30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Kasus Aceh Bukan Kriminal Biasa

Anggota DPR RI: Polri Butuh Paranormal

JAKARTA-Pergantian tahun yang kelam bagi Nanggroe Aceh Darussalam tak dapat dihindari. Korban terus berjatuhan. Penembakan oleh Orang Tak Dikenal (OTK) seolah tidak bisa dihentikan.
Imparsial dan Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) mencatat sepanjang tahun 2011 hingga 2012 di Aceh telah terjadi kasus penembakan sebanyak 17 kali. Sementara korban meninggal sebanyak 15 orang, dan luka-luka 17 orang. Sebanyak 14 kasus dilakukan oleh orang tidak dikenal, satu kasus dilakukan oleh warga Aceh, dan dua kasus dilakukan oleh oknum TNI dan Polri.

Kenyataan ini menimbulkan begitu banyak spekulasi, mulai dari situasi yang dikondisikan karena menjelang Pemilukada hingga kembali menggeliatnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) “Belum tentu bekas anggota GAM karena senjata bisa dipakai oleh siapa pun kan,” kata Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (6/1).

Menurut dia, pelaku penembakan di Aceh menggunakan senjata AK-47. Jenis senjata itu pula yang dulu digunakan oleh kelompok GAM untuk bergerilya di Aceh. “Memang kita tahu di Aceh masih banyak senjata yang harus diserahkan kepada kita,” kata Purnomo.

Jika memang bukan mantan anggota GAM, siapa lagi yang bermain di Serambih Mekkah itu? Pasalnya, hingga kini pihak Polri belum juga memaparkan hasil uji balistik proyektil dari senjata yang digunakan. “Apakah itu dari TNI, Polri atau senjata gelap,” kata Peneliti Imparsial, Swandaru, di Kantor Imparsial, Jalan Slamet Riyadi, Jakarta Pusat,  kemarin.

Menurut dia, jika polisi mengungkap hasil uji balistik, maka penembak misterius itu akan terungkap. Senada dengan Swandaru, peneliti senior Imparsial, Otto Syamsudin Ishak menganggap sejumlah kasus penembakan di Aceh mengalami perubahan. “Arah penembakan berubah dari OTK ke Petrus (yang jelas targetnya) yang teratur menjadi tidak teratur ke suatu etnis tertentu kebanyakan pendatang,” kata Otto.

Otto juga membantah pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto yang menyatakan penembakan di Aceh terkait masalah kecemburuan sosial dan ekonomi. “Ini jelas bukan kecemburuan sosial walaupun adanya kegagalan perkembangan ekonomi di Aceh,” ungkapnya.

Sebab, lanjut dia, bila dilihat hal itu bermotif ekonomi, dalam kasus penembakan ini para korban yang ditembak tidak kehilangan harta bendanya. “Hal ini berbeda sekali dengan tahun 1999 yang dituju transmigran, bukannya migran (bermukim sementara selama proyek berjalan),” paparnya.
Dia juga menjelaskan kasus penembakan ini, tidak terkait dengan Pemilukada Aceh. “Pelaku penembakan hanya memanfaatkan kondisi Pemilukada di Aceh yang kacau, karena tidak ada payung hukum,” tutupnya.

Kunci penyelesaian masalah ini tampaknya bergantung pada kinerja Polri. Sayangnya, Polri terkesan lambat. Bahkan, Wakil Ketua Komisi III DPR RI asal Provinsi Aceh, Nasir Djamil sampai memberi sindirian pada lembaga yang dipimpin Jenderal Pol Timur Pradopo itu. “Polri bisa menggunakan jasa paranormal untuk menangkap penembak masyarakat di Aceh. Kumpulkan saja paranormal,” kata Nasir, di Jakarta.

Ia menyebutkan, rentetan peristiwa penembakan yang terjadi di Aceh sudah bukan kriminal biasa lagi. “Tapi sudah masuk kategori terorisme karena telah menebar teror,” kata Nasir.
Nasir khawatir akan timbulnya konflik horisontal antarwarga pascapenembakan tersebut. “Tak pernah ada kejadian yang beruntun di daerah lain selain di Aceh. Saya khawatir akan terjadi konflik horisontal antara Jawa dan Aceh,” ungkap Nasir.

