29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Akibat Gagal Ginjal Akut, 190 Anak Meninggal, 34 Masih Dirawat

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perkembangan data terbaru total kasus gangguan ginjal akut yang berujung gagal ginjal akut pada anak per Jumat (4/11) menjadi 323 anak se-Indonesia. Dari data itu sebanyak 190 anak meninggal dunia dan 34 masih dirawat di rumah sakit.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menegaskan data yang ada adalah data yang baru dilaporkan oleh sejumlah daerah. Sementara kasus baru cenderung turun setelah adanya pemberlakuan larangan minum obat sirop karena tercemar senyawa Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG).

“Kasus baru cenderung turun yakni 1-3 anak, beda sekali saat larangan minum obat sirop belum diberlakukan. Jadi ini yang dilaporkan rata-rata adalah kasus yang memang baru dilaporkan. Jumlah anak yang masih dirawat sebanyak 34 anak terbanyak di Jakarta dan Jawa Barat,” jelasnya kepada wartawan secara virtual, Jumat (4/11).

Ia menegaskan dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), epidemiolog, farmakolog, toksikolog, maka kasus dapat ditekan. Menurut Syahril, gangguan ginjal akut dapat disebabkan oleh infeksi, dehidrasi perdarahan, penyakit lain, atau keracunan karena makanan minuman dan obat-obatan.

“Kami memeriksa laboratorium bahwa bukan karena patogen atau bakteri dan virus, tetapi terbukti karena cemaran pada obat terlihat dari hasil pemeriksaan toksikologi hingga biopsi pada ginjal pasien,” ungkap Syahril.

 

156 Obat Sudah Diizinkan Kembali

Syahril menegaskan pihak Kementerian Kesehatan sudah kembali mengeluarkan izin untuk mengizinkan 156 obat yang sudah selesai diuji. Obat-obatan tersebut diyakini aman dari cemaran senyawa berbahaya. “Kami sudah memperbolehkan 156 obat bukan 198 yang disebut BPOM. Obat-obatan itu sudah diizinkan dijual kembali,” katanya.

“Tentunya dengan berkurangnya kasus baru pada anak membuat kami bersyukur dan semoga tidak ada lagi,” ungkapnya.

 

Periksa Tiga Sampel, Satu Tercemar DEG

Cemaran etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG) dinilai Kementerian Kesehatan sebagai penyebab kasus acute kidney injury (AKI). Di sisi lain, hasil pemeriksaan sampel menunjukkan variasi penyebab munculnya kasus gagal ginjal akut pada anak tersebut.

Hasil pemeriksaan RSUP dr Sardjito Jogjakarta menunjukkan hal itu. Direktur RSUP dr Sardjito Eniarti menyatakan, pihaknya sejauh ini merawat 12 pasien terkait kasus AKI. Enam diantaranya meninggal. Enam pasien lainnya sudah sembuh. ’’Pasien terakhir yang kami pulangkan pada Kamis 3 November. Sehingga saat ini tidak ada pasien yang dirawat,’’ ucapnya kemarin (4/11).

Dari seluruh pasien, yang telah dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal dan pemeriksaan patogen ada empat anak. Dari hasil pemeriksaan, penyebab AKI pun beragam. ’’Ada yang terdeteksi adenovirus, dua lainnya SARS CoV-2, influenza, dan staphylococcus,’’ ujarnya. Yang terdeteksi adenovirus dan influenza masing-masing satu orang. Lalu dua anak terdeteksi SARS CoV-2 dan staphylococcus.

Kemudian, penelitian toksikologi kepada tiga pasien pada 26 Oktober lalu menujukkan, ada satu orang yang terdeteksi cemaran DEG dalam tubuhnya. ’’Etilena glikol tidak terdeteksi,’’ ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara Kementerian Kesehatan M Syahril menyatakan penyebab AKI setidaknya ada enam. Misalnya infeksi. Namun Kemenkes telah melakukan penelitian. Peneliti memilih untuk mengerucutkan pada cemaran EG dan DEG. Sebab ditemukan banyak bukti anak AKI yang terdapat cemaran zat tersebut dalam tubuhnya. ’’Ada yang tidak minum obat, itu bisa saja. Bisa disebabkan dehidrasi, infeksi bakteri dan lainnya,’’ ujarnya.

