31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Jaksa Anggap Ba’asyir Danai Pelatihan Teroris

JAKARTA- Sidang lanjutan kasus terorisme dengan terdakwa Abu Bakar Ba’asyir kembali digelar kemarin (7/3). Sidang di PN Jakarta Selatan (Jaksel) itu mengagendakan pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap eksepsi Ba’asyir. Dalam tanggapannya, jaksa penuntut umum (JPU) mengklaim bahwa Ba’asyir dalam eksepsinya, telah mengakui dan membenarkan ada latihan teroris (I’dad) di Aceh. Jaksa berharap hakim melanjutkan dakwaan dan menolak keberatan Ba’asyir.

Sidang Ba’asyir digelar sekitar 40 menit. Pengasuh Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo itu dibawa dari tahanan Bareskrim Mabes Polri ke PN Jaksel menggunakan mobil tahanan kejaksaan. Ba’asyir tidak lagi dibawa menggunakan kendaraan lapis baja atau barakuda. Ba’asyir tiba sekitar pukul 09.00. Persidangan pun di mulai.

“Sedikit sakit di lutut. Tapi secara keseluruhan sehat,”jawab Ba’asyir kepada Ketua Majelis Hakim Herri Swantoro yang menyakan kesehatannya. Selanjutnya, tim JPU yang diketuai oleh Andi Muhammad Taufik membacakan tanggapan setebal 21 halaman.

Dalam naskah tanggapan tersebut, tim JPU menanggapi separuh dari poin eksepsi atau keberatan pihak Ba’asyir. Total ada enam poin keberatan, JPU hanya menanggapi tiga poin. Yakni, soal surat dakwaan batal karena kualifikasi perbuatan Ba’asyir tidak jelas, tempat dan waktu kejadian perkara kejahatan yang didakwakan, serta kewenangan PN Jaksel mengadili dakwaan.

Jaksa menjelaskan, permintaan tim kuasa hukum dari Ba’asyir untuk membatalkan dakwaan adalah tindakan yang tidak tepat. Menurut jaksa, para tim penasehat hukum justru menunjukkan tidak paham terhadap konstruksi tata aturan hirarki perundang-undangan.

Tim jaksa juga menyebut persoalan waktu dan tempat kejadian tindak pidana tidak bisa disebut tidak jelas. “Karena dalam surat dakwaan sudah jelas diterangkan tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana)-nya Februari 2009 sampai Maret 2010,” papar Taufik.

Dia juga menegaskan, tim JPU sudah mengambil kebijakan tepat dengan membawa kasus Ba’asyir ini ke PN Jaksel. “Buktinya telah dilimpahkan, tidak dikembalikan lagi oleh PN Jaksel,” kata Taufik. JPU sendiri tidak menanggapi persoalan keyakinan Ba’asyir yang menganggap latihan teroris atau I’dad sebagai ibadah. “Kami tidak menanggapi.

Kami akan buktikan itu di pemeriksaan persidangan selanjutnya,” ujar Taufik. Poin keberatan lain yang dihiraukan JPU adalah, penjelasan kubu Ba’asyir tentang episode I dan II memenjarakan ustad 72 tahun itu. Serta poin yang menilai uraian dakwaan JPU tidak lengkap dan tidak jelas.(wan/agm/jpnn)

JAKARTA- Sidang lanjutan kasus terorisme dengan terdakwa Abu Bakar Ba’asyir kembali digelar kemarin (7/3). Sidang di PN Jakarta Selatan (Jaksel) itu mengagendakan pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap eksepsi Ba’asyir. Dalam tanggapannya, jaksa penuntut umum (JPU) mengklaim bahwa Ba’asyir dalam eksepsinya, telah mengakui dan membenarkan ada latihan teroris (I’dad) di Aceh. Jaksa berharap hakim melanjutkan dakwaan dan menolak keberatan Ba’asyir.

Sidang Ba’asyir digelar sekitar 40 menit. Pengasuh Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo itu dibawa dari tahanan Bareskrim Mabes Polri ke PN Jaksel menggunakan mobil tahanan kejaksaan. Ba’asyir tidak lagi dibawa menggunakan kendaraan lapis baja atau barakuda. Ba’asyir tiba sekitar pukul 09.00. Persidangan pun di mulai.

“Sedikit sakit di lutut. Tapi secara keseluruhan sehat,”jawab Ba’asyir kepada Ketua Majelis Hakim Herri Swantoro yang menyakan kesehatannya. Selanjutnya, tim JPU yang diketuai oleh Andi Muhammad Taufik membacakan tanggapan setebal 21 halaman.

Dalam naskah tanggapan tersebut, tim JPU menanggapi separuh dari poin eksepsi atau keberatan pihak Ba’asyir. Total ada enam poin keberatan, JPU hanya menanggapi tiga poin. Yakni, soal surat dakwaan batal karena kualifikasi perbuatan Ba’asyir tidak jelas, tempat dan waktu kejadian perkara kejahatan yang didakwakan, serta kewenangan PN Jaksel mengadili dakwaan.

Jaksa menjelaskan, permintaan tim kuasa hukum dari Ba’asyir untuk membatalkan dakwaan adalah tindakan yang tidak tepat. Menurut jaksa, para tim penasehat hukum justru menunjukkan tidak paham terhadap konstruksi tata aturan hirarki perundang-undangan.

Tim jaksa juga menyebut persoalan waktu dan tempat kejadian tindak pidana tidak bisa disebut tidak jelas. “Karena dalam surat dakwaan sudah jelas diterangkan tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana)-nya Februari 2009 sampai Maret 2010,” papar Taufik.

Dia juga menegaskan, tim JPU sudah mengambil kebijakan tepat dengan membawa kasus Ba’asyir ini ke PN Jaksel. “Buktinya telah dilimpahkan, tidak dikembalikan lagi oleh PN Jaksel,” kata Taufik. JPU sendiri tidak menanggapi persoalan keyakinan Ba’asyir yang menganggap latihan teroris atau I’dad sebagai ibadah. “Kami tidak menanggapi.

Kami akan buktikan itu di pemeriksaan persidangan selanjutnya,” ujar Taufik. Poin keberatan lain yang dihiraukan JPU adalah, penjelasan kubu Ba’asyir tentang episode I dan II memenjarakan ustad 72 tahun itu. Serta poin yang menilai uraian dakwaan JPU tidak lengkap dan tidak jelas.(wan/agm/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/