30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Perang Terbuka Partai Mercy

PERANG Mahabarata sepertinya sedang pecah di Partai Demokrat (PD). Para senior tak lagi segan meminta Anas mundur, sementara loyalis Anas tak gentar dan terus melawan para ‘sengkuni’. Dua Kubu di internal PD terang-terangan melancarkan perang terbuka.

“Pernyataan Anas dan pernyataan Jero Wacik dan sejumlah anggota dewan pembina ini sudah masuk kategori perang terbuka,” kata pengamat politik UIN Jakarta, Gun Gun Heryanto, Rabu (6/2).

Golongan sesepuh yang masuk dewan pembina PD memanfaatkan momentum survei yang digelar oleh SMRC sebagai titik tolak untuk menyerang Anas. Gun melihat ada upaya penggulingan Anas yang sangat nyata oleh orang yang disindir Anas sebagai sengkuni.

“Saya melihat memang kecenderungan Anas ini didelegitimasi oleh orang dekat SBY yang berada di dewan pembina PD Tidak mungkin seorang Jero Wacik bicara keras tanpa sinyal lebih dari SBY,” katanya.

Masih ingat saat Ventje Rumangkang menggoyang kepemimpinan Anas dengan sarana Forum Silaturahim Pendiri dan Deklarator PD pada pertengahan tahun 2012 lalu? Goyangan terhadap Anas kali ini tak lepas dari gerakan pada tetua PD yang tak menghendaki Anas bertahan.

“Kalau pasca kongres ada tiga faksi, sekarang hanya ada dua faksi. Pendukung Anas dan dewan pembina inner circle SBY sendiri,” nilai Gun, menganalisis.

Namun tak mudah bagi para politisi senior PD untuk menggulingkan Anas. Konsolidasi yang rutin digelar Anas berbuah loyalitas yang cukup kuat. Justru mengancam eksistensi polisi senior di PD.

“Anas tidak mudah dilengserkan oleh orang-orang tua di dewan pembina dan majelis tinggi partai,” katanya. Anas hanya bisa dilengserkan jika terbukti terlibat kasus korupsi. Paling jelas, kalau Anas dinyatakan tersangka KPK dalam kasus Hambalang.

“Kalau Anas tersangka tidak ada yang bisa membangkang itu ada konsensus hukum dalam AD/ART. Tanpa itu rumit bagi mereka,” paparnya.

Tanpa ketegasan status Anas, maka kerja keras para sengkuni menggoyang pucuk pimpinan PD akan sia-sia. “Kalau status Anas sampai akhir 2013 tidak jadi tersangka, semakin rumit bagi PD,” tandasnya.

Begitupun Kongres Luar Biasa (KLB) dianggap sebagai salah satu instrumen demi penyelamatan PD. KLB ini juga mekanisme paling tepat untuk melengserkan Anas Urbaningrum, sang ketum dari kursinya.

Secara konstitusi PD, KLB diatur dalam Anggaran Dasar (AD) partai berlambang mercy itu. Dalam AD Pasal 100 ayat 3 disebutkan KLB dapat dilaksanakan jika terdapat permintaan dari Majelis Tinggi Partai atau sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah dan 1/2 dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang. Disebutkan pula (ayat 4), dalam permintaan tersebut, harus menyebutkan agenda alasan-alasan yang jelas diadakannya KLB.

Jika merujuk AD, KLB tidak harus bergantung pada pengurus cabang dan daerah. Karena dalam AD, usulan KLB bisa diajukan oleh majelis tinggi partai atau 1/2 DPD dan 2/3 DPC se-Indonesia. Artinya, tanpa meminta pertimbangan DPC dan DPD, KLB dapat digelar atas permintaan majelis tinggi partai.

Komposisi majelis tinggi diatur dalam AD di Pasal 13 disebutkan majelis tinggi partai berjumlah sembilan orang yang terdiri dari Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ex officio Ketua Dewan Pembina (SBY), Wakil Ketua Majelis Tinggi ex officio Ketua Umum DPP, serta satu sekretaris, dan enam anggota.

Secara konstitusional PD, proses menuju KLB tidaklah sulit untuk dilakukan oleh Ketua Majelis Tinggi PD dalam hal ini SBY. Komposisi Majelis Tinggi jelas tidak menguntungkan posisi politik bagi Anas.

Apakah mungkin KLB dipaksakan oleh Majelis Tinggi? Secara teoritis, hal tersebut tidaklah mustahil dilakukan. Hanya saja, ekses dari KLB itu yang semestinya harus dihitung secara cermat. Misi penyelamatan yang didengungkan sejumlah politisi uzur, bisa saja meleset di tengah jalan.

