29 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Laptop Nazaruddin Diperiksa

Rekaman Pembicaraan dengan KPK Nihil

JAKARTA- Upaya pencarian rekaman circuit closed television (cctv) oleh para penyidik KPK di rumah Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang disinyalir berisi rekaman pertemuan antara Nazaruddin dan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah gagal. Sebab, penyidik tidak menemukan rekaman tersebut di dalam hard disk komputer yang disitanya.

“Nggak ada,” ujar seorang sumber di internal KPK singkat. Menurutnya, penyidik hanya menemukan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perusahaan-peruhsaan milik Nazaruddin. Namun, dia enggan menerangkan lebih detail tentang isi dokumen tersebut. “Yang jelas, kalau itu (rekaman) nggak ada. Tapi memang ada beberapa cctv di rumah itu,” ujarnya.

Juru bicara KPK Johan Budi saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui apakah ada rekaman cctv tentang pertemuan tersebut di hard disk komputer yang disita pihaknya. Menurutnya itu semua kewenangan penyidik dan tidak mungkin disampaikan kepada publik.

Tapi Johan membenarkan tentang penyitaan satu unit komputer yang disita para penyidik KPK. Kata Johan, penyitaan tersebut merupakan upaya KPK untuk mencari bukti-bukti tentang kasus suap wisma atlet yang sudah menyeret Nazaruddin sebagai tersangka.

“Jadi pengeledahan dan penyitan kemarin murni untuk kepentingan penyidikan kasus wisma atlet,” imbuh Johan.
Penggeledahan tersebut, lanjut Johan tidak ada hubungannya dengan nyanyian Nazaruddin yang menyatakan bahwa dirinya pernah mengadakan pertemuan dengan Chandra untuk membahas tentang kasus korupsi pengadaan baju hansip pada pemilu 2009 lalu.

Saat itu Nazaruddin mengatakan bahwa Chandra mengancam akan menangani perkara tersebut bila sang pengusaha tidak memberikan sejumlah uang sebagai pelican.

Namun dalam beberapa kesempatan Chandra terus membantah bahwa dirinya pernah bertemu dengan Nazaruddin apalagi mengancam dan meminta sejumlah uang untuk penyelesaikan kasus.

Seperti yang diketahui, pada Selasa (2/8) sekitar pukul 11.00 empat mobil KPK yang berisi para penyidik masuk ke dalam rumah mewah di Jalan Pejaten Barat nomor 7 Jakarta Selatan yang tak lain adalah rumah Nazaruddin. Di sana para pemburu koruptor itu mengobok-obok rumah yang luasnya mencapai sekitar 30 x 50 meter itu.
Sekitar 3,5 jam menggeledah rumah bergaya modern itu, KPK akhirnya menyita sebuah komputer dan dokumen-dokumen yang dari dalam rumah tersebut. “Kalau pun memang nanti ada bukti-bukti lain yang terkait dengan nyanyian Nazaruddin akan kami tindak lanjuti,” ucapnya.

Sementara itu Ketua Komite Etik Abdullah Hehamahua pada Jumat (5/8) lalu mengatakan bahwa pihaknya sangat membutuhkan rekaman cctv tersebut apabila memang benar-benar ada. Menurutnya, apabila rekaman tersebut memang ada, maka komite etik sangat berkepentingan untuk mendapatkannya dengan tujuan untuk memeriksa kebenaran adanya pertemuan tersebut.

Ya, komite etik memang dibentuk untuk menelisik kebenaran adanya pelanggaran yang dilakukan para pimpinan KPK seperti apa yang diungkapkan Nazaruddin. Namun saat ditanya apakah komite sudah mendapatkan rekaman terserbut, Abddullah mengaku belum mendapatkannya dari para penyidik.
Apa ada pak rekaman itu di komputer Nazaruddin? “Saya belum tahu. Tapi kalau ada kami butuh itu,” ucapnya. Salah seorang anggota komite etik Syafii Maarif seusai mengikuti rapat pada jumat lalu mengaku bahwa rapat komite yang berlangsung saat itu berjalan ruwet. Namun mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu enggan membeberkan lebih lanjut tentang keruwetan tersebut.

