30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Korban TPPO Bertambah Jadi 1.982 Orang, Mudusnya: PMI, PSK dan ABK

SUMUTPOS.CO – Seiring penindakan yang semakin intens, jumlah tersangka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terus bertambah. Terbaru, Polri menyampaikan bahwa sudah ada 714 pelaku TPPO menjadi tersangka. Angka tersebut diperoleh berdasar data dari Polri sampai Rabu (5/7)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan yang membeber angka itu. Ramadhan menyampaikan, bahwa saat ini Polri sudah menerima 616 laporan kasus TPPO. Berdasar laporan itu aparat kepolisian bergerak dan menangkap 714 tersangka.

Tambahan tersangka itu menambah jumlah korban TPPO yang berhasil diselamatkan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan TPPO. Kini mereka sudah menyelamatkan 1.982 korban. Terdiri atas 889 perempuan dewasa, 114 anak perempuan, 925 laki-laki dewasa, dan 54 anak laki-laki. “Semua selamat,” ujarnya.

Jenderal bintang satu Polri itu mengungkapkan, modus paling banyak yang digunakan oleh pelaku TPPO untuk menjerat korban adalah iming-iming menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan ditugaskan sebagai pekerja rumah tangga. Sejauh ini Polri mendapat 434 laporan dengan modus tersebut. “Lalu ada modus PSK dengan 175 kasus,” terang Ramadhan.

Modus lain pelaku TPPO adalah menjadikan PMI sebagai Anak Buah Kapal (ABK) dan mengeksploitasi anak-anak. Dari semua kasus yang ditangani oleh Polri, sebanyak 473 kasus masuk tahap penyidikan dan satu kasus P21. Selain itu sudah ada 114 penyelidikan. “Sisa kasus lainnya masih didalami,” kata Ramadhan.

Berkaitan dengan temuan kasus jual beli organ tubuh Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, Polri memastikan bahwa penangananya kini sudah diambil alih Bareskrim Polri. Semula kasus itu ditangani oleh Polda Metro Jaya.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono menyampaikan, bahwa instansinya memiliki komitmen kuat untuk membantu pemerintah memberantas TPPO.

Dia memastikan, TNI tidak akan tinggal diam jika ada prajurit terlibat sebagai pelaku TPPO. “Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono sangat konsisten terhadap reward and punishment terhadap setiap prajuritnya,” ungkap dia kemarin.

Prajurit berprestasi dan membanggakan pasti bakal mendapat reward. Sebaliknya, prajurit nakal yang melanggar aturan akan diberi sanksi. “Punishment bagi prajurit yang secara sah terbukti melakukan tindakan pelanggaran hukum,” ujarnya.

Untuk itu, Julius berharap besar laporan terkait dugaan personel TNI menjadi beking pelaku TPPO disampaikan secara langsung. “Jika ada informasi lain sebaiknya langsung bersurat ke panglima TNI. Nama dan lokasi dimana,” kata dia.

Sejauh ini, TNI terus membantu pemerintah menangani TPPO. Perwira tinggi bintang dua TNI AL itu menyatakan, sudah berulangkali TNI menggagalkan penyelundupan PMI ilegal.

“TNI berhasil menggagalkan banyak penyelundupan TKI (Tenaga Kerja Indonesia, Red),” kata dia. Itu menjadi salah satu bukti atas komitmen panglima TNI dan seluruh jajaran institusi militer untuk me-merangi TPPO.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan, upaya sosialisasi, edukasi, dan rehabilitasi akan terus ditingkatkan dalam upaya mencegah tindak pidana tersebut terus terjadi.

Termasuk, peningkatan program perlindungan sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai Desa (BLT Desa), dan Program Penerima Bantuan Iuran (PBI). Mengingat, kemiskinan menjadi salah satu akar masalah hingga terjadi TPPO.

“Selain program perlindungan sosial yang akan terus ditingkatkan, Kemenko PMK juga turut serta dalam mendorong adanya program pemberdayaan ekonomi bagi PMI purna dan keluarga,” ujarnya.

Di mana, saat ini tengah dilakukan pilot project di Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Ponorogo, yang merupakan dua daerah dengan kantong PMI terbanyak.

Di sisi lain, Muhadjir mengungkapkan, untuk TPPO sejatinya bobot masalahnya lebih pada penegakan hukum dan pidana. Sementara, yang ditangani oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) lebih berkaitan dengan pencegahan dan penanganan pasca kasus, terutama pada perempuan. “Padahal korban perdagangan orang ini banyak dialami juga oleh laki-laki,” imbuhnya.