Dia juga menyebutkan jumlah pasien AKI yang tercatat di Kemenkes ada 323 orang. Angka itu berkurang dua orang jika dibandingkan dengan paparan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR Kamis lalu. ’’Dua orang ini dikeluarkan karena tidak ditemukan penyebab yang saat ini yang jadi dugaan kita (AKI, red),’’ katanya.

 

Audit Proses Pembuatan Obat

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim menyampaikan tiga rekomendasi dan desakan kepada pemerintah atas kejadian kasus gagal ginjal akut pada anak dalam beberapa waktu terakhir. “Terkait hal tersebut, kami BKPN setelah mendapat hasil diskusi bersama DPR melalui rapat dengar pendapat,” ujar Rizal, di Kantor BPKN, Jakarta, Jumat (3/11).

Tiga rekomendasi tersebut yakni, pemerintah melakukan audit secara keseluruhan proses pra registrasi, registrasi, dan izin edar obat-obatan.

Kedua, pemerintah diminta untuk mengaudit keseluruhan proses produksi termasuk perolehan bahan baku, baik itu yang diproduksi dalam negeri atau impor hingga proses distribusinya.

Kasus Gagal Ginjal Akut Tetap Bertambah Pasca Obat Sirop Ditarik, Kenapa?

“Ketiga, mendesak pemerintah menaikan kasus ini menjadi kejadian luar biasa (KLB). Karena ini masif, tiba-tiba, dan sampai saat ini belum ada rilis yang pasti mengenai penyebabnya kasus gagal ginjal akut,” terang Rizal.

 

Bentuk Tim Pencari Fakta

BPKN juga membentuk tim pencari fakta (TPF) yang terdiri dari berbagai unsur dari kepolisian, kejaksaan, jurnalis, akademisi, Kementerian Kesehatan, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

“Tim pencari fakta akan bekerja dalam waktu yang tidak lama untuk mendapatkan data yang bisa disandingkan dengan apa yang beredar di publik. Khususnya terkait dengan data data korban,” tutur Rizal.

“Karena kita sebagai lembaga yang diamanatkan untuk proses advokasi maka korban akan mendapat pendampingan dari BPKN untuk melakukan proses lanjutan,” tambahnya. (jpc/jpg/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perkembangan data terbaru total kasus gangguan ginjal akut yang berujung gagal ginjal akut pada anak per Jumat (4/11) menjadi 323 anak se-Indonesia. Dari data itu sebanyak 190 anak meninggal dunia dan 34 masih dirawat di rumah sakit.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menegaskan data yang ada adalah data yang baru dilaporkan oleh sejumlah daerah. Sementara kasus baru cenderung turun setelah adanya pemberlakuan larangan minum obat sirop karena tercemar senyawa Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG).

“Kasus baru cenderung turun yakni 1-3 anak, beda sekali saat larangan minum obat sirop belum diberlakukan. Jadi ini yang dilaporkan rata-rata adalah kasus yang memang baru dilaporkan. Jumlah anak yang masih dirawat sebanyak 34 anak terbanyak di Jakarta dan Jawa Barat,” jelasnya kepada wartawan secara virtual, Jumat (4/11).

Ia menegaskan dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), epidemiolog, farmakolog, toksikolog, maka kasus dapat ditekan. Menurut Syahril, gangguan ginjal akut dapat disebabkan oleh infeksi, dehidrasi perdarahan, penyakit lain, atau keracunan karena makanan minuman dan obat-obatan.

“Kami memeriksa laboratorium bahwa bukan karena patogen atau bakteri dan virus, tetapi terbukti karena cemaran pada obat terlihat dari hasil pemeriksaan toksikologi hingga biopsi pada ginjal pasien,” ungkap Syahril.

 

156 Obat Sudah Diizinkan Kembali

Syahril menegaskan pihak Kementerian Kesehatan sudah kembali mengeluarkan izin untuk mengizinkan 156 obat yang sudah selesai diuji. Obat-obatan tersebut diyakini aman dari cemaran senyawa berbahaya. “Kami sudah memperbolehkan 156 obat bukan 198 yang disebut BPOM. Obat-obatan itu sudah diizinkan dijual kembali,” katanya.

“Tentunya dengan berkurangnya kasus baru pada anak membuat kami bersyukur dan semoga tidak ada lagi,” ungkapnya.