Memang, sebenarnya pembentukan komite etik itu sempat membuat intern KPK memanas. Buktinya, begitu Ketua KPK Busyro Muqoddas mengumumkan pembentukan komite etik dan dirinya menjadi salah satu anggotanya, Wakil Ketua KPK M Jasin langsung bereaksi dan meminta agar Busyro juga diperiksa lantaran mantan Ketua Komisi Yudisial itu juga disebut-sebut Nazaruddin, yakni menganggap bahwa Busyro adalah orang yang terbersih di KPK.

Bahkan, intern KPK pun banyak yang meragukan kewenangan komite etik lantaran tidak ada dasar hukumnya untuk memeriksa seseorang. Memang, hal itu terbukti dengan pernyataan yang dilontarkan Abdullah. Penasehat KPK itu mengakui bahwa dirinya bekerja hanya berdasarkan klipingan media massa yang memberitakan tentang nyanyian Nazaruddin.

Selain itu, Abdullah juga mengakui bahwa jika ada saksi-saksi yang dipanggil dan menolaknya, maka komite tidak bisa berbuat apa-apa. “Ya mau bagaimana lagi (kalau tidak mau), masak kita mau memaksa. Kan kami bisa meminta keterangan saksi yang lain,” kata dia.

Namun dia percaya bahwa keempat pimpinan KPK yakni Chandra, Jasin, Haryono dan Busyro yang berkepentingan dengan adanya komite etik itu akan bersedia diperiksa dan diminta keterangan. “Semua pimpinan sudah bersedia tanda tangan menyatakan siap diperiksa. Masak mereka mau mengingkari,” ucap pria yang lolos sepuluh besar calon pimpinan KPK.

Di bagian lain, polisi akhirnya mengakui secara terus terang kesulitan mereka membawa Nazaruddin pulang ke Indonesia. Walaupun secara kasat mata, lokasi Nazaruddin sudah terendus, aparat Indonesia sama sekali tak bisa menyentuh.

“Dia menggunakan paspor asing (negara lain, red),” ujar Kepala Badan Reserse Kriminal Irjen Sutarman di Polda Metro Jaya kemarin (06/08). Paspor yang dikeluarkan oleh sebuah negara itu secara hukum clear dan tidak bisa dipermasalahkan. “Soal identitas palsu ini jadi kendala ,” kata mantan ajudan presiden Gus Dur ini.
Kendalanya, negara yang digunakan Nazar sebagai tempat persembunyian tersebut tidak mau tahu paspor yang digunakan Nazaruddin palsu. “Sebab, di imigrasinya negara itu dia lolos. Karena itu, dia tidak mau menangkap,” kata Sutarman.

Kabareskrim juga mengungkapkan bahwa ketika Nazaruddin menggunakan Skype pada 22 Juli 2011, tim pemburu polisi sudah mengetahui dimana Nazaruddin berada, namun saat akan menyergapnya ternyata mantan bendahara umum partai demokrat tersebut sudah kabur. “Ya, dia berpindah-pindah, jadi pada saat skype, kita sudah ketemu tempatnya itu, tapi dia sudah bergerak. Ia berkeliling-keling negara,”katanya.

Sampai kapan polisi akan menunggu? Menurut Sutarman, semua usaha untuk mempercepat perburuan dan segera membawa Nazaruddin pulang sudah dilakukan. “Kita sudah kirim tim, data data ke Interpol. Tapi memang ada kendala aturan itu, jadi kita masih lobi,” katanya.

Secara terpisah, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana SH, Llm menilai langkah satu-satunya yang bisa dilakukan polisi Indonesia adalah menunggu Interpol. “Kalau ditangkap sendiri secara hukum jelas salah,” katanya saat dihubungi kemarin.

Berdasarkan perjanjian internasional apabila polisi suatu negara memasuki wilayah negara lain, mereka tak lebih dari warga biasa. “Kecuali jika ingin menciduk Nazarudin tanpa sepengetahuan polisi setempat, Ini bisa, tapi beresiko gugatan,” katanya.