Karenanya, perubahan struktur gugus tugas Ketua Pelaksana GT-TPPO dari KPPPA ke pihak Kepolisian justru dinilai baik. Sehingga, diharapkan efektivitas pencegahan TPPO yang lebih berkaitan dengan penegakkan hukum dan pidana bisa semakin membaik. Karena lebih serius dan tertarget.

Apalagi, kata dia, status ad hoc pada gugus tugas TPPO akan ditingkatkan ke dalam bentuk lembaga di bawah koordinasi kepolisian. Yang mana nantinya akan ada Direktorat PPA dan TPPO yang akan menangani lima sub-direktorat.

Yakni, kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, TPPO dalam negeri, TPPO wilayah Asia Timur dan Tenggara, dan TPPO di luar wilayah Asia Timur dan Tenggara. “Mudah-mudahan ini akan terus berkesinambungan. Tidak akan berhenti sampai betul-betul tuntas,” ujarnya.

Selain itu, Muhadjir memastikan upaya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian tetap akan terus dilaksanakan baik ditingkat pusat maupun daerah. Seperti penguatan Gugus Tugas TPPO di daerah, monitoring dan evaluasi terpadu pelaksanaan pencegahan dan penanganan TPPO, serta mendorong adanya pembangunan sistem pendataan yang terintegrasi, dan menjadikan TPPO sebagai isu prioritas.

Di tengah-tengah gencarnya pemerintah menindak pelaku TPPO, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meluncurkan hasil penelitian yang berfokus pada evaluasi kerangka hukum TPPO dan bentuk eksploitasi lain.

Tidak hanya itu, ICR bersama organisasi lainnya mendukung revisi Undang-Undang (UU) Pemberantasan TPPO. “Penelitian ini memeriksa kerangka hukum TPPO,” ungkap peneliti ICJR Adhigama Budiman melalui keterangan resmi.

Berdasar hasil penelitian tersebut, ICJR bersama organisasi lainnya merekomendasikan revisi UU Pemberantasan TPPO. “Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam penelitian tersebut adalah revisi UU 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan menjawab seluruh temuan permasalahan dalam penelitian,” terang dia. Selain itu, aturan tersebut dinilai harus lebih akomodatif terhadap semua bentuk TPPO. (idr/syn/mia/jpg/ila)

SUMUTPOS.CO – Seiring penindakan yang semakin intens, jumlah tersangka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terus bertambah. Terbaru, Polri menyampaikan bahwa sudah ada 714 pelaku TPPO menjadi tersangka. Angka tersebut diperoleh berdasar data dari Polri sampai Rabu (5/7)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan yang membeber angka itu. Ramadhan menyampaikan, bahwa saat ini Polri sudah menerima 616 laporan kasus TPPO. Berdasar laporan itu aparat kepolisian bergerak dan menangkap 714 tersangka.

Tambahan tersangka itu menambah jumlah korban TPPO yang berhasil diselamatkan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan TPPO. Kini mereka sudah menyelamatkan 1.982 korban. Terdiri atas 889 perempuan dewasa, 114 anak perempuan, 925 laki-laki dewasa, dan 54 anak laki-laki. “Semua selamat,” ujarnya.

Jenderal bintang satu Polri itu mengungkapkan, modus paling banyak yang digunakan oleh pelaku TPPO untuk menjerat korban adalah iming-iming menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan ditugaskan sebagai pekerja rumah tangga. Sejauh ini Polri mendapat 434 laporan dengan modus tersebut. “Lalu ada modus PSK dengan 175 kasus,” terang Ramadhan.

Modus lain pelaku TPPO adalah menjadikan PMI sebagai Anak Buah Kapal (ABK) dan mengeksploitasi anak-anak. Dari semua kasus yang ditangani oleh Polri, sebanyak 473 kasus masuk tahap penyidikan dan satu kasus P21. Selain itu sudah ada 114 penyelidikan. “Sisa kasus lainnya masih didalami,” kata Ramadhan.

Berkaitan dengan temuan kasus jual beli organ tubuh Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, Polri memastikan bahwa penangananya kini sudah diambil alih Bareskrim Polri. Semula kasus itu ditangani oleh Polda Metro Jaya.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono menyampaikan, bahwa instansinya memiliki komitmen kuat untuk membantu pemerintah memberantas TPPO.

Dia memastikan, TNI tidak akan tinggal diam jika ada prajurit terlibat sebagai pelaku TPPO. “Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono sangat konsisten terhadap reward and punishment terhadap setiap prajuritnya,” ungkap dia kemarin.

