26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Anggap Akil Sudah Mati

akil muctar
akil muctar

JAKARTA – Kasus tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar membuka luka lama. Sejumlah pengacara yang tergabung dalam Solidaritas Pengacara Pilkada (SiPP) kemarin berkumpul dan menyampaikan testimoninya saat menangani perkara sengketa pilkada di MK, yang proses sidangnya dipimpin Akil Mochtar.

Sejumlah sengketa pilkada di MK yang putusannya berbau suap dibeber. Di antaranya yang mencuat kemarin adalah putusan sengketa pilkada Mandailing Natal (Madina), pilkada Samosir, Lebak, Kota Palembang, dan beberapa lagi yang lain.

Dengan tegas, Koordinator SiPP , Ahmad Suryono, SH., MH, mendesak seluruh putusan sengketa pilkada di MK yang majelis hakimnya dipimpin Akil, agar dianulir.

“Sengketa pilkada yang panelnya dipimpin Akil Mochtar agar dianulir dan disidang ulang. Karena keputusan hasil suap apalagi dalam keadaan fly (teler karena ganja dan ineks, red),” ujar Ahmad Suryono  di hadapan ratusan penggiat antikorupsi dan wartawan yang memenuhi sebuah kafe di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, kemarin (6/10).

Satu per satu pengacara dan pihak yang bersengketa, menyampaikan testimoni. Taufik Basari, mantan pengacara penggugat hasil pilkada Samosir, yakni pasangan Ober Sihol Parulian – Tigor Simbolon, bersuara keras.

Dia menyebut, dari 20 perkara yang pernah ditangani, empat di antaranya dinilai janggal putusannya, karena berbau suap. Yakni pilkada Tulang Bawang, Yahukimo, Kuantansingingi, dan Samosir.

Dia menyebut, menjelang putusan empat perkara itu, berhembus isu-isu tak sedap berbau suap. Pihak-pihak yang bersengketa disodori draf putusan dalam dua versi, dikabulkan dan ditolak. “Ada dua versi putusan, tunggu bayaran. Itu isu-isu yang beredar,” cetus dia.

Pengacara ternama itu mendesak agar dilakukan eksaminasi seluruh putusan yang sidangnya dipimpin Akil. Jika mau, lanjutnya, proses eksaminasi gampang karena seluruh persidangan di MK direkam secara audio visual, termasuk risalah sidangnya juga lengkap.

Dokumen berita JPNN, sengketa pilkada Samosir diputusan 8 Juli 2010. MK menolak gugatan yang diajukan klien Taufik. Yang mencuat saat proses persidangan, ada rombongan mahasiswa dari Medan yang disebut-sebut massa bayaran atau pemilih siluman.

Bahkan, dalam materi gugatannya, kuasa hukum Ober-Tigor, Taufik Basari, SH, S.Hum, menyebutkan sedikitnya diketahui 30.217 massa bayaran yang masuk dari luar Samosir, yang kemudian tersebar ke berbagai TPS di seluruh Kecamatan,  untuk memenangkan pasangan Mangindar-Mangadap. Hakim MK menilai, klaim itu tidak benar. Dengan putusan ini, MK mengukuhkan kemenangan pasangan Mangindar Simbolon- Mangadap Sinaga.

Di tempat yang sama, mantan calon bupati Madina, Irwan H. Daulay, tak kalah keras. Saking sebelnya dengan Akil, dalam pernyataannya Irwan tak mau menyerang Akil. Irwan malah menyalahkan Mahfud MD, yang saat itu Ketua MK.

“Saya condong ke Mahfud MD. Akil saya anggap sudah mati,” cetusnya.

Irwan mengaku sudah berkali-kali protes ke MK, termasuk mengirim surat ke Mahfud MD,  terkait putusan sengketa pilkada Madina, yang dibacakan 6 Juli 2010. Dalam putusannya, MK memerintahkan pemungutan suara ulang pilkada Madina.

