22.8 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

16 Juta Data Penduduk Hilang

Jakarta-Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus bekerja keras menyusun data pasti jumlah dan kategori penduduk Indonesia. Terutama jumlah penduduk usia dewasa untuk kepentingan pemilihan umum (Pemilu) 2014 dan kebutuhan industri perbankan serta Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak.
Mendagri, Gamawan Fauzi, mengatakan pada 2010 pihaknya melakukan tiga proses utama dimulai dari proses pemutakhiran data sehingga ditemukan angka sebanyak 259 juta penduduk Indonesia. Sampai akhir 2012 angka itu masih dipercaya sebagai rujukan pasti populasi negara ini.

Namun setelah dilakukan proses kedua yaitu penelusuran berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ditemukan banyak kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda sehingga diketahui angka pasti masyarakat dewasa atau mulai usia 17 tahun adalah sebanyak 191 juta jiwa.

“Kalau total penduduk kita sekitar 250 juta,” ucapnya saat penandatangan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama antara Kemendagri dengan Bank Indonesia (BI) dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dengan Dirjen Pajak di gedung Kemendagri, kemarin.

Belum puas sampai di situ, ditelusuri lagi dengan menggunakan rekaman sidik jari dan iris mata. Dari proses ini diketahui ada 800 ribu penduduk dengan KTP lebih dari satu. Uniknya penggandaan KTP itu dilakukan atas nama dan petunjuk identitas berbeda lainnya. “Saya tidak tahu motifnya apa. Orang Indonesia memang tidak habis akal, putar nama diganti-ganti. Tanggal lahir diganti, jenggot diganti. Tapi itu semua bisa kita telusuri melalui sidik jari dan iris mata,” Gamawan percaya diri.

Sampai kemarin Kemendagri mengklaim sudah melakukan rekam terhadap 175 juta sidik jari penduduk baik secara online maupun offline. “Banyak kita lakukan jemput bola ke daerah pegunungan, hutan, pesantren, perguruan tinggi, sampai ke mal,” akunya.

Angka 191 juta jiwa itu lah yang dirujuk Kemendagri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4) menyambut pemilu 2014. Hanya saja angka ini juga masih sementara karena Kemendagri kehilangan data dari 16 juta penduduk. “Kita sudah kirim ke KPU 191 juta jiwa itu. Sekarang tinggal cari 16 juta jiwa saja yang belum diketahui. Walaupun saya sampai hari ini belum melihat perubahan signifikan dari DP4 yang saya kirim itu. Tapi yang 16 juta ini masih kita cari. Nanti ketahuan semua setelah semua merekam sidik jarinya. Memang tidak mudah tetapi kita kejar,” tekadnya.

Angka 16 juta penduduk sebenarnya bukan sedikit sebab sudah lebih dari setengah total penduduk Malaysia sebanyak 28 juta jiwa pada 2013. Data penduduk hilang ini juga sebagai pemilik identitas penduduk artinya sebagai warga dengan usia dewasa dan mayoritas terkena wajib pajak.

Atas dasar itu, Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, melakukan penandatangan nota kesepahaman dengan Kemendagri agar didukung data penduduk secara detil untuk kepentingan pengejaran para wajib pajak tersebut. “Kami butuh ini karena yang terdaftar di kami baru hampir 20 juta penduduk saja. Padahal data pekerja kena wajib pajak itu ada 60 juta jiwa dari total 120 juta orang yang bekerja,” ujarnya.

Artinya, kata Fuad, masih ada lebih dari 40 juta jiwa lagi yang belum membayar pajak. Di luar itu para wajib pajak berbentuk badan (perusahaan) sebanyak 5,5 juta pihak belum melakukan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). “Selama ini kelemahan kami (Dirjen Pajak) adalah lemahnya akses. Masterfile NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) kami masih lemah,” ungkapnya.

Gubernur BI, Darmin Nasution, berharap data yang sama dari Kemendagri. Menurutnya, nasabah di perbankan Indonesia berdasarkan studi Bank Dunia, hampir separuh dari orang dewasa di Indonesia berurusan dengan bank. “Persoalannya kita belum punya identitas keuangan. Jadi misalnya ada satu orang buka 30 rekening bank, tidak bisa ketahuan apakah orangnya sama atau tidak,” akunya.

Padahal, menurutnya, Real-Time Gross Settlement (RTGS) atau proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi di BI saat ini mencapai Rp 250 triliun per hari. “Nah di belakang itu bank dan itu pemainnya orang secara individu dan perusahaan,” ujarnya.
Darmin ingin menggambarkan bahwa betapa transaksi yang terjadi sangat besar sebesar potensi kejahatannya. Misalnya dari transaksi jual beli via online atau internet yang mulai marak.

Sehingga harus dilindungi dan salah satu caranya melalui pendataan identitas. “Kita selama ini kesulitan untuk kunci identitas supaya tidak keliru. Banyak sekali kesamaan nama. Jadi misalnya orang Bali banyak pakai nama Ketut. Nanti nama panjangnya kan beda tipis. Lalu kita akali supaya cantumkan nama kecil ibu kandung. Eh ternyata banyak yang tulis ‘mama’. Jadi lah ribuan orang punya nama ibu kandungnya “mama,” kisah Darmin, lantas tertawa.
Atas dasar itu maka dari kerjasama dengan Kemendagri itu BI akan membentuk Nomor Identitas Keuangan dan KTP dijadikan dasarnya. “Jadi ini persoalan bukan hanya di perbankannya sendiri tetapi dalam sistem keuangan secara keseluruhan,” ulasnya.(gen/jpnn)

Jakarta-Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus bekerja keras menyusun data pasti jumlah dan kategori penduduk Indonesia. Terutama jumlah penduduk usia dewasa untuk kepentingan pemilihan umum (Pemilu) 2014 dan kebutuhan industri perbankan serta Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak.
Mendagri, Gamawan Fauzi, mengatakan pada 2010 pihaknya melakukan tiga proses utama dimulai dari proses pemutakhiran data sehingga ditemukan angka sebanyak 259 juta penduduk Indonesia. Sampai akhir 2012 angka itu masih dipercaya sebagai rujukan pasti populasi negara ini.