Menyikapi kegelisahan wakil rakyat itu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf malah sekan ‘buang badan’. Dia mengatakan soal jaminan keamanan pekerja yang bekerja di Aceh dan bukan warga lokal, agar tidak menjadi korban lagi, merupakan tugas kepolisian. “Soal jaminan keamanan, ya, itu, kan, tugas polisi,” kata Irwandi Yusuf.

“Kalau perlu petugas polisi harus mendeteksi sejak dini di mana saja ada pemukiman atau barak-barak pekerja warga pendatang,” tambahnya usai menjenguk ketiga korban penembakan Aceh Besar di RSUD dr Zainoel Abidin Lampriet (RSUZA) Kota Banda Aceh, Kamis (5/6) malam.
Menurutnya ini penting, agar dapat memfokuskan penjagaan atau meningkatkan pengamanan di dekat titik-titik tersebut. Sebelumnya, Kapolda Aceh, Irjen Pol Iskandar Hasan mengatakan polisi sangat serius untuk menarik senjata api yang beredar di masyarakat Aceh. Polda Aceh dan jajarannya gencar melakukan razia. “Peluru yang berhasil kita kumpulkan ada 7.000 butir, granat puluhan buah. Mungkin saja para pelaku kriminal ini membeli senjata zaman konflik untuk melakukan aksinya,” ujarnya.

Dari Medan, Persatuan Pemuda Jawa (Pendawa) Sumut dan Putra Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakusuma) langsung mengecam peristiwa menyedihkan tersebut. ‘’Kami menyesalkan sampai saat ini tidak ada tokoh, baik yang di Aceh ataupun di luar Aceh yang mengutuk atas tindakan penembakan terhadap warga Jawa.

Bahkan tidak ada tindakan rasa keprihatinan tokoh ataupun pejabat Aceh terhadap korban penembakan dan pembunuhan yang dilakukan terhadap warga Jawa,’’ ujar Ketua Pendawa Sumut Ruslan didampingi Wakil Ketua PP Pujakusuma Abdi Yanto dan Dewan Penasehat Pendawa Sumut Redwin SH, pada wartawan di Mesjid Agung Jalan Dipenogoro Medan.

Ketua Pendawa Sumut ini juga mendesak agar Kapolda Aceh dan Pangdam Iskandar Muda, untuk bertindak cepat melakukan penangkapan terhadap kelompok bersenjata yang saat ini sedang mengincar warga Jawa. ‘’Kalau tidak bisa melindungi warga Jawa dan warga suku lainnya, Kapolda dan Pangdam harus mundur,’’ tegas Ruslan.

Sedangkan Ketua Koordinator Bidang Infokom Pujakesuma Sumut, Abdiyanto, mengaku pada dasarnya tidak yakin jika peristiwa penembakan itu terjadi karena kebencian etnis Aceh terhadap etnis Jawa. “Etnis Jawa dan Aceh itu sudah hidup berdampingan sejak dahulu kala. Bahkan, sudah terjadi perkawinan silang antarkeduanya. Tidak masuk akal kalau tiba-tiba etnis Aceh membenci etnis Jawa,” tukas Abdiyanto.

“Kita tidak tahu motif penembakan yang terjadi di Aceh. Kami juga tak ingin mempolitisinya. Yang pasti, kami tak ingin konflik merebak dengan persoalan kesukuan. Makanya, begitu Pujakusuma mengajak masyarakat Aceh melalui Aceh Sepakat, kami sangat senang demi meredakan situasi agar persoalan tidak semakin keruh,” sambung Wakil Sekretaris DPP Aceh Sepakat, Dinar Nyak Idin Waly, saat dihubungi wartawan koran ini.

Sebagai warga Aceh, lanjutnya, Dinar tak ingin ada pihak-pihak yang sengaja ingin memecah belah masyarakat Aceh demi kepentingan politik atau lainnya.
“Saya sangat prihatin dengan masalah ini. Jangan sampai masyarakat Aceh ikut terprovokasi kesukuan sehingga menjadi bentrok. Marilah kita bersatu karena kita ini adalah bersaudara,” harap Dinar.

