29.2 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Belasan Korupsi Raksasa Mengendap

Kejatisu Lelet, Komisi Kejaksaan Tunggu Pengaduan Masyarakat

MEDAN-Kinerja Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dalam mengusut dugaan korupsi kepala daerah dan jajarannya di sejumlah daerah di Sumut mendapat kritikan tajam.

“Kejatisu masih sangat lemah mengusut dugaan korupsi di Sumut. Padahal dalam waktu lima bulan (Januari-Juni 2011) harusnya bisa mengungkap kasus dugaan korupsi. Dari belasan kasus, baru satu kasus yang terungkap?” kata Wakil Direktur LBH Medan Muslim Muis SH, pada wartawan Jumat (20/5) di Jalan Hindu Medan.

Kasus dugaan korupsi yang terungkap dan saat ini sedang menjalani proses hukum adalah dugaan penyelewengan APBD Langkat tahun 2000-2007 dengan tersangka Syamsul Arifin dengan kerugian negara senilai Rp102,7 miliar.

Kemudian dugaan penyalahgunaan dana penanggulangan pasca banjir bandang Bahorok 2003 sebesar Rp50 miliar. Kasus ini pun berjalan setelah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sementara tersangka lain kasus penyelewengan APBD Langkat, Buyung Ritonga, yang proses hukumnya ditangani di Kejatisu, hingga kini masih jalan di tempat.

Dugaan penyelewengan anggaran di Bansos Pemprovsu, yang diduga melibatkan Kepala Biro Keuangan, M Syafii dan Kepala Biro Binsos, Hasbulah, masih jalan di tempat. Hingga kerja jaksa di Kejatisu belum mengarah pada penetapan tersangka.

“Dan kasus dugaan korupsi 7 SKPD di Pemkab Deli Serdang yang melibatkan Bupatinya Amri Tambunan, dugaan korupsi mantan Bupati Labuhan Batu yang melibatkan HT Milwan, dugaan korupsi, pengadaan alat-alat kesehatan Fakultas Kedokteran USU, yang diduga melibatkan guru besar Prof DDM, masih mengendap di Kejatisu,” ucap Muis lagi.

Muslim menambahkan, setiap kasus baik yang sudah ditangani kejaksaan ataupun yang dilaporkan masyarakat, hendaknya diselesaikan dengan transparan. Baik penyelesaian ataupun penghentiannya. “Jaksa Agung diharapkan mengevaluasi kinerja Kajatisu. Jika hasil evaluasi buruk, diminta diganti dengan pejabat yang lebih baik. Perlu ada kepastian hukum mengenai kasus yang ditangani,” katanya.

Jika tidak, opini di masyarakat soal ketidakmampuan Kejatisu menyelesaikan persoalan makin kuat. “Kajatisu AK Basuni M SH diimbau mengganti tim penyelidik,” ungkap Muslim.

Ditambahkannya, data korupsi di Sumut pada 2009 yang dilansir Kejagung menempatkan Sumut di peringkat ketiga daerah terkorup di Indonesia. Sedangkan dari catatan LBH Medan, aktor paling banyak dalam perkara korupsi ini adalah pejabat publik yang 33,71 persen, termasuk di antaranya kepala daerah, kepala dinas atau mantan kepala dinas (6,74 persen) dan anggota/mantan anggota DPRD (19,10 persen).

Sementara itu Kajatisu AK Basuni M SH pada wartawan berjanji menyelesaikan beberapa utang kasus dugaan korupsi yang masih tertinggal. “Kita akan berusaha mengungkap kasus korupsi yang masih tertinggal. Pengungkapan kasus korupsi ini harus benar-benar propesional dalam penanaganannya apalagi menyangkut seseorang dan instansi ataupun lembaga pemerintah,” beber Basuni.

Kelambanan langkah Kajatisu menindak sejumlah kasus dugaan korupsi di Sumut, mendapat tanggapan Komisi Kejaksaan. Lembaga yang diketuai Halius Hosen ini menyatakan kesiapannya mendorong Kejatisu bergerak cepat, dengan mengeluarkan rekomendasi ke Kejaksaan Agung.

Hanya saja, Komisi Kejaksaan harus bertindak berdasarkan pengaduan masyarakat. Karenanya, Halius Hosen berharap ada pengaduan resmi dari masyarakat yang dimasukkan ke Komisi Kejaksaan.

“Jika sudah masuk, maka kita pelajari. Kita bahas di rapat pleno. Kalau dianggap cukup layak, maka kita akan menyurati Jaksa Agung agar Kejati Sumut bisa cepat melakukan langkah-langkah penindakan dugaan korupsi yang dimaksud,” ujar Halius Hosen kepada Sumut Pos di Jakarta, Jumat (20/5).