Prajurit berprestasi dan membanggakan pasti bakal mendapat reward. Sebaliknya, prajurit nakal yang melanggar aturan akan diberi sanksi. “Punishment bagi prajurit yang secara sah terbukti melakukan tindakan pelanggaran hukum,” ujarnya.

Untuk itu, Julius berharap besar laporan terkait dugaan personel TNI menjadi beking pelaku TPPO disampaikan secara langsung. “Jika ada informasi lain sebaiknya langsung bersurat ke panglima TNI. Nama dan lokasi dimana,” kata dia.

Sejauh ini, TNI terus membantu pemerintah menangani TPPO. Perwira tinggi bintang dua TNI AL itu menyatakan, sudah berulangkali TNI menggagalkan penyelundupan PMI ilegal.

“TNI berhasil menggagalkan banyak penyelundupan TKI (Tenaga Kerja Indonesia, Red),” kata dia. Itu menjadi salah satu bukti atas komitmen panglima TNI dan seluruh jajaran institusi militer untuk me-merangi TPPO.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan, upaya sosialisasi, edukasi, dan rehabilitasi akan terus ditingkatkan dalam upaya mencegah tindak pidana tersebut terus terjadi.

Termasuk, peningkatan program perlindungan sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai Desa (BLT Desa), dan Program Penerima Bantuan Iuran (PBI). Mengingat, kemiskinan menjadi salah satu akar masalah hingga terjadi TPPO.

“Selain program perlindungan sosial yang akan terus ditingkatkan, Kemenko PMK juga turut serta dalam mendorong adanya program pemberdayaan ekonomi bagi PMI purna dan keluarga,” ujarnya.

Di mana, saat ini tengah dilakukan pilot project di Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Ponorogo, yang merupakan dua daerah dengan kantong PMI terbanyak.

Di sisi lain, Muhadjir mengungkapkan, untuk TPPO sejatinya bobot masalahnya lebih pada penegakan hukum dan pidana. Sementara, yang ditangani oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) lebih berkaitan dengan pencegahan dan penanganan pasca kasus, terutama pada perempuan. “Padahal korban perdagangan orang ini banyak dialami juga oleh laki-laki,” imbuhnya.

Karenanya, perubahan struktur gugus tugas Ketua Pelaksana GT-TPPO dari KPPPA ke pihak Kepolisian justru dinilai baik. Sehingga, diharapkan efektivitas pencegahan TPPO yang lebih berkaitan dengan penegakkan hukum dan pidana bisa semakin membaik. Karena lebih serius dan tertarget.

Apalagi, kata dia, status ad hoc pada gugus tugas TPPO akan ditingkatkan ke dalam bentuk lembaga di bawah koordinasi kepolisian. Yang mana nantinya akan ada Direktorat PPA dan TPPO yang akan menangani lima sub-direktorat.

Yakni, kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, TPPO dalam negeri, TPPO wilayah Asia Timur dan Tenggara, dan TPPO di luar wilayah Asia Timur dan Tenggara. “Mudah-mudahan ini akan terus berkesinambungan. Tidak akan berhenti sampai betul-betul tuntas,” ujarnya.

Selain itu, Muhadjir memastikan upaya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian tetap akan terus dilaksanakan baik ditingkat pusat maupun daerah. Seperti penguatan Gugus Tugas TPPO di daerah, monitoring dan evaluasi terpadu pelaksanaan pencegahan dan penanganan TPPO, serta mendorong adanya pembangunan sistem pendataan yang terintegrasi, dan menjadikan TPPO sebagai isu prioritas.

Di tengah-tengah gencarnya pemerintah menindak pelaku TPPO, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meluncurkan hasil penelitian yang berfokus pada evaluasi kerangka hukum TPPO dan bentuk eksploitasi lain.

Tidak hanya itu, ICR bersama organisasi lainnya mendukung revisi Undang-Undang (UU) Pemberantasan TPPO. “Penelitian ini memeriksa kerangka hukum TPPO,” ungkap peneliti ICJR Adhigama Budiman melalui keterangan resmi.

Berdasar hasil penelitian tersebut, ICJR bersama organisasi lainnya merekomendasikan revisi UU Pemberantasan TPPO. “Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam penelitian tersebut adalah revisi UU 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan menjawab seluruh temuan permasalahan dalam penelitian,” terang dia. Selain itu, aturan tersebut dinilai harus lebih akomodatif terhadap semua bentuk TPPO. (idr/syn/mia/jpg/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/