Alih-alih menyelamatkan partai, KLB justru berpotensi menenggelamkan partai. Karena bagaimanapun, jejaring struktural partai masih rapi di belakang barisan Anas. (net/jpnn)

PERANG Mahabarata sepertinya sedang pecah di Partai Demokrat (PD). Para senior tak lagi segan meminta Anas mundur, sementara loyalis Anas tak gentar dan terus melawan para ‘sengkuni’. Dua Kubu di internal PD terang-terangan melancarkan perang terbuka.

“Pernyataan Anas dan pernyataan Jero Wacik dan sejumlah anggota dewan pembina ini sudah masuk kategori perang terbuka,” kata pengamat politik UIN Jakarta, Gun Gun Heryanto, Rabu (6/2).

Golongan sesepuh yang masuk dewan pembina PD memanfaatkan momentum survei yang digelar oleh SMRC sebagai titik tolak untuk menyerang Anas. Gun melihat ada upaya penggulingan Anas yang sangat nyata oleh orang yang disindir Anas sebagai sengkuni.

“Saya melihat memang kecenderungan Anas ini didelegitimasi oleh orang dekat SBY yang berada di dewan pembina PD Tidak mungkin seorang Jero Wacik bicara keras tanpa sinyal lebih dari SBY,” katanya.

Masih ingat saat Ventje Rumangkang menggoyang kepemimpinan Anas dengan sarana Forum Silaturahim Pendiri dan Deklarator PD pada pertengahan tahun 2012 lalu? Goyangan terhadap Anas kali ini tak lepas dari gerakan pada tetua PD yang tak menghendaki Anas bertahan.

“Kalau pasca kongres ada tiga faksi, sekarang hanya ada dua faksi. Pendukung Anas dan dewan pembina inner circle SBY sendiri,” nilai Gun, menganalisis.

Namun tak mudah bagi para politisi senior PD untuk menggulingkan Anas. Konsolidasi yang rutin digelar Anas berbuah loyalitas yang cukup kuat. Justru mengancam eksistensi polisi senior di PD.

“Anas tidak mudah dilengserkan oleh orang-orang tua di dewan pembina dan majelis tinggi partai,” katanya. Anas hanya bisa dilengserkan jika terbukti terlibat kasus korupsi. Paling jelas, kalau Anas dinyatakan tersangka KPK dalam kasus Hambalang.

“Kalau Anas tersangka tidak ada yang bisa membangkang itu ada konsensus hukum dalam AD/ART. Tanpa itu rumit bagi mereka,” paparnya.

Tanpa ketegasan status Anas, maka kerja keras para sengkuni menggoyang pucuk pimpinan PD akan sia-sia. “Kalau status Anas sampai akhir 2013 tidak jadi tersangka, semakin rumit bagi PD,” tandasnya.

Begitupun Kongres Luar Biasa (KLB) dianggap sebagai salah satu instrumen demi penyelamatan PD. KLB ini juga mekanisme paling tepat untuk melengserkan Anas Urbaningrum, sang ketum dari kursinya.

Secara konstitusi PD, KLB diatur dalam Anggaran Dasar (AD) partai berlambang mercy itu. Dalam AD Pasal 100 ayat 3 disebutkan KLB dapat dilaksanakan jika terdapat permintaan dari Majelis Tinggi Partai atau sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah dan 1/2 dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang. Disebutkan pula (ayat 4), dalam permintaan tersebut, harus menyebutkan agenda alasan-alasan yang jelas diadakannya KLB.

Jika merujuk AD, KLB tidak harus bergantung pada pengurus cabang dan daerah. Karena dalam AD, usulan KLB bisa diajukan oleh majelis tinggi partai atau 1/2 DPD dan 2/3 DPC se-Indonesia. Artinya, tanpa meminta pertimbangan DPC dan DPD, KLB dapat digelar atas permintaan majelis tinggi partai.

Komposisi majelis tinggi diatur dalam AD di Pasal 13 disebutkan majelis tinggi partai berjumlah sembilan orang yang terdiri dari Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ex officio Ketua Dewan Pembina (SBY), Wakil Ketua Majelis Tinggi ex officio Ketua Umum DPP, serta satu sekretaris, dan enam anggota.

Secara konstitusional PD, proses menuju KLB tidaklah sulit untuk dilakukan oleh Ketua Majelis Tinggi PD dalam hal ini SBY. Komposisi Majelis Tinggi jelas tidak menguntungkan posisi politik bagi Anas.

Apakah mungkin KLB dipaksakan oleh Majelis Tinggi? Secara teoritis, hal tersebut tidaklah mustahil dilakukan. Hanya saja, ekses dari KLB itu yang semestinya harus dihitung secara cermat. Misi penyelamatan yang didengungkan sejumlah politisi uzur, bisa saja meleset di tengah jalan.

Alih-alih menyelamatkan partai, KLB justru berpotensi menenggelamkan partai. Karena bagaimanapun, jejaring struktural partai masih rapi di belakang barisan Anas. (net/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/