Kapolda Sumut Irjen Pol Wisjnu Amat Satro melalui Dirbimas Polda Sumut Kombes Pol Heri Subiansauri mengatakan, Polda Sumut sudah membuat pos pemeriksaan setiap orang yang masuk ke Sumatera Utara di perbatasan Aceh-Sumut.

Heri mengimbau kepada warga Kota Medan agar jangan mudah terprovokasi dengan kejadian di Aceh. “Apabila ada hal-hal yang mencurigakan yang dianggap bisa merusak kantibmas di Sumut segera dilaporkan ke polisi terdekat,” ujar Heri.

Hingga kemarin, polisi baru menetapkan dua orang tersangka terkait kasus teror penembakan yang terjadi 4 dan 23 Desember 2011 di Aceh. Keduanya merupakan petani dan joki pelaku penembakan. “Tersangka M alias T bin AR 20 tahun, tani alamat Kuta Belang, Bireuen. Dia sebagai joki sepeda motor yang membawa pelaku penembakan. Dan, Saudara D bin M 29 tahun, tani, alamat Sawang, Aceh Utara,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution, di Mabes Polri, Jakarta.
Dari kedua tersangka tersebut, pihaknya menyita 1 unit sepeda motor Yamaha RX King yang digunakan pelaku dalam aksi penembakan, serta jaket dan helm hitam. “DPO yang kita kejar berinisial W,” tambah Saud.

Sementara itu, dua dari tiga korban penembakan Aneuk Galong, Aceh Besar, dilaporkan mulai membaik. Mereka adalah Agus Swetnyo (35) dan Sotiku Anas (25). Mereka, masing-masing, terkena di bagian dada dan perut. “Setelah mendapat operasi, keadaan mereka mulai membaik,” kata Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSUZA dr Andalas, kemarin.

Sedangkan satu lainnya, yakni, Gunoko (30), meninggal dunia.Tim dokter yang menanganinya menyebutkan, kondisi Gunoko memburuk setelah peluru yang bersarang di kepala korban tak mungkin dioperasi. Kondisi korban kian melemah dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 17.00 WIB kemarin. (bbs/ian/jpnn/rud/ila/mag-5)

Anggota DPR RI: Polri Butuh Paranormal

JAKARTA-Pergantian tahun yang kelam bagi Nanggroe Aceh Darussalam tak dapat dihindari. Korban terus berjatuhan. Penembakan oleh Orang Tak Dikenal (OTK) seolah tidak bisa dihentikan.
Imparsial dan Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) mencatat sepanjang tahun 2011 hingga 2012 di Aceh telah terjadi kasus penembakan sebanyak 17 kali. Sementara korban meninggal sebanyak 15 orang, dan luka-luka 17 orang. Sebanyak 14 kasus dilakukan oleh orang tidak dikenal, satu kasus dilakukan oleh warga Aceh, dan dua kasus dilakukan oleh oknum TNI dan Polri.

Kenyataan ini menimbulkan begitu banyak spekulasi, mulai dari situasi yang dikondisikan karena menjelang Pemilukada hingga kembali menggeliatnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) “Belum tentu bekas anggota GAM karena senjata bisa dipakai oleh siapa pun kan,” kata Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (6/1).

Menurut dia, pelaku penembakan di Aceh menggunakan senjata AK-47. Jenis senjata itu pula yang dulu digunakan oleh kelompok GAM untuk bergerilya di Aceh. “Memang kita tahu di Aceh masih banyak senjata yang harus diserahkan kepada kita,” kata Purnomo.

Jika memang bukan mantan anggota GAM, siapa lagi yang bermain di Serambih Mekkah itu? Pasalnya, hingga kini pihak Polri belum juga memaparkan hasil uji balistik proyektil dari senjata yang digunakan. “Apakah itu dari TNI, Polri atau senjata gelap,” kata Peneliti Imparsial, Swandaru, di Kantor Imparsial, Jalan Slamet Riyadi, Jakarta Pusat,  kemarin.

Menurut dia, jika polisi mengungkap hasil uji balistik, maka penembak misterius itu akan terungkap. Senada dengan Swandaru, peneliti senior Imparsial, Otto Syamsudin Ishak menganggap sejumlah kasus penembakan di Aceh mengalami perubahan. “Arah penembakan berubah dari OTK ke Petrus (yang jelas targetnya) yang teratur menjadi tidak teratur ke suatu etnis tertentu kebanyakan pendatang,” kata Otto.

