JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) memutuskan mengakomodasi pemeluk agama dan kepercayaan minoritas. Rencananya, Kemendagri akan merevisi sejumlah aturan soal jumlah agama yang berlaku di Indonesia. Salah satunya penetapan presiden nomor 1/1965 tentang penyalahgunaan agama, khususnya pasal 1 yang menyebut agama di Indonesia hanya enam.
Sembari, peraturan itu diperbaiki, pemeluk agama dan kepercayaan minoritas diperbolehkan untuk mengosongkan kolom agama dalam kartu tanda penduduk (KTP). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menjelaskan, pengosongan kolom agama itu bisa dilakukan, kalau memang para pemeluk agama minoritas menginginkannya. “Minta revisi ke pemerintah daerah (pemda) dan saya akan mendukung,” terangnya.
Untuk memastikan proses revisi dalam kolom agama tersebut, Kemendagri juga akan berkoordinasi dengan kementerian agama (Kemenag). Namun, tetap saja semua proses ini harus sesuai prosedur atau taat pada hukum. “Untuk itulah perlu integrasi dengan kementerian lain,” jelasnya.
Dalam salah satu peraturan dijelaskan bahwa agama di Indonesia hanya ada enam, Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu. Namun, “dalam peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) terdapat aturan yang lebih longgar dengan tidak mempermasalahkan soal agama.
“Karena itu revisi peraturan ini menjadi diperlukan, dengan semangat negara tidak ikut campur pada agama dan kepercayaan warga negarannya. Sepanjang tidak menyesatkan, mengganggu ketertiban, dan meresahkan masyarakat,” jelasnya.
Kebijakan itu merupakan tindaklanjut pertemuan antara sejumlah pemeluk agama dan kepercayaan minoritas pada Rabu (5/11). Yakni,”Baha”i, Sunda Wiwitan, Syiah, Ahmadiyah, HKBP Filadelfia, GKI Yasmin dan Kejawen.
Selain soal rencana perubahan aturan, Kemendagri juga memiliki langkah konkrit lain. Khususnya, untuk GKI Yasmin. Tjahjo menuturkan, pihaknya menginstruksikan Direktur Jenderal Kesbangpol Tanribali Lamo untuk bertemu pihak kepolisian, Kemenag, dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
“Saya juga minta agar Kapolri bisa menyelesaikan permasalahan terkait belum adanya pelaksanaan putusan pengadilan untuk membuka GKI Yasmin,” paparnya ditemui setelah acara rapat koordinasi pejabat eselon I dan II di kantor Kemendagri kemarin (6/11).
Sementara itu, Anggota Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika Nias Syarifudin menjelaskan, ini sebuah pemikiran yang baik untuk memberikan peluang pemulihan pada agama-agama minoritas.”Saya yakin mendagri akan sangat responsif,” terangnya.
Namun, sebaiknya memang pengosongan kolom agama itu hanya berlaku sementara. Sebab, pengosongan kolom agama bisa jadi membuat stigma yang buruk dari orang lain. Misalnya, justru dianggap tidak beragama atau atheis. “Kemungkinan terburuk malah bisa dihubungkan dengan PKI. Padahal, itu stigma yang salah,” paparnya.
Khusus untuk masalah GKI Yasmin yang terganjal pembangunan tempat ibadah, ini hanya persoalan yang sederhana. Secara hukum sudah tidak ada masalah, hanya niatan baik dari pemkot Bogor. “Kalau pemkot sudah mau, tentu ibadah bisa dilakukan bersama,” jelasnya.
Dulu isunya ada penolakan dari salah satu tokoh agama terkait pembangunan tempat ibadah tersebut. Namun begitu, setelah dilakukan silaturahmi dengan tokoh agama tersebut ternyata sama sekali tidak ada masalah. “Satu-satunya yang menjadi masalah niatan dari pemkot itu,” tegasnya. (idr/end)