26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kapolri Ungkap Temuan: Migor Curah Dibungkus Kemasan Premium

SUMUTPOS.CO – Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengungkap ada temuan minyak goreng curah dikemas ulang atau repacking menjadi kemasan premium. Temuan itu didapat karena ada merek-merek baru yang biasanya tidak ada di pasar

“Kami mendapatkan temuan-temuan memang ini dilakukan, tadi disampaikan oleh pak menteri modus repacking ini mengemas ulang minyak goreng curah. Saat ini muncul jenis jenis merek baru yang selama ini tidak ada di pasar,” katanya dalam konferensi pers mengenai Minyak Goreng Curah, Senin (4/4).

Sigit menegaskan, bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran seperti repacking akan ditindak tegas. Selain itu, pengusaha juga diperingatkan jangan memalsukan dokumen terkait data subsidi minyak goreng curah.

“Kami akan pantau, menggeser kebutuhan curah ke industri kami akan tindak tegas. Memalsukan dokumen sehingga kemudian mendapatkan pembayaran subsidi yang tidak sesuai dengan realitas produksi, kita akan tindak juga,” tuturnya.

Kapolri mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan pihaknya mengawasi minyak goreng yakni dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Gabungan. “Kami bersama Kementerian Perindustrian membentuk satgas gabungn, ini satgas gabungan kita tempatan mulai di level pusat para produsen, kantor pusat, kita tempatkan personil-personil dari polisi kemudian dari Kementerian Perindustrian,” jelasnya.

Sigit mengatakan satgas tersebut akan mengawasi proses produksi hingga distribusi minyak goreng curah selama 24 jam. Penempatan satgas ini juga di produsen minyak goreng besar. “Satgas 24 jam mengawasi proses produksi, kita pastikan ini dan sudah menjadi komitmen yang betul-betul bisa dilaksanakan,” jelasnya

Hal yang sama dikatakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemerintah sudah mengatur sanksi bagi perusahaan yang melanggar kebijakan pemerintah. Sanksi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil Dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS.

“Misalnya produsen terkait produksinya tidak sesuai dengan lokasi dan jumlah yang sudah ditetapkan Permenperin, adanya tindakan tindakan berkaitan dengan repacking. Repacking itu tidak boleh dari MGS curah. MSG curah ini juga tidak boleh sama sekali untuk industri-industri menengah maupun besar,” ujarnya.

Dikatakanya, pemerintah sudah mengatur rata-rata margin penjualan atau untung bagi level distributor dan pengecer minyak goreng. Untuk distributor rata-rata margin Rp 600 per kilogram (kg) dan pengecer Rp 1.000/kg. “Kami juga sudah menetapkan margin baik itu level distributor dengan margin rata-rata Rp 600 per kg, margin di tingkat pengecer Rp 1.000 per kg,” terangnya.

Adapun ketentuan margin atau keuntungan itu diatur, agar kebijakan harga eceran tertinggi (HET) di tingkat pengecer kepada masyarakat (konsumen) bisa tercapai. Sebagai informasi, HET minyak goreng curah yang diatur pemerintah yakni Rp14.000/liter atau Rp15.500/kg.

“Karena policy yang dikeluarkan oleh BPDPKS berkaitan dengan margin ini agar supaya HET tercapai di lapangan,” lanjut Agus.

Agus mengakui sampai saat ini program minyak goreng sawit (MGS) curah terkait HET Rp 14.000/liter belum sesuai dengan yang diharapkan, meski diungkap ada progres.

“Oleh sebab itu rapat ini, pertemuan kami (dengan kepolisian) membahas berbagai macam upaya agar supaya program bisa dilaksanakan dan terakselerasi,” tuturnya.

Gubsu Akui Migor Langka

Terpisah, Gubernur Edy Rahmayadi mengakui minyak goreng langka dan mahal di Sumatera Utara. Hal ini membuat dirinya masih bingung hingg saat ini. Sebab Sumut dengan luas perkebunan sawit terbesar, sejatinya minyak goreng gampang didapatkan masyarakat Sumut itu sendiri dengan harga murah.

“Di Sumut ini minyak goreng ini langka dan saat ini masih mahal, ini yang buat saya bingung, tak masuk akal,” ujar Gubernur Edy, pada rakor optimalisasi pendapatan dari sektor perkebunan sawit Sumut bersama KPK, Senin (4/4).