 

Periksa Tiga Sampel, Satu Tercemar DEG

Cemaran etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG) dinilai Kementerian Kesehatan sebagai penyebab kasus acute kidney injury (AKI). Di sisi lain, hasil pemeriksaan sampel menunjukkan variasi penyebab munculnya kasus gagal ginjal akut pada anak tersebut.

Hasil pemeriksaan RSUP dr Sardjito Jogjakarta menunjukkan hal itu. Direktur RSUP dr Sardjito Eniarti menyatakan, pihaknya sejauh ini merawat 12 pasien terkait kasus AKI. Enam diantaranya meninggal. Enam pasien lainnya sudah sembuh. ’’Pasien terakhir yang kami pulangkan pada Kamis 3 November. Sehingga saat ini tidak ada pasien yang dirawat,’’ ucapnya kemarin (4/11).

Dari seluruh pasien, yang telah dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal dan pemeriksaan patogen ada empat anak. Dari hasil pemeriksaan, penyebab AKI pun beragam. ’’Ada yang terdeteksi adenovirus, dua lainnya SARS CoV-2, influenza, dan staphylococcus,’’ ujarnya. Yang terdeteksi adenovirus dan influenza masing-masing satu orang. Lalu dua anak terdeteksi SARS CoV-2 dan staphylococcus.

Kemudian, penelitian toksikologi kepada tiga pasien pada 26 Oktober lalu menujukkan, ada satu orang yang terdeteksi cemaran DEG dalam tubuhnya. ’’Etilena glikol tidak terdeteksi,’’ ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara Kementerian Kesehatan M Syahril menyatakan penyebab AKI setidaknya ada enam. Misalnya infeksi. Namun Kemenkes telah melakukan penelitian. Peneliti memilih untuk mengerucutkan pada cemaran EG dan DEG. Sebab ditemukan banyak bukti anak AKI yang terdapat cemaran zat tersebut dalam tubuhnya. ’’Ada yang tidak minum obat, itu bisa saja. Bisa disebabkan dehidrasi, infeksi bakteri dan lainnya,’’ ujarnya.

Dia juga menyebutkan jumlah pasien AKI yang tercatat di Kemenkes ada 323 orang. Angka itu berkurang dua orang jika dibandingkan dengan paparan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR Kamis lalu. ’’Dua orang ini dikeluarkan karena tidak ditemukan penyebab yang saat ini yang jadi dugaan kita (AKI, red),’’ katanya.

 

Audit Proses Pembuatan Obat

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim menyampaikan tiga rekomendasi dan desakan kepada pemerintah atas kejadian kasus gagal ginjal akut pada anak dalam beberapa waktu terakhir. “Terkait hal tersebut, kami BKPN setelah mendapat hasil diskusi bersama DPR melalui rapat dengar pendapat,” ujar Rizal, di Kantor BPKN, Jakarta, Jumat (3/11).

Tiga rekomendasi tersebut yakni, pemerintah melakukan audit secara keseluruhan proses pra registrasi, registrasi, dan izin edar obat-obatan.

Kedua, pemerintah diminta untuk mengaudit keseluruhan proses produksi termasuk perolehan bahan baku, baik itu yang diproduksi dalam negeri atau impor hingga proses distribusinya.

Kasus Gagal Ginjal Akut Tetap Bertambah Pasca Obat Sirop Ditarik, Kenapa?

“Ketiga, mendesak pemerintah menaikan kasus ini menjadi kejadian luar biasa (KLB). Karena ini masif, tiba-tiba, dan sampai saat ini belum ada rilis yang pasti mengenai penyebabnya kasus gagal ginjal akut,” terang Rizal.

 

Bentuk Tim Pencari Fakta

BPKN juga membentuk tim pencari fakta (TPF) yang terdiri dari berbagai unsur dari kepolisian, kejaksaan, jurnalis, akademisi, Kementerian Kesehatan, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

“Tim pencari fakta akan bekerja dalam waktu yang tidak lama untuk mendapatkan data yang bisa disandingkan dengan apa yang beredar di publik. Khususnya terkait dengan data data korban,” tutur Rizal.

“Karena kita sebagai lembaga yang diamanatkan untuk proses advokasi maka korban akan mendapat pendampingan dari BPKN untuk melakukan proses lanjutan,” tambahnya. (jpc/jpg/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/