Otto juga membantah pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto yang menyatakan penembakan di Aceh terkait masalah kecemburuan sosial dan ekonomi. “Ini jelas bukan kecemburuan sosial walaupun adanya kegagalan perkembangan ekonomi di Aceh,” ungkapnya.

Sebab, lanjut dia, bila dilihat hal itu bermotif ekonomi, dalam kasus penembakan ini para korban yang ditembak tidak kehilangan harta bendanya. “Hal ini berbeda sekali dengan tahun 1999 yang dituju transmigran, bukannya migran (bermukim sementara selama proyek berjalan),” paparnya.
Dia juga menjelaskan kasus penembakan ini, tidak terkait dengan Pemilukada Aceh. “Pelaku penembakan hanya memanfaatkan kondisi Pemilukada di Aceh yang kacau, karena tidak ada payung hukum,” tutupnya.

Kunci penyelesaian masalah ini tampaknya bergantung pada kinerja Polri. Sayangnya, Polri terkesan lambat. Bahkan, Wakil Ketua Komisi III DPR RI asal Provinsi Aceh, Nasir Djamil sampai memberi sindirian pada lembaga yang dipimpin Jenderal Pol Timur Pradopo itu. “Polri bisa menggunakan jasa paranormal untuk menangkap penembak masyarakat di Aceh. Kumpulkan saja paranormal,” kata Nasir, di Jakarta.

Ia menyebutkan, rentetan peristiwa penembakan yang terjadi di Aceh sudah bukan kriminal biasa lagi. “Tapi sudah masuk kategori terorisme karena telah menebar teror,” kata Nasir.
Nasir khawatir akan timbulnya konflik horisontal antarwarga pascapenembakan tersebut. “Tak pernah ada kejadian yang beruntun di daerah lain selain di Aceh. Saya khawatir akan terjadi konflik horisontal antara Jawa dan Aceh,” ungkap Nasir.

Menyikapi kegelisahan wakil rakyat itu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf malah sekan ‘buang badan’. Dia mengatakan soal jaminan keamanan pekerja yang bekerja di Aceh dan bukan warga lokal, agar tidak menjadi korban lagi, merupakan tugas kepolisian. “Soal jaminan keamanan, ya, itu, kan, tugas polisi,” kata Irwandi Yusuf.

“Kalau perlu petugas polisi harus mendeteksi sejak dini di mana saja ada pemukiman atau barak-barak pekerja warga pendatang,” tambahnya usai menjenguk ketiga korban penembakan Aceh Besar di RSUD dr Zainoel Abidin Lampriet (RSUZA) Kota Banda Aceh, Kamis (5/6) malam.
Menurutnya ini penting, agar dapat memfokuskan penjagaan atau meningkatkan pengamanan di dekat titik-titik tersebut. Sebelumnya, Kapolda Aceh, Irjen Pol Iskandar Hasan mengatakan polisi sangat serius untuk menarik senjata api yang beredar di masyarakat Aceh. Polda Aceh dan jajarannya gencar melakukan razia. “Peluru yang berhasil kita kumpulkan ada 7.000 butir, granat puluhan buah. Mungkin saja para pelaku kriminal ini membeli senjata zaman konflik untuk melakukan aksinya,” ujarnya.

Dari Medan, Persatuan Pemuda Jawa (Pendawa) Sumut dan Putra Jawa Kelahiran Sumatera (Pujakusuma) langsung mengecam peristiwa menyedihkan tersebut. ‘’Kami menyesalkan sampai saat ini tidak ada tokoh, baik yang di Aceh ataupun di luar Aceh yang mengutuk atas tindakan penembakan terhadap warga Jawa.

Bahkan tidak ada tindakan rasa keprihatinan tokoh ataupun pejabat Aceh terhadap korban penembakan dan pembunuhan yang dilakukan terhadap warga Jawa,’’ ujar Ketua Pendawa Sumut Ruslan didampingi Wakil Ketua PP Pujakusuma Abdi Yanto dan Dewan Penasehat Pendawa Sumut Redwin SH, pada wartawan di Mesjid Agung Jalan Dipenogoro Medan.