Ia pun menyebut setiap hari memanggil Kabiro Perekonomian Setdaprov Sumut, Naslindo Sirait, untuk menuntaskannya. “Saya tanya bagaimana ini. Saya minta ini benar-benar bisa diselesaikan,” katanya. Dalam rakor yang berlangsung di di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur itu, Edy Rahmayadi menyinggung operasi minyak goreng.

Berbeda dengan Pemkab dan Pemko di Sumut yang suka menggelar operasi migor. Bagi Edy Rahmayadi, mantan Pangkostrad tersebut, operasi pasar sama sekali bukan solusi. Operasi pasar murah, tegasnya, tidak dapat menyelesaikan masalah.

“Pemerintah Kabupaten/Kota pernah saya kulik-kulik jawabnya sederhana sekali, pak, kita adakan saja operasi pasar. Kau bilang kau tidak ada minyak tapi darimana kau buat operasi pasar. Ada yang ngasih pak, yang ngasih itu kau tendang. Makanya saya tak mau kalau operasi pasar, tak menyelesaikan masalah operasi pasar itu,” ujar Edy Rahmayadi lagi.

Karena itu, Gubernur Edy berharap rakor itu dapat menyelesaikan permasalahan minyak goreng di Sumut. Ia menekankan, rakyat Sumut seharusnya bisa menikmati hasil pertanian Kelapa Sawit yang cukup besar. “Maunya tuntaslah ini. Ini saya lakukan untuk rakyat saya tercinta ini 15 juta rakyat saya. Saya ingin rakyat saya ini menikmati hasil alamnya, dengan pengelolaan yang benar, distribusi yang benar. Pajaknya benar, agar semua hidup sehat,” pungkasnya.

Jadi Sorotan Media Asing

Kelangkaan minyak goreng di Indonesia mendapat perhatian khusus media asing. Bahkan hal itu diberitakan sebagai fenomena yang diberi judul ‘Indonesia, the world’s biggest producer, has a palm-oil crisis’ atau Indonesia, negara produsen terbesar dunia mengalami krisis minyak sawit.

Media The Economist secara khusus menggambarkan kelangkaan minyak dengan peristiwa yang terjadi Maret lalu yang terjadi pada ibu satu anak asal Jawa Tengah, Izawati Dewi yang mengantre dari subuh untuk mendapatkan minyak goreng.

Selain itu, peristiwa meninggalnya dua ibu rumah tangga karena mengantre minyak goreng di Kalimantan Timur yang merupakan tempat penghasil hampir dua perlima minyak sawit Indonesia juga diberitakan.

Kebijakan Pemerintah Indonesia yang sempat membatasi harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan dan Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah tak lepas dari pemberitaan.

Tak ayal dalam semalam, rak-rak di berbagai pasar dan ritel kosong di berbagai daerah di Indonesia. Saat minyak goreng sawit kosong, kebanyakan orang Indonesia kehilangan akses karena minyak nabati impor merupakan barang mewah yang tak terjangkau.

Namun, pada saat kebijakan HET minyak goreng kemasan dicabut, secara ajaib minyak goreng kemasan muncul kembali. Namun kini, harga naik lebih dari tiga kali lipat.

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, menjelaskan kenaikan harga terjadi karena beberapa faktor, termasuk perang di Ukraina dan pandemi COVID-19. Pada Februari, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) telah melonjak sebesar 40% year on year (yoy). Dengan harapan dapat menekan harga eceran komoditas, pemerintah pada Januari memberlakukan kewajiban pasar domestik (DMO) 20% untuk semua produsen.

Tetapi, hanya berlangsung sebulan, setelah pemasok menolak dengan keras, pemerintah menghapus DMO, demi mengenakan pungutan ekspor yang lebih tinggi pada CPO.Minyak goreng di bawah skema DMO awal dijual dengan harga tetap, yang menurut produsen menyulitkan untuk menutupi biaya produksi.

“Perbedaan besar antara harga CPO dan DMO lah yang mengakibatkan pembelian panik dan penimbunan yang terjadi,” terang Yeka dikutip dari The Economist, Senin (4/4).

Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia menilai pemerintah harus mengejar oligarki industri yang sering menimbun pasokan. Pada 2019, Indonesia memproduksi 47,1 juta ton CPO, di mana 76% di antaranya diekspor.

Sementara itu, Eddy Hartono dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan 20% DMO awal mestinya sudah melebihi permintaan lokal. Oleh karena itu, ia menduga minyak hilang sepanjang rantai distribusi.