Menurut Irwan, putusan MK itu aneh. Alasan dia, untuk kasus yang sama-sama terbukti adanya politik uang secara besar-besaran yakni di pilkada Kabupaten Kota Waringin Barat (Kobar), pasangan calon yang menebar uang langsung didiskualifikasi. Sedang di Madina, hanya diminta pilkada ulang.

“Sekarang bupatinya (Hidayat Batubara, red) sudah di-OTT (operasi tangkap tangan oleh KPK, red), orang MK-nya juga di-OTT,” ujar pria bertubuh tegap itu.

Dalam kasus Madina ini, MK membenarkan pasangan Hidayat Batubara-Dahlan Hasan Nasution telah terbukti melakukan politik uang dengan membagi-bagikan voucher senilai Rp150 ribu kepada warga. Hanya saja, MK hanya memerintahkan pemungutan suara ulang.

Dalam acara yang diwarnai suasana emosional itu, Irham Prabu Jaya, SH., MH, kuasa hukum dalam kasus sengketa Pilkada Kota Palembang, juga menyampaikan testimoninya.

Saat itu, tim kuasa hukum pihak yang bersengketa, ditelponi sejumlah pihak untuk diajak bertemu dengan hakim MK. Saat proses nego, broker-broker itu tak mau menyebut nama hakim MK. “Katanya mau menyebut nama setelah deal. Begitu selesai (negonya, red) kita akan ketemu di hotel, 8 miliar. Artinya, orang itu memang ada,” ujar Prabu.

Lain lagi cerita Risa, kuasa hukum calon bupati Lebak Hj.Iti Octavia Jayabaya. Dia mengaku juga ditawari seseorang untuk menyiapkan Rp2 miliar hingga Rp3 miliar agar kliennya tidak dikalahkan.

“Kita tak mau karena kita optimis menang, dengan meraih 62 persen suara,” cetusnya. Belakangan, dalam perkara yang panel hakimnya dipimpin Akil ini, MK memutuskan pilkada Lebak harus diulang. Sedang Akil ditangkap KPK karena dugaan suap penanganan sengketa pilkada Lebak, juga Gunung Mas. (sam/jpnn)

akil muctar
akil muctar

JAKARTA – Kasus tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar membuka luka lama. Sejumlah pengacara yang tergabung dalam Solidaritas Pengacara Pilkada (SiPP) kemarin berkumpul dan menyampaikan testimoninya saat menangani perkara sengketa pilkada di MK, yang proses sidangnya dipimpin Akil Mochtar.

Sejumlah sengketa pilkada di MK yang putusannya berbau suap dibeber. Di antaranya yang mencuat kemarin adalah putusan sengketa pilkada Mandailing Natal (Madina), pilkada Samosir, Lebak, Kota Palembang, dan beberapa lagi yang lain.

Dengan tegas, Koordinator SiPP , Ahmad Suryono, SH., MH, mendesak seluruh putusan sengketa pilkada di MK yang majelis hakimnya dipimpin Akil, agar dianulir.

“Sengketa pilkada yang panelnya dipimpin Akil Mochtar agar dianulir dan disidang ulang. Karena keputusan hasil suap apalagi dalam keadaan fly (teler karena ganja dan ineks, red),” ujar Ahmad Suryono  di hadapan ratusan penggiat antikorupsi dan wartawan yang memenuhi sebuah kafe di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, kemarin (6/10).

Satu per satu pengacara dan pihak yang bersengketa, menyampaikan testimoni. Taufik Basari, mantan pengacara penggugat hasil pilkada Samosir, yakni pasangan Ober Sihol Parulian – Tigor Simbolon, bersuara keras.

Dia menyebut, dari 20 perkara yang pernah ditangani, empat di antaranya dinilai janggal putusannya, karena berbau suap. Yakni pilkada Tulang Bawang, Yahukimo, Kuantansingingi, dan Samosir.

Dia menyebut, menjelang putusan empat perkara itu, berhembus isu-isu tak sedap berbau suap. Pihak-pihak yang bersengketa disodori draf putusan dalam dua versi, dikabulkan dan ditolak. “Ada dua versi putusan, tunggu bayaran. Itu isu-isu yang beredar,” cetus dia.

