28 C
Medan
Friday, June 28, 2024

KPK Janji Jemput Paksa Bonaran

Bonaran Situmeang. Kantor dan rumah dinasnya digeledah KPK.
Bonaran Situmeang. Kantor dan rumah dinasnya digeledah KPK.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Untuk kedua kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, Senin (6/10). Berbeda seperti pemanggilan sebelumnya, pemanggilan kedua ini ternyata memiliki konsekuensi hukum. Di mana bila tersangka dugaan suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, terkait Pilkada Tapteng beberapa tahun lalu ini, kembali tidak hadir, dapat berujung upaya paksa.

“Kalau tidak ada kejelasan hadir atau tidak, maka seperti yang dilakukan KPK terhadap tersangka lain, bisa dilakukan upaya paksa,” ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi, kepada koran ini di Jakarta, Minggu (5/10). Menurut Johan, upaya paksa tidak hanya dilakukan jika Bonaran tak mengindahkan panggilan. Tapi juga dapat dilakukan kalau alasan yang diberikan Bonaran atas ketidakhadiran dinilai kurang logis sesuai aturan hukum yang berlaku.

Misalnya kalau alasan karena sakit, harus jelas disebutkan penyakitnya apa dan disertai surat keterangan dokter yang dapat dipertanggungjawabkan. “Jawaban ketidakhadiran harus bisa dibenarkan secara hukum. Bahwa karena alasan tersebut yang bersangkutan tidak bisa dilakukan pemeriksaan,” katanya. Karena itu Johan berharap Bonaran dapat memenuhi panggilan penyidik KPK, agar proses hukumnya dapat segera ditangani.

Saat ditanya kapan upaya paksa dilakukan, Johan menegaskan pada pemanggilan berikutnya. Namun begitu ia belum mengetahui kapan jadwalnya. Apalagi terkait proses pemanggilan kedua, batas waktu juga belum terlewati. Karena proses pemeriksaan baru dijadwalkan Senin. Meski begitu, Johan memaparkan kecenderungan yang berlaku terkait proses upaya paksa. Menurutnya, selama ini petugas KPK tidak bekerja sendiri. Namun dibantu oleh aparat kepolisian dari satuan Brigadir Mobil (Brimob).

“Polanya sama terhadap pemanggilan semua tersangka mangkir yang akhirnya ditempuh upaya paksa. Kita (KPK) di back-up aparat kepolisian. Jadi begitu prosedurnya yang berlaku,” katanya. Upaya jemput paksa beberapa kali pernah dilakukan KPK. Antara lain saat menjemput paksa Kwee Cahyadi Kumala, bos PT Sentul City. Kemudian penjemputan paksa Siti Halimah yang merupakan orang dekat mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Saat dihubungi beberapa waktu lalu, Bonaran mengaku siap memenuhi panggilan KPK. Menurutnya, ketidakhadirannya atas panggilan pertama semata-mata karena tengah membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Pemkab) Tapteng.

“Kalau dipanggil lagi, saya akan siap. Saya tidak ingin menghambat, saya akan ikuti prosedur. Kemarin lagi pembahasan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,red). Kalau APBD terlambat, pegawai kan nggak bisa gajian. Makanya kemarin saya sudah mengirimkan surat ke KPK, mohon maaf tidak bisa hadir,” katanya. Bonaran ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK mengembangkan kasus yang menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar. Ia disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (gir/deo)

Bonaran Situmeang. Kantor dan rumah dinasnya digeledah KPK.
Bonaran Situmeang. Kantor dan rumah dinasnya digeledah KPK.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Untuk kedua kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang, Senin (6/10). Berbeda seperti pemanggilan sebelumnya, pemanggilan kedua ini ternyata memiliki konsekuensi hukum. Di mana bila tersangka dugaan suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, terkait Pilkada Tapteng beberapa tahun lalu ini, kembali tidak hadir, dapat berujung upaya paksa.

“Kalau tidak ada kejelasan hadir atau tidak, maka seperti yang dilakukan KPK terhadap tersangka lain, bisa dilakukan upaya paksa,” ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi, kepada koran ini di Jakarta, Minggu (5/10). Menurut Johan, upaya paksa tidak hanya dilakukan jika Bonaran tak mengindahkan panggilan. Tapi juga dapat dilakukan kalau alasan yang diberikan Bonaran atas ketidakhadiran dinilai kurang logis sesuai aturan hukum yang berlaku.

Misalnya kalau alasan karena sakit, harus jelas disebutkan penyakitnya apa dan disertai surat keterangan dokter yang dapat dipertanggungjawabkan. “Jawaban ketidakhadiran harus bisa dibenarkan secara hukum. Bahwa karena alasan tersebut yang bersangkutan tidak bisa dilakukan pemeriksaan,” katanya. Karena itu Johan berharap Bonaran dapat memenuhi panggilan penyidik KPK, agar proses hukumnya dapat segera ditangani.

Saat ditanya kapan upaya paksa dilakukan, Johan menegaskan pada pemanggilan berikutnya. Namun begitu ia belum mengetahui kapan jadwalnya. Apalagi terkait proses pemanggilan kedua, batas waktu juga belum terlewati. Karena proses pemeriksaan baru dijadwalkan Senin. Meski begitu, Johan memaparkan kecenderungan yang berlaku terkait proses upaya paksa. Menurutnya, selama ini petugas KPK tidak bekerja sendiri. Namun dibantu oleh aparat kepolisian dari satuan Brigadir Mobil (Brimob).

“Polanya sama terhadap pemanggilan semua tersangka mangkir yang akhirnya ditempuh upaya paksa. Kita (KPK) di back-up aparat kepolisian. Jadi begitu prosedurnya yang berlaku,” katanya. Upaya jemput paksa beberapa kali pernah dilakukan KPK. Antara lain saat menjemput paksa Kwee Cahyadi Kumala, bos PT Sentul City. Kemudian penjemputan paksa Siti Halimah yang merupakan orang dekat mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Saat dihubungi beberapa waktu lalu, Bonaran mengaku siap memenuhi panggilan KPK. Menurutnya, ketidakhadirannya atas panggilan pertama semata-mata karena tengah membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Pemkab) Tapteng.

“Kalau dipanggil lagi, saya akan siap. Saya tidak ingin menghambat, saya akan ikuti prosedur. Kemarin lagi pembahasan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,red). Kalau APBD terlambat, pegawai kan nggak bisa gajian. Makanya kemarin saya sudah mengirimkan surat ke KPK, mohon maaf tidak bisa hadir,” katanya. Bonaran ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK mengembangkan kasus yang menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar. Ia disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (gir/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/