SUMUTPOS.CO – Menuju akhir tahun 2023, sejumlah harga pangan menunjukkan pe-ningkatan. Mulai dari beras, gula, minyak goreng, bawang merah, telur dan khususnya cabai. Kementerian Perdagangan mengaku masih mencari jalan untuk meredam tren tahunan tersebut. Pemerintah menegaskan akan terus mengawasi kestabilan pasokan dan harga pokok menyambut Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Kemendag mengaku akan mengintensifkan pemantauan ketersediaan dan stabilisasi harga bahan pokok (bapok) menjelang periode Nataru. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan langkah itu diambil untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan bapok di tengah tingginya nilai jual sejumlah komoditas domestik, seperti beras dan cabai. “Harga belum turun. Untuk cabai masih kami terus cari jalan agar bisa diatasi karena akan berpengaruh kepada inflasi, meskipun memang setiap Desember seperti itu,” ujar Zulhas, kemarin (5/12).
Berdasarkan survei Bank Indonesia, Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) Desember 2023 sebesar 131,2 atau lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong periode Nataru, libur akhir tahun, masa reses sekolah, serta kecenderungan konsumsi yang meningkat, sesuai dengan pola musiman. Pada November 2023, inflasi secara bulanan tercatat sebesar 0,38 persen. Sementara secara tahunan, inflasi November 2023 mencapai 2,86 persen. Inflasi tersebut masih terjaga sesuai kisaran di rentang 2-4 persen.
Menurut Zulhas, salah satu upaya membantu menekan harga bapok seperti cabai adalah melalui subsidi ongkos kirim. Pemerintah daerah, lanjut dia, dapat menyubsidi ongkos kirim untuk pengiriman dalam jumlah besar. “Tadi kami juga minta kalau banyak, nanti angkutnya itu bisa disubsidi pemerintah daerah,” urainya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim tak menampik memang harga cabai tengah mahal di beberapa daerah, khususnya yang tidak memiliki sentra produksi cabai. Misalnya, Kalimantan Utara yang harga cabai mencapai sekitar Rp130.000-Rp150.000 per kg. Berbeda halnya dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang memiliki sentra produksi cabai, sehingga kenaikan harga cabai tidak setinggi itu.
Sementara terkait dengan upaya pemerintah untuk mengintervensi kenaikan harga cabai di wilayah DKI Jakarta, Isy mengatakan pemerintah melalui Badan Pangan Nasional telah melakukan distribusi cabai dari daerah surplus ke defisit guna menekan harga. “Badan Pangan Nasional sudah distribusikan cabai. Maksudnya didistribusikan dari sentra lain, ke Jakarta,” urainya.
Terpisah, Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, cabai merah memang menjadi biang kerok inflasi sepanjang November 2023. ’’Perkembangan harga cabai merah dan cabai rawit menunjukkan tren yang terus meningkat,’’ ujarnya pada rakor inflasi bersama Kemendagri, Senin (4/12).
Amalia memerinci, penyumbang inflasi November 2023 secara bulanan didominasi oleh komoditas yang masuk dalam kategori volatile foods. Terutama komoditas hortikultura seperti cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah. Tingkat inflasi ketiga komoditas itu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bulan yang sama di 2 tahun sebelumnya.
Data BPS mencatat, dari sisi wilayah, komoditas cabai merah dan cabai rawit juga menjadi kontributor utama pada kenaikan indeks perkembangan harga (IPH) di Pulau Sumatera dan Jawa. Amalia menyebut, di Sumatera, cabai merah menjadi kontributor nomor satu pada IPH. ’’Kalau di Jawa, cabai rawit yang jadi komoditas utama penyumbang IPH. Jadi kalau di Sumatera lebih butuh cabai merah, kalau di Jawa lebih suka mengkonsumsi cabai rawit,’’ imbuhnya.
Jumlah kab/kota yang mengalami kenaikan harga cabai merah pun terus meningkat. Saat ini ada 360 kab/kota yang mengalami kenaikan harga cabai merah. Disusul 355 kab/kota mengalami kenaikan harga gula pasir, serta 325 kab/kota mengalami kenaikan harga cabai rawit.
’’Ada 5 komoditas yang harus diperhatikan untuk minggu ini, minggu depan, dan dalam minggu berikutnya. Yaitu cabai merah, gula pasir, cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam ras. Harga cabai merah dan cabai rawit belum ada tanda-tanda melandai,’’ tutur Amalia.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengimbau pemda mewaspadai kenaikan inflasi. Sebab, selama tiga bulan terakhir, angka inflasi di daerah cenderung meningkat. ’’(Peningkatan angka inflasi) terjadi variasi tiap daerah, ada daerah-daerah yang tinggi, ada daerah yang rendah. Saya terus terang akan juga melihat prestasi para Pj (kepala daerah) juga dilihat dari data-data ini, termasuk data BPS,’’ jelas dia pada kesempatan yang sama.
Tito juga meminta pemda mengawasi kenaikan harga komoditas, khususnya cabai merah. Apalagi kenaikan tersebut diketahui terjadi di daerah yang relatif subur. Menurutnya, perlu ada gebrakan yang aktif dari kepala daerah agar harga cabai merah dapat terkendali.
’’Ini betul-betul menjadi perhatian bagi kita dan saya juga pasti akan mengawasi betul daerah-daerah mana saja yang bisa mengendalikan, mana yang konsisten tidak bisa mengendalikan yang menjadi bahan penilaian,’’ ujar Tito.
Dia meminta agar pemda melakukan berbagai upaya untuk menekan kenaikan harga cabai, sama seperti upaya yang dilakukan untuk menekan kenaikan harga beras yang sempat melambung beberapa waktu lalu. Gerakan pasar murah juga diharapkan terus digalakkan. Dengan demikian, tekanan pada inflasi juga bisa diminimalisir.
’’Saya minta tolong untuk rekan-rekan kepala daerah semua melakukan gerakan yang sama. Seluruh daerah (dapat) menggunakan anggaran reguler bansos maupun belanja tidak terduga, bisa juga menggandeng para pengusaha untuk melakukan gerakan pasar murah. Jadi, jual sembako murah, dijual harganya subsidi. Ini juga dapat menekan inflasi,’’ tuturnya.
Di lain pihak, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam menjelaskan, inflasi secara siklus memang selalu naik di penghujung tahun. Karena terdapat momen natal dan tahun baru (nataru). Terutama pada produk-produk bahan pangan.
Selain perayaan hari besar, kebutuhan barang pangan sangat tergantung pada kondisi suplai. Saat ini, situasinya sejumlah wilayah Indonesia baru saja mengalami El Nino. Alhasil, stok barang pangan terbatas. “Saya kira ini fenomena yang biasa kita alami. Tapi sekaligus menunjukkan bahwa harus ada sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah. Masak penyakitnya itu-itu terus. Nggak bisa kita atasi,” ujar Piter saat ditemui di kawasan Mega Kuningan.
Menurut dia, bantuan sosial (bansos) tidak bisa mengatasi inflasi. Bansos itu tujuannya untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya kelompok bawah, ketika terjadi hantaman inflasi yang meningkat sehingga menggerus daya beli mereka. Di sisi lain, tantangan pendistribusian bansos yang tepat sasaran masih terjadi. “Bansos ini semacam pain killer. Persoalan utamanya tidak diselesaikan. Jadi masih banyak lagi pekerjaan rumah yang belum selesai . Baik itu dalam menjaga supply barang pangan maupun dari sisi distribusinya,” ujarnya. (jpg/ila)