Pernyataan mantan Presiden Megawati Sukarnoputri juga menjadi sorotan. Dalam webinar ia mengatakan apakah tidak ada cara memasak dengan merebus. Hal itu mendapat reaksi keras dari warganet. (mbc/gus)

SUMUTPOS.CO – Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengungkap ada temuan minyak goreng curah dikemas ulang atau repacking menjadi kemasan premium. Temuan itu didapat karena ada merek-merek baru yang biasanya tidak ada di pasar

“Kami mendapatkan temuan-temuan memang ini dilakukan, tadi disampaikan oleh pak menteri modus repacking ini mengemas ulang minyak goreng curah. Saat ini muncul jenis jenis merek baru yang selama ini tidak ada di pasar,” katanya dalam konferensi pers mengenai Minyak Goreng Curah, Senin (4/4).

Sigit menegaskan, bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran seperti repacking akan ditindak tegas. Selain itu, pengusaha juga diperingatkan jangan memalsukan dokumen terkait data subsidi minyak goreng curah.

“Kami akan pantau, menggeser kebutuhan curah ke industri kami akan tindak tegas. Memalsukan dokumen sehingga kemudian mendapatkan pembayaran subsidi yang tidak sesuai dengan realitas produksi, kita akan tindak juga,” tuturnya.

Kapolri mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan pihaknya mengawasi minyak goreng yakni dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Gabungan. “Kami bersama Kementerian Perindustrian membentuk satgas gabungn, ini satgas gabungan kita tempatan mulai di level pusat para produsen, kantor pusat, kita tempatkan personil-personil dari polisi kemudian dari Kementerian Perindustrian,” jelasnya.

Sigit mengatakan satgas tersebut akan mengawasi proses produksi hingga distribusi minyak goreng curah selama 24 jam. Penempatan satgas ini juga di produsen minyak goreng besar. “Satgas 24 jam mengawasi proses produksi, kita pastikan ini dan sudah menjadi komitmen yang betul-betul bisa dilaksanakan,” jelasnya

Hal yang sama dikatakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemerintah sudah mengatur sanksi bagi perusahaan yang melanggar kebijakan pemerintah. Sanksi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil Dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS.

“Misalnya produsen terkait produksinya tidak sesuai dengan lokasi dan jumlah yang sudah ditetapkan Permenperin, adanya tindakan tindakan berkaitan dengan repacking. Repacking itu tidak boleh dari MGS curah. MSG curah ini juga tidak boleh sama sekali untuk industri-industri menengah maupun besar,” ujarnya.

Dikatakanya, pemerintah sudah mengatur rata-rata margin penjualan atau untung bagi level distributor dan pengecer minyak goreng. Untuk distributor rata-rata margin Rp 600 per kilogram (kg) dan pengecer Rp 1.000/kg. “Kami juga sudah menetapkan margin baik itu level distributor dengan margin rata-rata Rp 600 per kg, margin di tingkat pengecer Rp 1.000 per kg,” terangnya.

Adapun ketentuan margin atau keuntungan itu diatur, agar kebijakan harga eceran tertinggi (HET) di tingkat pengecer kepada masyarakat (konsumen) bisa tercapai. Sebagai informasi, HET minyak goreng curah yang diatur pemerintah yakni Rp14.000/liter atau Rp15.500/kg.

“Karena policy yang dikeluarkan oleh BPDPKS berkaitan dengan margin ini agar supaya HET tercapai di lapangan,” lanjut Agus.

Agus mengakui sampai saat ini program minyak goreng sawit (MGS) curah terkait HET Rp 14.000/liter belum sesuai dengan yang diharapkan, meski diungkap ada progres.

“Oleh sebab itu rapat ini, pertemuan kami (dengan kepolisian) membahas berbagai macam upaya agar supaya program bisa dilaksanakan dan terakselerasi,” tuturnya.

Gubsu Akui Migor Langka

Terpisah, Gubernur Edy Rahmayadi mengakui minyak goreng langka dan mahal di Sumatera Utara. Hal ini membuat dirinya masih bingung hingg saat ini. Sebab Sumut dengan luas perkebunan sawit terbesar, sejatinya minyak goreng gampang didapatkan masyarakat Sumut itu sendiri dengan harga murah.

“Di Sumut ini minyak goreng ini langka dan saat ini masih mahal, ini yang buat saya bingung, tak masuk akal,” ujar Gubernur Edy, pada rakor optimalisasi pendapatan dari sektor perkebunan sawit Sumut bersama KPK, Senin (4/4).

Ia pun menyebut setiap hari memanggil Kabiro Perekonomian Setdaprov Sumut, Naslindo Sirait, untuk menuntaskannya. “Saya tanya bagaimana ini. Saya minta ini benar-benar bisa diselesaikan,” katanya. Dalam rakor yang berlangsung di di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur itu, Edy Rahmayadi menyinggung operasi minyak goreng.