Namun setelah dilakukan proses kedua yaitu penelusuran berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ditemukan banyak kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda sehingga diketahui angka pasti masyarakat dewasa atau mulai usia 17 tahun adalah sebanyak 191 juta jiwa.

“Kalau total penduduk kita sekitar 250 juta,” ucapnya saat penandatangan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama antara Kemendagri dengan Bank Indonesia (BI) dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dengan Dirjen Pajak di gedung Kemendagri, kemarin.

Belum puas sampai di situ, ditelusuri lagi dengan menggunakan rekaman sidik jari dan iris mata. Dari proses ini diketahui ada 800 ribu penduduk dengan KTP lebih dari satu. Uniknya penggandaan KTP itu dilakukan atas nama dan petunjuk identitas berbeda lainnya. “Saya tidak tahu motifnya apa. Orang Indonesia memang tidak habis akal, putar nama diganti-ganti. Tanggal lahir diganti, jenggot diganti. Tapi itu semua bisa kita telusuri melalui sidik jari dan iris mata,” Gamawan percaya diri.

Sampai kemarin Kemendagri mengklaim sudah melakukan rekam terhadap 175 juta sidik jari penduduk baik secara online maupun offline. “Banyak kita lakukan jemput bola ke daerah pegunungan, hutan, pesantren, perguruan tinggi, sampai ke mal,” akunya.

Angka 191 juta jiwa itu lah yang dirujuk Kemendagri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Daftar Penduduk Potensial Pemilih (DP4) menyambut pemilu 2014. Hanya saja angka ini juga masih sementara karena Kemendagri kehilangan data dari 16 juta penduduk. “Kita sudah kirim ke KPU 191 juta jiwa itu. Sekarang tinggal cari 16 juta jiwa saja yang belum diketahui. Walaupun saya sampai hari ini belum melihat perubahan signifikan dari DP4 yang saya kirim itu. Tapi yang 16 juta ini masih kita cari. Nanti ketahuan semua setelah semua merekam sidik jarinya. Memang tidak mudah tetapi kita kejar,” tekadnya.

Angka 16 juta penduduk sebenarnya bukan sedikit sebab sudah lebih dari setengah total penduduk Malaysia sebanyak 28 juta jiwa pada 2013. Data penduduk hilang ini juga sebagai pemilik identitas penduduk artinya sebagai warga dengan usia dewasa dan mayoritas terkena wajib pajak.

Atas dasar itu, Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, melakukan penandatangan nota kesepahaman dengan Kemendagri agar didukung data penduduk secara detil untuk kepentingan pengejaran para wajib pajak tersebut. “Kami butuh ini karena yang terdaftar di kami baru hampir 20 juta penduduk saja. Padahal data pekerja kena wajib pajak itu ada 60 juta jiwa dari total 120 juta orang yang bekerja,” ujarnya.

Artinya, kata Fuad, masih ada lebih dari 40 juta jiwa lagi yang belum membayar pajak. Di luar itu para wajib pajak berbentuk badan (perusahaan) sebanyak 5,5 juta pihak belum melakukan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). “Selama ini kelemahan kami (Dirjen Pajak) adalah lemahnya akses. Masterfile NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) kami masih lemah,” ungkapnya.

Gubernur BI, Darmin Nasution, berharap data yang sama dari Kemendagri. Menurutnya, nasabah di perbankan Indonesia berdasarkan studi Bank Dunia, hampir separuh dari orang dewasa di Indonesia berurusan dengan bank. “Persoalannya kita belum punya identitas keuangan. Jadi misalnya ada satu orang buka 30 rekening bank, tidak bisa ketahuan apakah orangnya sama atau tidak,” akunya.

Padahal, menurutnya, Real-Time Gross Settlement (RTGS) atau proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi di BI saat ini mencapai Rp 250 triliun per hari. “Nah di belakang itu bank dan itu pemainnya orang secara individu dan perusahaan,” ujarnya.
Darmin ingin menggambarkan bahwa betapa transaksi yang terjadi sangat besar sebesar potensi kejahatannya. Misalnya dari transaksi jual beli via online atau internet yang mulai marak.

Sehingga harus dilindungi dan salah satu caranya melalui pendataan identitas. “Kita selama ini kesulitan untuk kunci identitas supaya tidak keliru. Banyak sekali kesamaan nama. Jadi misalnya orang Bali banyak pakai nama Ketut. Nanti nama panjangnya kan beda tipis. Lalu kita akali supaya cantumkan nama kecil ibu kandung. Eh ternyata banyak yang tulis ‘mama’. Jadi lah ribuan orang punya nama ibu kandungnya “mama,” kisah Darmin, lantas tertawa.
Atas dasar itu maka dari kerjasama dengan Kemendagri itu BI akan membentuk Nomor Identitas Keuangan dan KTP dijadikan dasarnya. “Jadi ini persoalan bukan hanya di perbankannya sendiri tetapi dalam sistem keuangan secara keseluruhan,” ulasnya.(gen/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/