26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Yuli Yanika, Sudah Biasa Ngebut saat Membawa Jenazah

Uye menjadi satu-satunya sopir ambulans perempuan di antara deretan ambulans yang terlibat dalam misi kemanusiaan itu. Penyuka mi ayam tersebut memang lincah dan gesit. Meski perempuan, dia selalu menjadi pengangkut jenazah paling awal dari RSUP Adam Malik menuju Lanud Soewondo, Medan.

Kinerjanya juga sangat bagus. Uye sangat cekatan mengemudikan ”kekasihnya” di jalanan. Jumat pagi (3/7) Jawa Pos ikut dalam mobil ambulans yang dikemudikannya saat mengantarkan jenazah Syariah, 20, korban asal Natuna, dari RSUP Adam Malik ke Lanud Soewondo.

Saat itu ambulans bertolak dari rumah sakit pukul 10.20. Jalan-jalan di Medan ketika itu padat. Tapi, Uye begitu lihai melewati satu demi satu kendaraan di depannya. Kadang menyalip dari kiri, sejurus kemudian mendahului dari kanan.

Uye tidak segan mengeluarkan tangan kanannya untuk memberi tanda atau aba-aba bagi pengguna jalan lainnya agar memberikan jalan. Sedangkan tangan kirinya tetap memegang kemudi saat mobil melaju dengan kecepatan 80 km/jam.

Dalam kondisi normal, jarak RSUP Adam Malik sampai Lanud Soewondo bisa ditempuh dalam waktu 45 menit. Tapi, Uye dan ambulansnya hanya membutuhkan waktu 20 menit. ”Ini kecepatan standar ambulans,” ucapnya.

Uye mengatakan, mengemudi ambulans harus bisa lincah dan mahir menyalip kendaraan lain dengan smooth agar pengangkutan jenazah bisa lebih cepat sampai tujuan. Dalam tiga hari proses evakuasi, Uye mampu mengangkut 12 jenazah yang akan diterbangkan dari Lanud Soewondo.

Tak terlihat rasa takut sedikit pun dari wajah Uye meski harus bergumul dengan jenazah-jenazah korban. ”Kalau sudah seperti ini, rasa takut hilang dengan sendirinya,” ungkap gadis yang juga mengajar di Sekolah Alam Raya Medan dan SDN 064024 Medan itu.

Menurut Uye, yang membuat tubuhnya gemetaran adalah saat mengangkut korban kecelakaan yang mengalami luka parah. Di satu sisi, Uye harus bisa segera membawa korban sampai ke rumah sakit agar dapat secepatnya tertolong. Di sisi lain, dia harus bisa mengemudikan ambulans dengan baik sehingga tidak menambah sakit korban.

”Korban yang kesakitan sering berteriak-teriak di dalam ambulans. Kami juga berusaha agar korban tidak sampai tidak tertolong ketika dalam perjalanan ke rumah sakit,” paparnya.

Selain menjadi relawan bila ada musibah besar, Uye beberapa kali menolong korban kecelakaan.

”Alhamdulillah, selama bertugas, yang saya tolong bisa selamat sampai rumah sakit,” ujar dia. (*/c5/c9/ari)

Uye menjadi satu-satunya sopir ambulans perempuan di antara deretan ambulans yang terlibat dalam misi kemanusiaan itu. Penyuka mi ayam tersebut memang lincah dan gesit. Meski perempuan, dia selalu menjadi pengangkut jenazah paling awal dari RSUP Adam Malik menuju Lanud Soewondo, Medan.

Kinerjanya juga sangat bagus. Uye sangat cekatan mengemudikan ”kekasihnya” di jalanan. Jumat pagi (3/7) Jawa Pos ikut dalam mobil ambulans yang dikemudikannya saat mengantarkan jenazah Syariah, 20, korban asal Natuna, dari RSUP Adam Malik ke Lanud Soewondo.

Saat itu ambulans bertolak dari rumah sakit pukul 10.20. Jalan-jalan di Medan ketika itu padat. Tapi, Uye begitu lihai melewati satu demi satu kendaraan di depannya. Kadang menyalip dari kiri, sejurus kemudian mendahului dari kanan.

Uye tidak segan mengeluarkan tangan kanannya untuk memberi tanda atau aba-aba bagi pengguna jalan lainnya agar memberikan jalan. Sedangkan tangan kirinya tetap memegang kemudi saat mobil melaju dengan kecepatan 80 km/jam.

Dalam kondisi normal, jarak RSUP Adam Malik sampai Lanud Soewondo bisa ditempuh dalam waktu 45 menit. Tapi, Uye dan ambulansnya hanya membutuhkan waktu 20 menit. ”Ini kecepatan standar ambulans,” ucapnya.

Uye mengatakan, mengemudi ambulans harus bisa lincah dan mahir menyalip kendaraan lain dengan smooth agar pengangkutan jenazah bisa lebih cepat sampai tujuan. Dalam tiga hari proses evakuasi, Uye mampu mengangkut 12 jenazah yang akan diterbangkan dari Lanud Soewondo.

Tak terlihat rasa takut sedikit pun dari wajah Uye meski harus bergumul dengan jenazah-jenazah korban. ”Kalau sudah seperti ini, rasa takut hilang dengan sendirinya,” ungkap gadis yang juga mengajar di Sekolah Alam Raya Medan dan SDN 064024 Medan itu.

Menurut Uye, yang membuat tubuhnya gemetaran adalah saat mengangkut korban kecelakaan yang mengalami luka parah. Di satu sisi, Uye harus bisa segera membawa korban sampai ke rumah sakit agar dapat secepatnya tertolong. Di sisi lain, dia harus bisa mengemudikan ambulans dengan baik sehingga tidak menambah sakit korban.

”Korban yang kesakitan sering berteriak-teriak di dalam ambulans. Kami juga berusaha agar korban tidak sampai tidak tertolong ketika dalam perjalanan ke rumah sakit,” paparnya.

Selain menjadi relawan bila ada musibah besar, Uye beberapa kali menolong korban kecelakaan.

”Alhamdulillah, selama bertugas, yang saya tolong bisa selamat sampai rumah sakit,” ujar dia. (*/c5/c9/ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/