Dijelaskan Halius, kerja Komisi Kejaksaan sangat membutuhkan peran serta elemen masyarakat. Jika ditemukan adanya kinerja kejaksaan yang buruk, masyarakat harus melaporkan ke Komisi Kejaksaan.

Ditanya seberapa efektif rekomendasi yang dikeluarkan Komisi Kejaksaan, Halius belum bisa memastikan. Alasannya, dia baru dua bulan menjabat sebagai ketua Komisi Kejaksaan. “Yang jelas peran kita proporsional, sudah kuat kok. Hanya saja memang tidak boleh mengambil alih tugas penyidik,” terangnya.

Desakan agar Kejatisu tidak lelet juga disampaikan vokalis Komisi III DPR Martin Hutabarat. Politisi dari Partai Gerindra asal Sumut itu meminta Kejatisu lebih proaktif dalam menyikapi adanya dugaan korupsi, tidak hanya menunggu hingga BPK memberikan laporan.

“Tidak usah menunggu-nunggu harus ada laporan dari BPK. Di DPR ada itu laporan BPK. Kejati Sumut harus berusaha untuk mendapatkannya jika dianggap itu dibutuhkan,” terang Martin, yang sebelumnya pernah berkiprah lama di Golkar itu.

Bisa juga, lanjut Martin, Kepala Kejatisu AK Basuni M, meminta data BPK itu ke Kejaksaan Agung. “Jadi jangan menunggu karena tugasnya memang mengendus kasus korupsi. Koordinasikan dong dengan Kejaksaan Agung,” tegasnya.

Seperti diberitakan, AK Basuni M mengatakan bahwa pihaknya harus menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK untuk bisa mengusut dugaan penyalahgunaan kebijakan dan anggaran di Kabupaten Deliserdang dan kasus lainnya di Sumut. Pernyataan itu juga sudah mendapat tanggapan dari pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua KPK, Haryono Umar mengatakan, untuk memulai pengusutan kasus tindak pidana korupsi, tidak mesti harus mendapatkan data hasil audit dari BPK.  Informasi dari mana pun, kata Haryono, bisa dijadikan pijakan langkah awal pengusutan. (rud/sam)

Kejatisu Lelet, Komisi Kejaksaan Tunggu Pengaduan Masyarakat

MEDAN-Kinerja Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dalam mengusut dugaan korupsi kepala daerah dan jajarannya di sejumlah daerah di Sumut mendapat kritikan tajam.

“Kejatisu masih sangat lemah mengusut dugaan korupsi di Sumut. Padahal dalam waktu lima bulan (Januari-Juni 2011) harusnya bisa mengungkap kasus dugaan korupsi. Dari belasan kasus, baru satu kasus yang terungkap?” kata Wakil Direktur LBH Medan Muslim Muis SH, pada wartawan Jumat (20/5) di Jalan Hindu Medan.

Kasus dugaan korupsi yang terungkap dan saat ini sedang menjalani proses hukum adalah dugaan penyelewengan APBD Langkat tahun 2000-2007 dengan tersangka Syamsul Arifin dengan kerugian negara senilai Rp102,7 miliar.

Kemudian dugaan penyalahgunaan dana penanggulangan pasca banjir bandang Bahorok 2003 sebesar Rp50 miliar. Kasus ini pun berjalan setelah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sementara tersangka lain kasus penyelewengan APBD Langkat, Buyung Ritonga, yang proses hukumnya ditangani di Kejatisu, hingga kini masih jalan di tempat.

Dugaan penyelewengan anggaran di Bansos Pemprovsu, yang diduga melibatkan Kepala Biro Keuangan, M Syafii dan Kepala Biro Binsos, Hasbulah, masih jalan di tempat. Hingga kerja jaksa di Kejatisu belum mengarah pada penetapan tersangka.

“Dan kasus dugaan korupsi 7 SKPD di Pemkab Deli Serdang yang melibatkan Bupatinya Amri Tambunan, dugaan korupsi mantan Bupati Labuhan Batu yang melibatkan HT Milwan, dugaan korupsi, pengadaan alat-alat kesehatan Fakultas Kedokteran USU, yang diduga melibatkan guru besar Prof DDM, masih mengendap di Kejatisu,” ucap Muis lagi.