Ketua Pendawa Sumut ini juga mendesak agar Kapolda Aceh dan Pangdam Iskandar Muda, untuk bertindak cepat melakukan penangkapan terhadap kelompok bersenjata yang saat ini sedang mengincar warga Jawa. ‘’Kalau tidak bisa melindungi warga Jawa dan warga suku lainnya, Kapolda dan Pangdam harus mundur,’’ tegas Ruslan.

Sedangkan Ketua Koordinator Bidang Infokom Pujakesuma Sumut, Abdiyanto, mengaku pada dasarnya tidak yakin jika peristiwa penembakan itu terjadi karena kebencian etnis Aceh terhadap etnis Jawa. “Etnis Jawa dan Aceh itu sudah hidup berdampingan sejak dahulu kala. Bahkan, sudah terjadi perkawinan silang antarkeduanya. Tidak masuk akal kalau tiba-tiba etnis Aceh membenci etnis Jawa,” tukas Abdiyanto.

“Kita tidak tahu motif penembakan yang terjadi di Aceh. Kami juga tak ingin mempolitisinya. Yang pasti, kami tak ingin konflik merebak dengan persoalan kesukuan. Makanya, begitu Pujakusuma mengajak masyarakat Aceh melalui Aceh Sepakat, kami sangat senang demi meredakan situasi agar persoalan tidak semakin keruh,” sambung Wakil Sekretaris DPP Aceh Sepakat, Dinar Nyak Idin Waly, saat dihubungi wartawan koran ini.

Sebagai warga Aceh, lanjutnya, Dinar tak ingin ada pihak-pihak yang sengaja ingin memecah belah masyarakat Aceh demi kepentingan politik atau lainnya.
“Saya sangat prihatin dengan masalah ini. Jangan sampai masyarakat Aceh ikut terprovokasi kesukuan sehingga menjadi bentrok. Marilah kita bersatu karena kita ini adalah bersaudara,” harap Dinar.

Kapolda Sumut Irjen Pol Wisjnu Amat Satro melalui Dirbimas Polda Sumut Kombes Pol Heri Subiansauri mengatakan, Polda Sumut sudah membuat pos pemeriksaan setiap orang yang masuk ke Sumatera Utara di perbatasan Aceh-Sumut.

Heri mengimbau kepada warga Kota Medan agar jangan mudah terprovokasi dengan kejadian di Aceh. “Apabila ada hal-hal yang mencurigakan yang dianggap bisa merusak kantibmas di Sumut segera dilaporkan ke polisi terdekat,” ujar Heri.

Hingga kemarin, polisi baru menetapkan dua orang tersangka terkait kasus teror penembakan yang terjadi 4 dan 23 Desember 2011 di Aceh. Keduanya merupakan petani dan joki pelaku penembakan. “Tersangka M alias T bin AR 20 tahun, tani alamat Kuta Belang, Bireuen. Dia sebagai joki sepeda motor yang membawa pelaku penembakan. Dan, Saudara D bin M 29 tahun, tani, alamat Sawang, Aceh Utara,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution, di Mabes Polri, Jakarta.
Dari kedua tersangka tersebut, pihaknya menyita 1 unit sepeda motor Yamaha RX King yang digunakan pelaku dalam aksi penembakan, serta jaket dan helm hitam. “DPO yang kita kejar berinisial W,” tambah Saud.

Sementara itu, dua dari tiga korban penembakan Aneuk Galong, Aceh Besar, dilaporkan mulai membaik. Mereka adalah Agus Swetnyo (35) dan Sotiku Anas (25). Mereka, masing-masing, terkena di bagian dada dan perut. “Setelah mendapat operasi, keadaan mereka mulai membaik,” kata Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSUZA dr Andalas, kemarin.

Sedangkan satu lainnya, yakni, Gunoko (30), meninggal dunia.Tim dokter yang menanganinya menyebutkan, kondisi Gunoko memburuk setelah peluru yang bersarang di kepala korban tak mungkin dioperasi. Kondisi korban kian melemah dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 17.00 WIB kemarin. (bbs/ian/jpnn/rud/ila/mag-5)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/