26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

RDP Sengketa Lahan Minus Masyarakat

Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara (DPRD Sumut), menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), atas persoalan sengketa lahan antara masyarakat dengan pihak PTPN II, Rabu (4/7). Sayangnya, dalam rapat tersebut tidak satupun dari masyarakat sebagai pihak yang bersengketa, tidak terlihat hadir.

Sementara, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) diwakili Kasi Silang Sengketa, Masriani, dari aparat kepolisian diwakili Kapolres Binjai AKBP Musa Tampubolon dan Wakil Kepala (Waka) Polresta Medan AKBP Pranyoto, dan juga perwakilan dari Poldasu. Sedangkan pihak PTPN II diwakili oleh Direktur SDM PTPN II, Kamaruzaman.

Meski demikian, RDP tetap dilanjutkan, dengan agenda mempertanyakan duduk perkara sengketa lahan PTPN II, khususnya di lokasi Binjai sekitarnya.

Di wilayah itu, bentrok sempat terjadi beberapa kali antara pihak PTPN II dengan masyarakat Desa Namu Rubejulu, Kutalimbaru, Deli Serdang serta di Sei Mencirim dan Sei Lebo-lebo. Masyarakat mengklaim lahan seluas 80 hektare milik mereka dirampas PTPN II pada 1965.

Menurut Direktur SDM PTPN II Kamaruzaman, bentrok terjadi saat lahan itu habis HGU-nya, tapi belum direlokasi.

“Masyarakat mengklaim tanah itu punya mereka dan mulai menyerobot lahan. Masyarakat melakukan pembakaran dan penyerangan terhadap karyawan,” terang Kamaruzaman.
Perwakilan dari Poldasu, Mashudi, menimpali, saat ini kasus tersebut masih ditindaklanjuti oleh Poldasu dan pihaknya telah mengamankan enam orang yang diduga pemicu bentrok.

Terkait sengketa lahan di Desa Namu Rubejulu, Kutalimbaru, Deli Serdang dengan Masyarakat, Kapolresta Binjai, AKBP Musa Tampubolon, menuturkan jika dalam penyelesain konflik tersebut pihak perkebunan tidak pernah memenuhi panggilan.
“Hingga saat ini pihak PTPN II, belum pernah memenuhi panggilan. Jadi kami kesulitan menindaklanjuti dan menentukan alas hak HGU PTPN yang diklaim oleh masyarakat sebagai milik mereka,” ujarnya.

Pihaknya saat ini masih terus menindaklanjuti kasus tersebut. “Kami akan terus melakukan penyelidikan dan perlu kerjasama dari pihak perkebunan. Karena kami tidak bisa menentukan lahan berdasarkan peta saja. Ini juga untuk mencegah bentrok antara kedua belah pihak,” ujar Musa. (ari)

Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara (DPRD Sumut), menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), atas persoalan sengketa lahan antara masyarakat dengan pihak PTPN II, Rabu (4/7). Sayangnya, dalam rapat tersebut tidak satupun dari masyarakat sebagai pihak yang bersengketa, tidak terlihat hadir.

Sementara, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) diwakili Kasi Silang Sengketa, Masriani, dari aparat kepolisian diwakili Kapolres Binjai AKBP Musa Tampubolon dan Wakil Kepala (Waka) Polresta Medan AKBP Pranyoto, dan juga perwakilan dari Poldasu. Sedangkan pihak PTPN II diwakili oleh Direktur SDM PTPN II, Kamaruzaman.

Meski demikian, RDP tetap dilanjutkan, dengan agenda mempertanyakan duduk perkara sengketa lahan PTPN II, khususnya di lokasi Binjai sekitarnya.

Di wilayah itu, bentrok sempat terjadi beberapa kali antara pihak PTPN II dengan masyarakat Desa Namu Rubejulu, Kutalimbaru, Deli Serdang serta di Sei Mencirim dan Sei Lebo-lebo. Masyarakat mengklaim lahan seluas 80 hektare milik mereka dirampas PTPN II pada 1965.

Menurut Direktur SDM PTPN II Kamaruzaman, bentrok terjadi saat lahan itu habis HGU-nya, tapi belum direlokasi.

“Masyarakat mengklaim tanah itu punya mereka dan mulai menyerobot lahan. Masyarakat melakukan pembakaran dan penyerangan terhadap karyawan,” terang Kamaruzaman.
Perwakilan dari Poldasu, Mashudi, menimpali, saat ini kasus tersebut masih ditindaklanjuti oleh Poldasu dan pihaknya telah mengamankan enam orang yang diduga pemicu bentrok.

Terkait sengketa lahan di Desa Namu Rubejulu, Kutalimbaru, Deli Serdang dengan Masyarakat, Kapolresta Binjai, AKBP Musa Tampubolon, menuturkan jika dalam penyelesain konflik tersebut pihak perkebunan tidak pernah memenuhi panggilan.
“Hingga saat ini pihak PTPN II, belum pernah memenuhi panggilan. Jadi kami kesulitan menindaklanjuti dan menentukan alas hak HGU PTPN yang diklaim oleh masyarakat sebagai milik mereka,” ujarnya.

Pihaknya saat ini masih terus menindaklanjuti kasus tersebut. “Kami akan terus melakukan penyelidikan dan perlu kerjasama dari pihak perkebunan. Karena kami tidak bisa menentukan lahan berdasarkan peta saja. Ini juga untuk mencegah bentrok antara kedua belah pihak,” ujar Musa. (ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/