Pengacara ternama itu mendesak agar dilakukan eksaminasi seluruh putusan yang sidangnya dipimpin Akil. Jika mau, lanjutnya, proses eksaminasi gampang karena seluruh persidangan di MK direkam secara audio visual, termasuk risalah sidangnya juga lengkap.

Dokumen berita JPNN, sengketa pilkada Samosir diputusan 8 Juli 2010. MK menolak gugatan yang diajukan klien Taufik. Yang mencuat saat proses persidangan, ada rombongan mahasiswa dari Medan yang disebut-sebut massa bayaran atau pemilih siluman.

Bahkan, dalam materi gugatannya, kuasa hukum Ober-Tigor, Taufik Basari, SH, S.Hum, menyebutkan sedikitnya diketahui 30.217 massa bayaran yang masuk dari luar Samosir, yang kemudian tersebar ke berbagai TPS di seluruh Kecamatan,  untuk memenangkan pasangan Mangindar-Mangadap. Hakim MK menilai, klaim itu tidak benar. Dengan putusan ini, MK mengukuhkan kemenangan pasangan Mangindar Simbolon- Mangadap Sinaga.

Di tempat yang sama, mantan calon bupati Madina, Irwan H. Daulay, tak kalah keras. Saking sebelnya dengan Akil, dalam pernyataannya Irwan tak mau menyerang Akil. Irwan malah menyalahkan Mahfud MD, yang saat itu Ketua MK.

“Saya condong ke Mahfud MD. Akil saya anggap sudah mati,” cetusnya.

Irwan mengaku sudah berkali-kali protes ke MK, termasuk mengirim surat ke Mahfud MD,  terkait putusan sengketa pilkada Madina, yang dibacakan 6 Juli 2010. Dalam putusannya, MK memerintahkan pemungutan suara ulang pilkada Madina.

Menurut Irwan, putusan MK itu aneh. Alasan dia, untuk kasus yang sama-sama terbukti adanya politik uang secara besar-besaran yakni di pilkada Kabupaten Kota Waringin Barat (Kobar), pasangan calon yang menebar uang langsung didiskualifikasi. Sedang di Madina, hanya diminta pilkada ulang.

“Sekarang bupatinya (Hidayat Batubara, red) sudah di-OTT (operasi tangkap tangan oleh KPK, red), orang MK-nya juga di-OTT,” ujar pria bertubuh tegap itu.

Dalam kasus Madina ini, MK membenarkan pasangan Hidayat Batubara-Dahlan Hasan Nasution telah terbukti melakukan politik uang dengan membagi-bagikan voucher senilai Rp150 ribu kepada warga. Hanya saja, MK hanya memerintahkan pemungutan suara ulang.

Dalam acara yang diwarnai suasana emosional itu, Irham Prabu Jaya, SH., MH, kuasa hukum dalam kasus sengketa Pilkada Kota Palembang, juga menyampaikan testimoninya.

Saat itu, tim kuasa hukum pihak yang bersengketa, ditelponi sejumlah pihak untuk diajak bertemu dengan hakim MK. Saat proses nego, broker-broker itu tak mau menyebut nama hakim MK. “Katanya mau menyebut nama setelah deal. Begitu selesai (negonya, red) kita akan ketemu di hotel, 8 miliar. Artinya, orang itu memang ada,” ujar Prabu.

Lain lagi cerita Risa, kuasa hukum calon bupati Lebak Hj.Iti Octavia Jayabaya. Dia mengaku juga ditawari seseorang untuk menyiapkan Rp2 miliar hingga Rp3 miliar agar kliennya tidak dikalahkan.

“Kita tak mau karena kita optimis menang, dengan meraih 62 persen suara,” cetusnya. Belakangan, dalam perkara yang panel hakimnya dipimpin Akil ini, MK memutuskan pilkada Lebak harus diulang. Sedang Akil ditangkap KPK karena dugaan suap penanganan sengketa pilkada Lebak, juga Gunung Mas. (sam/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/