25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ketua KPU Bolehkan ASN dan Perangkat Desa Jadi Petugas Pemilu

SUMUTPOS.CO – KETUA Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari memastikan, aparatur sipil negara (ASN) perangkat desa, pendamping program keluarga harapan (PKH) hingga guru honorer boleh menjadi petugas ad hoc Pemilu. Petugas ad Hoc Pemilu itu di antaranya Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS).

“Menurut UU ASN, PNS dan juga peraturan pemerintah manajemen PNS, itu juga ditentukan kalau ada PNS yang menjadi komisioner, menjadi hakim, apapun jenis hakimnya itu diperbolehkan, dengan mekanismenya mengajukan pemberhentian sementara,” kata Hasyim di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (4/1).

Hasyim menyebut ASN tak dilarang untuk menjadi petugas ad hoc pemilu. Ia hanya menegaskan ASN tidak boleh menerima dua gaji dari dua pekerjaan yang berbeda.

Sementara insentif bagi petugas ad hoc pemilu, lanjut dia, hanya bersifat honorarium bukan gaji karena sifatnya yang sementara. “Yang enggak boleh itu, double gaji. Nah sementara aturan kita tentang itu kan ada yang namanya gaji, ada yang namanya honor,” kata Hasyim.

Sementara itu, Hasyim menjelaskan, perangkat desa juga tak perlu mengajukan pemberhentian sementara bila menjadi petugas ad hoc Pemilu. Menurutnya, petugas ad hoc pemilu dan perangkat desa sama-sama memiliki tugas untuk melayani masyarakat.

“Setahu saya tidak harus mundur ya, karena untuk bekerja di wilayah ruang lingkup desa. Ketika ada perangkat dan seterusnya menjadi anggota PPS, menjadi anggota KPU, itu kan bagian dari layanan, melayani pemilih,” kata Hasyim.

Pandangan berbeda sebelumnya pernah diutarakan oleh Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito. Heddy mengungkap temuan guru honorer hingga perangkat desa direkrut sebagai petugas ad hoc pemilu.

Heddy menyampaikan, aturan perundangan tak memperbolehkan hal itu. Ia berkata petugas ad hoc pemilu tidak boleh merangkap pekerjaan yang digaji lewat APBN. “Guru honorer masuk sebagai penyelenggara ad hoc, panwascam (panitia pengawas kecamatan) atau PPK (panitia pemilihan kecamatan). Kemudian, perangkat desa ada juga yang direkrut, PKH-pekerja pendamping sosial di sana-itu direkrut sebagai anggota panwascam,” kata Heddy di Kantor DKPP, Jakarta, Sabtu (31/12).

SUMUTPOS.CO – KETUA Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari memastikan, aparatur sipil negara (ASN) perangkat desa, pendamping program keluarga harapan (PKH) hingga guru honorer boleh menjadi petugas ad hoc Pemilu. Petugas ad Hoc Pemilu itu di antaranya Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS).

“Menurut UU ASN, PNS dan juga peraturan pemerintah manajemen PNS, itu juga ditentukan kalau ada PNS yang menjadi komisioner, menjadi hakim, apapun jenis hakimnya itu diperbolehkan, dengan mekanismenya mengajukan pemberhentian sementara,” kata Hasyim di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (4/1).

Hasyim menyebut ASN tak dilarang untuk menjadi petugas ad hoc pemilu. Ia hanya menegaskan ASN tidak boleh menerima dua gaji dari dua pekerjaan yang berbeda.

Sementara insentif bagi petugas ad hoc pemilu, lanjut dia, hanya bersifat honorarium bukan gaji karena sifatnya yang sementara. “Yang enggak boleh itu, double gaji. Nah sementara aturan kita tentang itu kan ada yang namanya gaji, ada yang namanya honor,” kata Hasyim.

Sementara itu, Hasyim menjelaskan, perangkat desa juga tak perlu mengajukan pemberhentian sementara bila menjadi petugas ad hoc Pemilu. Menurutnya, petugas ad hoc pemilu dan perangkat desa sama-sama memiliki tugas untuk melayani masyarakat.

“Setahu saya tidak harus mundur ya, karena untuk bekerja di wilayah ruang lingkup desa. Ketika ada perangkat dan seterusnya menjadi anggota PPS, menjadi anggota KPU, itu kan bagian dari layanan, melayani pemilih,” kata Hasyim.

Pandangan berbeda sebelumnya pernah diutarakan oleh Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito. Heddy mengungkap temuan guru honorer hingga perangkat desa direkrut sebagai petugas ad hoc pemilu.

Heddy menyampaikan, aturan perundangan tak memperbolehkan hal itu. Ia berkata petugas ad hoc pemilu tidak boleh merangkap pekerjaan yang digaji lewat APBN. “Guru honorer masuk sebagai penyelenggara ad hoc, panwascam (panitia pengawas kecamatan) atau PPK (panitia pemilihan kecamatan). Kemudian, perangkat desa ada juga yang direkrut, PKH-pekerja pendamping sosial di sana-itu direkrut sebagai anggota panwascam,” kata Heddy di Kantor DKPP, Jakarta, Sabtu (31/12).

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/