Berbeda dengan Pemkab dan Pemko di Sumut yang suka menggelar operasi migor. Bagi Edy Rahmayadi, mantan Pangkostrad tersebut, operasi pasar sama sekali bukan solusi. Operasi pasar murah, tegasnya, tidak dapat menyelesaikan masalah.

“Pemerintah Kabupaten/Kota pernah saya kulik-kulik jawabnya sederhana sekali, pak, kita adakan saja operasi pasar. Kau bilang kau tidak ada minyak tapi darimana kau buat operasi pasar. Ada yang ngasih pak, yang ngasih itu kau tendang. Makanya saya tak mau kalau operasi pasar, tak menyelesaikan masalah operasi pasar itu,” ujar Edy Rahmayadi lagi.

Karena itu, Gubernur Edy berharap rakor itu dapat menyelesaikan permasalahan minyak goreng di Sumut. Ia menekankan, rakyat Sumut seharusnya bisa menikmati hasil pertanian Kelapa Sawit yang cukup besar. “Maunya tuntaslah ini. Ini saya lakukan untuk rakyat saya tercinta ini 15 juta rakyat saya. Saya ingin rakyat saya ini menikmati hasil alamnya, dengan pengelolaan yang benar, distribusi yang benar. Pajaknya benar, agar semua hidup sehat,” pungkasnya.

Jadi Sorotan Media Asing

Kelangkaan minyak goreng di Indonesia mendapat perhatian khusus media asing. Bahkan hal itu diberitakan sebagai fenomena yang diberi judul ‘Indonesia, the world’s biggest producer, has a palm-oil crisis’ atau Indonesia, negara produsen terbesar dunia mengalami krisis minyak sawit.

Media The Economist secara khusus menggambarkan kelangkaan minyak dengan peristiwa yang terjadi Maret lalu yang terjadi pada ibu satu anak asal Jawa Tengah, Izawati Dewi yang mengantre dari subuh untuk mendapatkan minyak goreng.

Selain itu, peristiwa meninggalnya dua ibu rumah tangga karena mengantre minyak goreng di Kalimantan Timur yang merupakan tempat penghasil hampir dua perlima minyak sawit Indonesia juga diberitakan.

Kebijakan Pemerintah Indonesia yang sempat membatasi harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan dan Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah tak lepas dari pemberitaan.

Tak ayal dalam semalam, rak-rak di berbagai pasar dan ritel kosong di berbagai daerah di Indonesia. Saat minyak goreng sawit kosong, kebanyakan orang Indonesia kehilangan akses karena minyak nabati impor merupakan barang mewah yang tak terjangkau.

Namun, pada saat kebijakan HET minyak goreng kemasan dicabut, secara ajaib minyak goreng kemasan muncul kembali. Namun kini, harga naik lebih dari tiga kali lipat.

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, menjelaskan kenaikan harga terjadi karena beberapa faktor, termasuk perang di Ukraina dan pandemi COVID-19. Pada Februari, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) telah melonjak sebesar 40% year on year (yoy). Dengan harapan dapat menekan harga eceran komoditas, pemerintah pada Januari memberlakukan kewajiban pasar domestik (DMO) 20% untuk semua produsen.

Tetapi, hanya berlangsung sebulan, setelah pemasok menolak dengan keras, pemerintah menghapus DMO, demi mengenakan pungutan ekspor yang lebih tinggi pada CPO.Minyak goreng di bawah skema DMO awal dijual dengan harga tetap, yang menurut produsen menyulitkan untuk menutupi biaya produksi.

“Perbedaan besar antara harga CPO dan DMO lah yang mengakibatkan pembelian panik dan penimbunan yang terjadi,” terang Yeka dikutip dari The Economist, Senin (4/4).

Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia menilai pemerintah harus mengejar oligarki industri yang sering menimbun pasokan. Pada 2019, Indonesia memproduksi 47,1 juta ton CPO, di mana 76% di antaranya diekspor.

Sementara itu, Eddy Hartono dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan 20% DMO awal mestinya sudah melebihi permintaan lokal. Oleh karena itu, ia menduga minyak hilang sepanjang rantai distribusi.

Pernyataan mantan Presiden Megawati Sukarnoputri juga menjadi sorotan. Dalam webinar ia mengatakan apakah tidak ada cara memasak dengan merebus. Hal itu mendapat reaksi keras dari warganet. (mbc/gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/