Alternatif lain yang bisa dilakukan dalam menangkap Nazaruddin, ungkap Hikmahanto, yaitu dengan menyewa tenaga private investigator untuk mengetahui secara pasti lokasi persembunyian Nazarudin.”Saya menduga Nazaruddin juga menggunakan tenaga semacam ini untuk melindungi pelariannya,” katanya.(kuh/rdl/jpnn)

Rekaman Pembicaraan dengan KPK Nihil

JAKARTA- Upaya pencarian rekaman circuit closed television (cctv) oleh para penyidik KPK di rumah Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang disinyalir berisi rekaman pertemuan antara Nazaruddin dan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah gagal. Sebab, penyidik tidak menemukan rekaman tersebut di dalam hard disk komputer yang disitanya.

“Nggak ada,” ujar seorang sumber di internal KPK singkat. Menurutnya, penyidik hanya menemukan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perusahaan-peruhsaan milik Nazaruddin. Namun, dia enggan menerangkan lebih detail tentang isi dokumen tersebut. “Yang jelas, kalau itu (rekaman) nggak ada. Tapi memang ada beberapa cctv di rumah itu,” ujarnya.

Juru bicara KPK Johan Budi saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui apakah ada rekaman cctv tentang pertemuan tersebut di hard disk komputer yang disita pihaknya. Menurutnya itu semua kewenangan penyidik dan tidak mungkin disampaikan kepada publik.

Tapi Johan membenarkan tentang penyitaan satu unit komputer yang disita para penyidik KPK. Kata Johan, penyitaan tersebut merupakan upaya KPK untuk mencari bukti-bukti tentang kasus suap wisma atlet yang sudah menyeret Nazaruddin sebagai tersangka.

“Jadi pengeledahan dan penyitan kemarin murni untuk kepentingan penyidikan kasus wisma atlet,” imbuh Johan.
Penggeledahan tersebut, lanjut Johan tidak ada hubungannya dengan nyanyian Nazaruddin yang menyatakan bahwa dirinya pernah mengadakan pertemuan dengan Chandra untuk membahas tentang kasus korupsi pengadaan baju hansip pada pemilu 2009 lalu.

Saat itu Nazaruddin mengatakan bahwa Chandra mengancam akan menangani perkara tersebut bila sang pengusaha tidak memberikan sejumlah uang sebagai pelican.

Namun dalam beberapa kesempatan Chandra terus membantah bahwa dirinya pernah bertemu dengan Nazaruddin apalagi mengancam dan meminta sejumlah uang untuk penyelesaikan kasus.

Seperti yang diketahui, pada Selasa (2/8) sekitar pukul 11.00 empat mobil KPK yang berisi para penyidik masuk ke dalam rumah mewah di Jalan Pejaten Barat nomor 7 Jakarta Selatan yang tak lain adalah rumah Nazaruddin. Di sana para pemburu koruptor itu mengobok-obok rumah yang luasnya mencapai sekitar 30 x 50 meter itu.
Sekitar 3,5 jam menggeledah rumah bergaya modern itu, KPK akhirnya menyita sebuah komputer dan dokumen-dokumen yang dari dalam rumah tersebut. “Kalau pun memang nanti ada bukti-bukti lain yang terkait dengan nyanyian Nazaruddin akan kami tindak lanjuti,” ucapnya.

Sementara itu Ketua Komite Etik Abdullah Hehamahua pada Jumat (5/8) lalu mengatakan bahwa pihaknya sangat membutuhkan rekaman cctv tersebut apabila memang benar-benar ada. Menurutnya, apabila rekaman tersebut memang ada, maka komite etik sangat berkepentingan untuk mendapatkannya dengan tujuan untuk memeriksa kebenaran adanya pertemuan tersebut.

Ya, komite etik memang dibentuk untuk menelisik kebenaran adanya pelanggaran yang dilakukan para pimpinan KPK seperti apa yang diungkapkan Nazaruddin. Namun saat ditanya apakah komite sudah mendapatkan rekaman terserbut, Abddullah mengaku belum mendapatkannya dari para penyidik.
Apa ada pak rekaman itu di komputer Nazaruddin? “Saya belum tahu. Tapi kalau ada kami butuh itu,” ucapnya. Salah seorang anggota komite etik Syafii Maarif seusai mengikuti rapat pada jumat lalu mengaku bahwa rapat komite yang berlangsung saat itu berjalan ruwet. Namun mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu enggan membeberkan lebih lanjut tentang keruwetan tersebut.

