ICW menilai, minimnya upaya pencabutan hak politik terdakwa kasus korupsi merupakan cermin bila jaksa minim melakukan inovasi dalam penuntutan. Catatan ICW, tahun lalu hanya ada 7 putusan diantara 573 putusan yang memvonis terdakwa dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik. ”Jumlah itu sangat kecil,” terang Tama.
Selain jaksa, pihak MA semestinya juga berbenah. Setidaknya dengan mengeluarkan aturan berupa surat edaran MA (SEMA) atau Peraturan MA (Perma) yang mewajibkan hakim tipikor menjatuhkan vonis lebih berat. Hakim juga harus memaksimalkan pidana pokok dan pidana tambahan. Seperti denda, uang pengganti, pencabutan hak politik, dana pensiun atau penghapusan status kepegawaian koruptor serta menghapus hak mendapatkan remisi terdakwa yang bukan justice collaborator (JC) atau whistle blower.
”Pemerintah juga harus segera mengusulkan perubahan UU Tipikor yang telah using dan memiliki celah hukum,” imbuhnya.
Tama menambahkan, persoalan vonis ringan perkara korupsi juga harus menjadi perhatian berbagai stake holder. Selain MA dan kejaksaan, kepolisiaan serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mesti duduk bersama untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh proses ajudikasi perkara korupsi. ”Jika tidak segera evaluasi, eksistensi pengadilan tipikor menjadi tidak berarti,” tandasnya.
Sementara itu, pihak terkait belum bisa dikonfirmasi terkait pantauan ICW itu. Pihak MA dan kejaksaan belum memberikan komentar meski sudah dihubungi. (tyo/agm/jpg/ril)