JAKARTA – Penunjukan mantan Menkum dan HAM Patrialis Akbar sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), akhirnya disoal. Koalisi Masyarakat Sipil Mahkamah Konstitusi (Koalisi-MK) pun menggugat dengan melayangkan somasi kepada SBY untuk segera membatalkan Keppres Nomor 87/P tahun 2013 yang mengangkat Patrialis sebagai hakim konstitusi periode 2013-2018.
“Kita mendengar info 13 Agustus nanti, akan dilakukan pelantikan hakim konstitusi. Kami berharap presiden berjiwa besar untuk mengoreksi keputusannya. Ketimbang kami mengajukan gugatan,”jelas salah satu anggota koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Febridiansyah di kantor LBH, kemarin (6/8).
Ketua Badan Pengurus YLBHI Alvon Kurnia Palma melanjutkan, Presiden dinilai telah melakukan sejumlah pelanggaran konstitusi UUD 1945 dan Undang-Undang MK terkait penunjukan tersebut. Berdasarkan pasal 19 UU MK secara tegas mengatur pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
“Pemilihan harusnya terbuka dan partisipatif. Tindakan Presiden tidak menjalankan itu (pasal 19). Dia serta merta memilih calon dari usulan pemerintah. Ini (pemilihan) tidak dilakukan transparan dan akuntable. Dia tidak menjalankan prosedur sebagai Presiden ketika mengesahkan hakim konstitusi,”jelasnya.
Tidak hanya pasal 19, menurut Lola Easter dari ICW, Presiden juga telah melakukan pelanggaran atas pasal 20 UU MK. Dalam pasal 20 disebutkan bahwa pengajuan dan pemilihan hakim konstitusi pengaturannya diserahkan kepada lembaga yang berwenang. “Apabila Presiden memaksakan diri untuk menunjuk dan melantik saudara Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi, maka jelas Presiden telah melakukan tindakan yang melanggar ketentuan UU MK,” tegasnya.
Karena itu, Febridiansyah menyatakan Koalisi-MK meminta kepada Presiden SBY untuk segera menganulir keppres terkait pengangkatan Patrialis sebagai hakim konstitusi tersebut. Koalisi-MK pun memberikan tenggat waktu kepada Presiden hingga 12 Agustus nanti.
“Kami sepakat jika somasi tidak diindahkan oleh Presiden, akan digugat supaya ada keputusan jelas. Agar tahu siapa yang salah. Karena sampai sejauh ini, belum ada respon resmi maupun tidak resmi dari Presiden,”kata Febri.
Menyoal surat somasi, Alvon mengungkapkan bahwa surat tersebut disampaikan kepada Presiden kemarin. Namun, karena bertepatan dengan hari libur, surat tersebut dikirimkan melalui fax.”Kami akan sampaikan somasi ini sekarang ke presiden, tapi melalui faks. Karena bertepatan dengan hari libur, maka dikirimkan sekarang,”imbuh Alvon.
Istana Bergeming
Sementara itu, istana bergeming menanggapi somasi yang diajukan pada Presiden SBY terkait penunjukan Patrialis Akbar sebagai Hakim MK. Menurut Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, somasi tersebut tidak perlu ditanggapi secara berlebihan.
“Tidak dalam kapasitas untuk ditanggapi, sekarang apa yang perlu ditanggapi. Bukan untuk pertama kalinya Pak Presiden digugat. Itu menjadi hak setiap orang atau LSM untuk menyampaikan pendapatnya,”jelasnya, kemarin.
Julian memaparkan, penunjukan Patrialis tersebut telah sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK. Di samping itu, Presiden SBY telah mendapatkan sejumlah saran dan rekomendasi dari pihak-pihak terkait, seperti Menkopolhukam, Jaksa Agung, Menkum dan HAM hingga Kapolri sebelum akhirnya menetapkan Keppres tersebut.
“Jadi sebelum menetapkan Keppres, Presiden sudah mendapatkan saran dan pertimbangan dari Menkopolhukam dan jajarannya,” imbuh dia. (ken/jpnn)