Muslim menambahkan, setiap kasus baik yang sudah ditangani kejaksaan ataupun yang dilaporkan masyarakat, hendaknya diselesaikan dengan transparan. Baik penyelesaian ataupun penghentiannya. “Jaksa Agung diharapkan mengevaluasi kinerja Kajatisu. Jika hasil evaluasi buruk, diminta diganti dengan pejabat yang lebih baik. Perlu ada kepastian hukum mengenai kasus yang ditangani,” katanya.

Jika tidak, opini di masyarakat soal ketidakmampuan Kejatisu menyelesaikan persoalan makin kuat. “Kajatisu AK Basuni M SH diimbau mengganti tim penyelidik,” ungkap Muslim.

Ditambahkannya, data korupsi di Sumut pada 2009 yang dilansir Kejagung menempatkan Sumut di peringkat ketiga daerah terkorup di Indonesia. Sedangkan dari catatan LBH Medan, aktor paling banyak dalam perkara korupsi ini adalah pejabat publik yang 33,71 persen, termasuk di antaranya kepala daerah, kepala dinas atau mantan kepala dinas (6,74 persen) dan anggota/mantan anggota DPRD (19,10 persen).

Sementara itu Kajatisu AK Basuni M SH pada wartawan berjanji menyelesaikan beberapa utang kasus dugaan korupsi yang masih tertinggal. “Kita akan berusaha mengungkap kasus korupsi yang masih tertinggal. Pengungkapan kasus korupsi ini harus benar-benar propesional dalam penanaganannya apalagi menyangkut seseorang dan instansi ataupun lembaga pemerintah,” beber Basuni.

Kelambanan langkah Kajatisu menindak sejumlah kasus dugaan korupsi di Sumut, mendapat tanggapan Komisi Kejaksaan. Lembaga yang diketuai Halius Hosen ini menyatakan kesiapannya mendorong Kejatisu bergerak cepat, dengan mengeluarkan rekomendasi ke Kejaksaan Agung.

Hanya saja, Komisi Kejaksaan harus bertindak berdasarkan pengaduan masyarakat. Karenanya, Halius Hosen berharap ada pengaduan resmi dari masyarakat yang dimasukkan ke Komisi Kejaksaan.

“Jika sudah masuk, maka kita pelajari. Kita bahas di rapat pleno. Kalau dianggap cukup layak, maka kita akan menyurati Jaksa Agung agar Kejati Sumut bisa cepat melakukan langkah-langkah penindakan dugaan korupsi yang dimaksud,” ujar Halius Hosen kepada Sumut Pos di Jakarta, Jumat (20/5).

Dijelaskan Halius, kerja Komisi Kejaksaan sangat membutuhkan peran serta elemen masyarakat. Jika ditemukan adanya kinerja kejaksaan yang buruk, masyarakat harus melaporkan ke Komisi Kejaksaan.

Ditanya seberapa efektif rekomendasi yang dikeluarkan Komisi Kejaksaan, Halius belum bisa memastikan. Alasannya, dia baru dua bulan menjabat sebagai ketua Komisi Kejaksaan. “Yang jelas peran kita proporsional, sudah kuat kok. Hanya saja memang tidak boleh mengambil alih tugas penyidik,” terangnya.

Desakan agar Kejatisu tidak lelet juga disampaikan vokalis Komisi III DPR Martin Hutabarat. Politisi dari Partai Gerindra asal Sumut itu meminta Kejatisu lebih proaktif dalam menyikapi adanya dugaan korupsi, tidak hanya menunggu hingga BPK memberikan laporan.

“Tidak usah menunggu-nunggu harus ada laporan dari BPK. Di DPR ada itu laporan BPK. Kejati Sumut harus berusaha untuk mendapatkannya jika dianggap itu dibutuhkan,” terang Martin, yang sebelumnya pernah berkiprah lama di Golkar itu.

Bisa juga, lanjut Martin, Kepala Kejatisu AK Basuni M, meminta data BPK itu ke Kejaksaan Agung. “Jadi jangan menunggu karena tugasnya memang mengendus kasus korupsi. Koordinasikan dong dengan Kejaksaan Agung,” tegasnya.

Seperti diberitakan, AK Basuni M mengatakan bahwa pihaknya harus menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK untuk bisa mengusut dugaan penyalahgunaan kebijakan dan anggaran di Kabupaten Deliserdang dan kasus lainnya di Sumut. Pernyataan itu juga sudah mendapat tanggapan dari pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Wakil Ketua KPK, Haryono Umar mengatakan, untuk memulai pengusutan kasus tindak pidana korupsi, tidak mesti harus mendapatkan data hasil audit dari BPK.  Informasi dari mana pun, kata Haryono, bisa dijadikan pijakan langkah awal pengusutan. (rud/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/