Memang, sebenarnya pembentukan komite etik itu sempat membuat intern KPK memanas. Buktinya, begitu Ketua KPK Busyro Muqoddas mengumumkan pembentukan komite etik dan dirinya menjadi salah satu anggotanya, Wakil Ketua KPK M Jasin langsung bereaksi dan meminta agar Busyro juga diperiksa lantaran mantan Ketua Komisi Yudisial itu juga disebut-sebut Nazaruddin, yakni menganggap bahwa Busyro adalah orang yang terbersih di KPK.

Bahkan, intern KPK pun banyak yang meragukan kewenangan komite etik lantaran tidak ada dasar hukumnya untuk memeriksa seseorang. Memang, hal itu terbukti dengan pernyataan yang dilontarkan Abdullah. Penasehat KPK itu mengakui bahwa dirinya bekerja hanya berdasarkan klipingan media massa yang memberitakan tentang nyanyian Nazaruddin.

Selain itu, Abdullah juga mengakui bahwa jika ada saksi-saksi yang dipanggil dan menolaknya, maka komite tidak bisa berbuat apa-apa. “Ya mau bagaimana lagi (kalau tidak mau), masak kita mau memaksa. Kan kami bisa meminta keterangan saksi yang lain,” kata dia.

Namun dia percaya bahwa keempat pimpinan KPK yakni Chandra, Jasin, Haryono dan Busyro yang berkepentingan dengan adanya komite etik itu akan bersedia diperiksa dan diminta keterangan. “Semua pimpinan sudah bersedia tanda tangan menyatakan siap diperiksa. Masak mereka mau mengingkari,” ucap pria yang lolos sepuluh besar calon pimpinan KPK.

Di bagian lain, polisi akhirnya mengakui secara terus terang kesulitan mereka membawa Nazaruddin pulang ke Indonesia. Walaupun secara kasat mata, lokasi Nazaruddin sudah terendus, aparat Indonesia sama sekali tak bisa menyentuh.

“Dia menggunakan paspor asing (negara lain, red),” ujar Kepala Badan Reserse Kriminal Irjen Sutarman di Polda Metro Jaya kemarin (06/08). Paspor yang dikeluarkan oleh sebuah negara itu secara hukum clear dan tidak bisa dipermasalahkan. “Soal identitas palsu ini jadi kendala ,” kata mantan ajudan presiden Gus Dur ini.
Kendalanya, negara yang digunakan Nazar sebagai tempat persembunyian tersebut tidak mau tahu paspor yang digunakan Nazaruddin palsu. “Sebab, di imigrasinya negara itu dia lolos. Karena itu, dia tidak mau menangkap,” kata Sutarman.

Kabareskrim juga mengungkapkan bahwa ketika Nazaruddin menggunakan Skype pada 22 Juli 2011, tim pemburu polisi sudah mengetahui dimana Nazaruddin berada, namun saat akan menyergapnya ternyata mantan bendahara umum partai demokrat tersebut sudah kabur. “Ya, dia berpindah-pindah, jadi pada saat skype, kita sudah ketemu tempatnya itu, tapi dia sudah bergerak. Ia berkeliling-keling negara,”katanya.

Sampai kapan polisi akan menunggu? Menurut Sutarman, semua usaha untuk mempercepat perburuan dan segera membawa Nazaruddin pulang sudah dilakukan. “Kita sudah kirim tim, data data ke Interpol. Tapi memang ada kendala aturan itu, jadi kita masih lobi,” katanya.

Secara terpisah, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana SH, Llm menilai langkah satu-satunya yang bisa dilakukan polisi Indonesia adalah menunggu Interpol. “Kalau ditangkap sendiri secara hukum jelas salah,” katanya saat dihubungi kemarin.

Berdasarkan perjanjian internasional apabila polisi suatu negara memasuki wilayah negara lain, mereka tak lebih dari warga biasa. “Kecuali jika ingin menciduk Nazarudin tanpa sepengetahuan polisi setempat, Ini bisa, tapi beresiko gugatan,” katanya.

Alternatif lain yang bisa dilakukan dalam menangkap Nazaruddin, ungkap Hikmahanto, yaitu dengan menyewa tenaga private investigator untuk mengetahui secara pasti lokasi persembunyian Nazarudin.”Saya menduga Nazaruddin juga menggunakan tenaga semacam ini untuk melindungi pelariannya,” katanya.(kuh/rdl/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/