beber Wiku dalam konferensi pers Selasa (4/1/2022).

“Rapid antigen kemungkinan masih bisa mendeteksi infeksi Covid-19 termasuk Omicron, namun akurasinya bisa berkurang,” sambungnya.

Seperti diketahui, varian Omicron memiliki sekitar 50 mutasi pada protein spike yang membuat beberapa tes PCR tanpa target gen S gagal mendeteksi infeksi COVID-19. Karenanya, perlu alat tes PCR khusus yakni S gene target failure untuk mendeteksi varian Omicron.

“Yang kedua alat uji berbasis NAAT seperti PCR, TCM bekerja mendeteksi material genetik dari virus, sejak awal pandemi WHO menyarankan untuk menggunakan alat uji tes PCR yang mendeteksi gen S lebih dari satu mengingat mudahnya virus COVID-19 mutasi dan memunculkan varian baru,” tambah Wiku.

Libur Nataru tanpa Lonjakan Kasus

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengklaim, Indonesia berhasil melalui periode libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 tanpa lonjakan kasus infeksi virus Corona. Bahkan, Indonesia berhasil mempertahankan tren penurunan kasus Covid-19 di saat negara-negara lain angka penularan penyakit itu meningkat setelah persebaran virus Corona varian Omicron.

“Biasanya, tantangan kita memasuki periode libur panjang adalah kenaikan kasus, seperti pada periode Idul Fitri 2021. Namun kita baru saja berhasil melewati periode libur Natal dan Tahun Baru 2022 tanpa adanya lonjakan kasus,” kata Juru Bicara Nasional Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adi Sasmito dalam konferensi pers yang diikuti via daring dari Jakarta, Selasa (4/1).

Wiku menjelaskan, selama November 2020 sampai Januari 2021 angka kasus Covid-19 terus meningkat. Pada pekan pertama tahun 2021, angka kasus infeksi virus corona bahkan mencapai 52.694 kasus.

Menurut Wiku, ada lima provinsi yang memberikan sumbangan kasus paling banyak selama kurun itu, yakni DKI Jakarta (13.317 kasus), Jawa Barat (7.832 kasus), Jawa Tengah (6.726 kasus), JawaTimur (6.375 kasus), dan Sulawesi Selatan (3.656 kasus). Sedangkan pada awal tahun 2022, menurut Wiku, hanya terjadi penambahan 1.409 kasus Covid-19. “Ini jauh lebih sedikit dibandingkan tahun lalu, yang mencapai 52.000 kasus,” katanya.

Wiku berharap, pandemi Covid-19 berubah menjadi endemi pada 2022. “Saat ini kita telah memasuki tahun yang baru, yaitu tahun 2022, banyak harapan dan upaya yang tentunya lebih besar lagi di tahun ini dan untuk dapat terus berjuang melawan Covid-19 hingga akhirnya terlepas dari status pandemi dan menuju endemi,” tuturnya.

Wiku mengemukakan pentingnya intervensi dan upaya pengendalian yang sesuai dengan dinamika penularan Covid-19 guna menekan penularan penyakit tersebut. “Dengan kondisi 152 kasus Omicron, di mana enam di antaranya merupakan kasus yang berasal dari non-pelaku perjalanan luar negeri, sudah sepatutnya kita segera melakukan gerakan penanganan ganda, tidak hanya di pintu kedatangan, namun juga di komunitas untuk memutus rantai penularannya segera,” katanya. (jpc/dth)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/